Oleh: KH Moh Yuzak AS*

SAAT Lebaran (Hari Raya Idul Fitri) tiba, tidak lepas dari makanan khas nan istimewa ketupat. Tradisi ketupat Lebaran sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia pada khususnya masyarakat Trenggalek.

Ada yang mengira-ngira, tradisi membuat ketupat sudah ada sejak masuknya Islam ke tanah Jawa, sekitar tahun 1400-an.

Makna ketupat, dalam Bahasa Jawa, disebut kupat. Kata kupat berasal dari suku kata  ku=ngaku (mengakui) dan pat=lepat (kesalahan). Sehingga ketupat menjadi simbol mengakui kesalahan.

Boleh jadi, tradisi Kupatan sudah ada pada zaman pra-Islam Nusantara, sebagaimana tradisi selamatan yang juga sudah ada dan berkembang di Indonesia. Namun tradisi kupatan kemudian memperoleh sentuhan baru di zaman penyebaran Islam oleh Walisongo di dalam kerangka untuk menghadirkan tradisi yang akomodatif atau akulturatif di dalam masyarakat Jawa dan Nusantara pada umumnya.

Dari sisi bahasa, Kupatan (Bahasa Jawa) kiranya berasal dari kata Kaffatan (Bahasa Arab) yang memperoleh perubahan bunyi dalam ucapan Jawa menjadi kupatan. Sama dengan kata barakah (bahasa Arab) menjadi berkat (Bahasa Jawa) atau salama (Bahasa Arab) menjadi selamet (Bahasa Jawa).

Hari Raya Ketupat ini merupakan tradisi bukan termasuk ajaran Islam akan tetapi MUI mendukung dengan diadakanya tradisi ini karena untuk saling silatrohmi sesama umat.

Maka secara istilah, dapat dinyatakan bahwa kupatan adalah simbolisasi dari berakhirnya bulan puasa dan menandai terhadap kesempurnaan atau kaffatan di dalam kehidupan individu dan masyarakat. Jadi tradisi kupatan sebagai penanda terhadap keislaman manusia yang sudah sempurna.

Ketupat atau kupat, bermakna juga laku papat artinya empat tindakan dalam perayaan Lebaran. Empat tindakan tersebut adalah: lebaran, luberan, leburan dan laburan.

Lebaran, bermakna usai, sudah, menandakan berakhirnya waktu puasa. Berasal dari kata lebar yang artinya pintu ampunan telah terbuka lebar. Luberan, atau melimpah. Sebagai simbol ajaran bershadaqah untuk kaum miskin. Pengeluaran zakat fitrah menjelang lebaran pun selain menjadi ritual yang wajib dilakukan umat Islam, juga menjadi wujud kepedulian kepada sesama manusia.

Leburan, adalah habis dan melebur. Maksudnya pada momen lebaran, dosa dan kesalahan kita akan melebur habis karena setiap umat Islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.

Laburan, berasal  dari kata labur atau kapur. Kapur adalah zat yang biasa digunakan untuk penjernih air maupun pemutih dinding. Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batin satu sama lain. Maka, kupatan adalah simbolisasi seseorang yang sudah memasuki Islam secara sempurna. Indikasinya adalah:

  1. Sudah melaksanakan puasa sebagai tazkiyat al-nafs (pensuci jiwa).
  2. Melaksanakan zakat sebagai tazkiyat al-mal (pembersih harta).
  3. Hablum minannas dalam wujud saling silaturrahmi untuk meminta maaf kepada sesama manusia

Adapun ketupat sekarang ada yang dibungkus dengan plastik. Padahal asalnya dibungkus dengan anyaman janur, daun kelapa yang masih muda. Janur itu sendiri dari kata jannah (syurga) dan nur (cahaya). Diharapkan memancarkan cahaya surga setelah berpuasa Ramadhan sebulan penuh.

Saling berbagi ketupat lebaran hakikatnya saling memaafkan segala kesalahan dan melimpahkan kebaikan sesama.

* Ketua MUI Kab. Trenggalek
Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry