“PKS makin menarik. Bukan hanya umat Islam, non muslim pun melirik. Evalina Heryanti, umat Kristiani, pernah menjadi Data Analysis and Assistance Team NOC of Indonesia for Olympic Games 2020 Tokyo, mengaku senang menjadi anggota Dewan Pakar PKS. (red.)”

Mampukah PKS Menjadi Partai Papan Atas?

Oleh Tony Rosyid*

ELEKTABILITAS PKS merangkak naik. Trend kenaikan ini bisa kita lihat di beberapa survei. Wajar! PKS partai oposisi. Bahkan oposisi tunggal, mengingat Demokrat, partai di luar pemerintah, masih terlihat lebih akomodatif terhadap kebijakan pemerintah. Sebagai partai oposisi, PKS lebih leluasa menyuarakan aspirasi rakyat.

Banyaknya benturan antara pemerintah dengan rakyat memberi ruang kepada PKS untuk mengambil peran: berpihak kepada rakyat.

Berbeda dengan tujuh partai koalisi, PKS mendapat banyak panggung untuk bersuara dan mengkritisi pemerintah. Dan ini hampir tak dilakukan oleh partai koalisi.

Seperti sudah watak PKS: selalu kritis terhadap kebijakan penguasa yang ia anggap tidak aspiratif. Ini juga peran PKS saat berada di dalam koalisi SBY. Sehingga ada yang bilang: PKS partai koalisi, tapi rasa opisisi.

Begitulah yang benar! Partai, terutama para anggota DPR-nya, meskipun berada dalam koalisi, tak boleh asal setuju dengan pemerintah. DPR bukan paduan suara, seperti dalam lirik lagu Iwan Fals. DPR punya fungsi salah satunya untuk mengontrol kebijakan dan kinerja pemerintah. DPR kita bayar diantaranya untuk itu. Inilah yang nampaknya dalam sejumlah kasus, peran PKS sangat konsisten. Baik PKS saat di dalam koalisi, atau sedang menjadi oposisi.

Menghadapi Isu Wahabi

Memang, sikap kritis dan oposisional PKS sering kalah gabung dengan “stigma Islam kanan” yang terus digaungkan oleh pihak-pihak tertentu yang menganggap PKS sebagai ancaman untuk kepentingan politik mereka. Sebagian karena faktor ketakutan yang tidak pernah jelas indikatornya. Namanya juga stigma. Saling menjatuhkan dalam berebut konstituen. Begitulah tradisi yang hidup dalam dunia politik. Seringkali tidak rasional.

Setiap pemilu hampir selalu muncul isu Wahabi. Ini sengaja terus mereka munculkan agar sentimen anti Wahabi mampu menghadang laju PKS. Ini tantangan tersendiri buat PKS.

Nampak PKS terus melawan stigma itu dengan berbagai strategi. Hampir semua tradisi keagamaan NU, organisasi terbesar di negeri ini,  PKS jalankan. Secara ritual, boleh kita bilang sangat tipis perbedaan antara PKS dengan NU.

Beberapa pekan lalu, Presiden PKS pun ikut membuat video lagu Sunda dengan pakaian khas budaya Sunda. Ini bagian dari upaya PKS membangun “image Nusantara” dan masuk ke semua lapisan masyarakat.

Upaya menjadi partai paling depan dalam menyuarakan aspirasi rakyat dan hadir lebih kental lagi dalam budaya nusantara, jika ia lakukan secara konsisten, tentu dapat membuka peluang PKS ke depan sebagai partai papan atas dengan perolehan suara di atas 10 persen.

Berpuasa dua periode sebagai partai oposisi, mampukah membuat partainya Ahmad Syaekhu ini melejit perolehan suaranya untuk bersaing dengan Partai Golkar dan Gerindra?

Jakarta, 25 Januari 2022

*Tony Rosyid adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.