ASI BOOSTER : Para ibu bekerja bisa memompa ASI sambil menonton video bayinya yang lagi beraktivitas. Sehingga memicu rasa senang ibu untuk menghasilkan ASI yang banyak. DUTA/istimewa

Bagi ibu yang bekerja menerapkan program menyusui ekslusif hingga bayi berusia enam bulan sangat sulit diterapkan.

Tekanan pekerjaan, stres berlebihan justru bisa memicu berkurangnya volume air susu ibu (ASI) yang dihasilkan.

Sehingga para ibu merasa malas untuk memompa ASI-nya saat di tempat kerja. Akibatnya asupan ASI bayi menjadi berkurang dan digantikan dengan susu formula.

——–

ASI Ekslusif biasanya diberikan hingga usia bayi minimal enam bulan. Di mana saat usia itu hanya ASI-lah satu-satunya asupan gizi untuk si bayi sebelum di usia 7 bulan menikmati makanan pendamping ASI.

Namun bagi ibu yang harus kembali bekerja setelah melahirkan, biasanya terkendala untuk memberikan ASI ekslusifnya pada si bayi.

Sehingga kebanyakan mereka mencampurnya dengan susu formula.

Ada banyak hal yang menyebabkan kendala itu. Salah satunya adalah stres. Ibu bekerja biasanya mengalami tingkat stres lebih tinggi dibandingkan ibu yang tidak bekerja.

Saat stres itu, hormon oksitosin yang menjadi hormon untuk mengeluarkan ASI menjadi menurun.

Begitupun hormon prolaktin yang berfungsi untuk menstimulus produksi ASI juga terhambat. Sehingga volume ASI menjadi sedikit.

ASI BOOSTER : Para ibu bekerja bisa memompa ASI sambil menonton video bayinya yang lagi beraktivitas. Sehingga memicu rasa senang ibu untuk menghasilkan ASI yang banyak. DUTA/istimewa

Dari sanalah, dua dosen Kebidanan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan (FKK) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) melakukan penelitian. Penelitian mengapa ibu bekerja selalu gagal menerapkan ASI Ekslusif.

Uke Maharani Dewi, SST., M.Kes dan Yunik Windarti, SST., M.Kes mencoba melakukan penelitian itu.

Uke Maharani mengatakan stres beban pekerjaan memang mempengaruhi penurunan kedua hormon tersebut.

“Sehingga mempengaruhi volume ASI. Akibatnya ibu menyusui menjadi enggan untuk memerah ASI-nya karena yang diperah jadi tidak banyak. Padahal sebenarnya tidak begitu,” ujar Uke.

Selain kondisi stres, ada hal lain yang menghambat hormon prolaktin yakni hormon dopamin. Hormon ini sebenarnya dimiliki semua manusia.

Namun harusnya hormon ini dalam kondisi normal. Ketika hormon dopamin ini normal maka manusia akan terpacu untuk terus melakukan sesuatu.

“Hormon yang memicu seseorang untuk termotivasi. Tapi kalau hormon ini terlalu banyak maka akan mengganggu prolaktin,” ujar Uke.

Tanda ketika hormon dopamin ini tinggi adalah ketika kecanduan games. Di mana ketika lolos level rendah, ingin terus menerus mencapai level yang lebih tinggi.

“Ini yang juga memicu terhambatnya hormon prolaktin,” tambah Uke.

Karena itu, Uke dan Yunik mencoba untuk memberikan solusi bagaimana stres yang menimpa ibu menyusui saat bekerja ini bisa dikesampingkan.

Sehingga ibu ini bisa meningkatkan volume ASI-nya.

“Kita ingin para ibu bekerja itu menikmati proses aktivitas memompa setiap hari di tempat kerjanya,” tukasnya.

Cara bagaimana? Diakui Uke, hormon oksitosin yang selama ini memacu untuk mengeluarkan ASI akan meningkat banyak ketika ibu menyusui bayinya secara langsung.

Ibu menjadi senang ketika melihat bayinya tertawa, bayi mengoceh, dan sejenisnya.

Tapi masalahnya ketika memompa ASI di tempat kerja, jelas tidak bisa bersentuhan langsung dengan si bayi. “Di sinilah hormon oksitosinnya berkurang,” ungkapnya.

Karena itu, Uke dan Yunik mencoba untuk memicu rasa senang ibu saat melakukan pompa ASI di tempat kerja.

Caranya dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi dalam hal ini gadget atau ponsel. Ponselnya bisa menjadi ASI booster.

“Jadi saat di rumah, si ibu harus rajin merekam segala gerak lucu bayinya. Atau segala aktivitas bayi yang membuat si ibu itu juga senang melihatnya. Nah saat memerah di kantor, ibu itu harus melihat rekaman itu, pasti volume ASInya akan meningkat,” tutur Uke.

Itu bukan sekadar teori. Uke dan Yunik sudah mencoba melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat selama empat bulan terhadap 30 ibu menyusui yang harus kembali bekerja.

Dan ternyata, hasilnya luar biasa. Diakui Uke, selama melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat, ada peningkatan volume ASI yang dihasilkan dan juga peningkatan kuantitas memompa.

“Kenaikannya misalnya sebelumnya kurang dari 100 mili liter sekali pompa, kini bisa lebih dari 100 mili liter. Atau biasanya di kantor hanya sekali pompa bertambah menjadi dua kali atau tiga kali pompa,” jelasnya.

Apalagi saat ini memompa ASI tidak perlu sesuatu yang ribet. Sudah banyak alat yang bisa membantu para ibu untuk melakukan pemompaan. Sehingga aktvitas ibu saat bekerja bisa tertap berlangsung.

“Memompa ASI kini tidak lagi harus menghentikan aktivitas pekerjaan. Kita masih bisa produktif kok,” tandas Uke. end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry