Yusuf, mantan karyawan di klub sepakbola Manchester United. (FT/IST)
” …Oleh ayah saya, kitab itu akan dibuang ke sampah. Tapi, saya katakan, siapapun yang membuang kitab ini ke sampah, saya akan membalas dengan membuang orang itu ke tempat yang sama,” katanya.
Oleh Moh Ali Aziz

MALAM itu, saya datang bukan sebagai penceramah atau imam shalat sebagaimana biasanya, melainkan undangan biasa dalam acara di IIC (Indonesia Islamic Centre) London. Mendekati lokasi yang akan dibangun Masjid untuk komunitas Indonesia itu, terlihat tempat parkir sudah penuh.

Benar, di dalam Gedung bercat putih itu telah datang beberapa orang berkulit hitam dan putih yang baru saja atau akan masuk Islam. “Pak Ali, kenalkan ini syekh Hilal, cucu KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah,” kata mahasiswa program doktor di London School of Economic and Political Science (LSE) yang malam itu ikut mengatur jalannya acara.

Beliau tidak asing bagi saya, karena sepekan sebelumnya saya telah dipertemukan dengannya di Masjid Sentral London oleh Mas Yopi, salah satu warga Indonesia yang sudah puluhan tahun bekerja di London.

Mualaf brother dari Karibia. (FT/IST)

“I am one of the students of Syekh Hilal at Central Mosque,” kata salah satu mualaf dari Afrika yang telah dibimbingnya masuk Islam beberapa bulan sebelumnya.

“Saya memang cucu KH. Ahmad Dahlan. Tapi, saya tidak boleh bergantung pada kesebasaran namanya. Beliau dan saya punya tugas dakwah yang sama di mata Allah. Hanya waktunya yang berbeda,” katanya ketika memulai ceramah dalam Bahasa Inggris.

Ustadz Hilal, Cucu Almaghfurlah Mbah Dahlan. (FT/IST)

Ustad itu lahir di Singapura dan kuliah hukum di London. Ia kemudian mempersilakan pria berjubah putih, tinggi dan tampan untuk naik ke mimbar menjelaskan mengapa ia masuk Islam.

“My name is Yusuf,” katanya setelah mengucapkan salam dengan amat fasih.

Ia mantan karyawan di klub sepakbola Manchester United.

“Suatu hari saya menemukan kitab Al Qur’an di jalanan. Oleh ayah saya, kitab itu akan dibuang ke sampah. Tapi, saya katakan, siapapun yang membuang kitab ini ke sampah, saya akan membalas dengan membuang orang itu ke tempat yang sama,” katanya dengan tertawa mengenang awal ketertarikannya dengan Islam.  

“Gerrr,”  tawa hadirin yang memadati IIC.

Syekh yang sekarang berprofesi sebagai pengacara itulah yang menjelaskan isi kitab suci itu kepadanya, dan ia amat mengagumi isinya. Sekarang, ia dengan senang hati berdakwah bersamanya.

“Jadi hidayah Allah itu kadangkala sebuah misteri yang susah dijelaskan,” katanya menutup ceramah setelah mengutip dua hadits Nabi dengan bahasa Arab yang fasih.

Setelah itu, Syekh Hilal mempersilakan dua mualaf berikutnya, yaitu Sufyan dari Malawi dan satu lagi dari Karibia untuk naik mimbar menjelaskan alasannya masuk Islam.

Prof Ali Aziz (kanan) bersama Yufyan dari Malawi.(FT/IST)

Menjelang salat Isyak, giliran seorang ayah dengan dua anaknya yang masih usia sekolah dasar dan menengah dibimbing syekh Hilal membaca syahadat.

Saya tidak bisa menjelaskan proses bimbingan masuk Islam mereka, karena ada urusan di toilet, ha ha. (bersambung)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry