JOMBANG | duta.co — Ma’had Aly Hasyim Asy’ari (MAHA) Tebuireng meraih Juara 2 dalam ajang  Debat Konstitusi Berbasis Kitab Kuning yang berlangsung di Jepara, Jawa Tengah, akhir pekan lalu. Kegiatan yang digelar pertama kali dalam rangkaian Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) VI Tingkat Nasional 2017 itu diikuti oleh perwakilan ma’had aly se-Indonesia.

Mudir MAHA Tebuireng KH. Nur Hannan menuturkan, pada babak penyisihan, tim mahasantri MAHA berhasil unggul dari tim Ma’had Aly At-Thawalib Parabek, Sumbar. “Pada babak semifinal, tim MAHA menyisihkan tim Ma’had Aly Asshiddiqiyah Jakarta, dan di babak final ketemu dengan tim Ma’had Aly Miftahul Huda Tasikmalaya, Jawa Barat,” ujar Nur Hannan melalui siaran pers yang dikirimkan kepada media, Sabtu (9/12/2017).

Tim Ma’had Aly Miftahul Huda Tasikmalaya akhirnya menjuarai lomba debat yang diikuti oleh 12 ma’had aly ini. Sedangkan Juara 3 ditempati oleh tim Ma’had Aly Al-Mubaarok Wonosobo, Jawa Tengah.


Menurut Hannan, juri menilai tim MAHA Tebuireng lebih unggul dalam penguasaan kitab kuning dan dari sisi penyampaian ide. “Argumentasi dalam debat hampir merata, disampaikan oleh semua anggota tim,” ungkapnya.

Di babak final, peserta diminta berdebat tentang tema “Legalisasi Nikah Siri”. Tim MAHA Tebuireng mendapatkan undian sebagai tim pro-nikah sirri, sedangkan Tim Ma’had Aly Tasikmalaya sebagai tim kontra. “Terus terang, tim kami agak kesulitan menyampaikan ide dan argumentasi yang mendukung dilegalkannya nikah siri. Sementara pihak lawan lebih menguasai bahan untuk menolaknya,” terang pria yang turut merintis pendirian MAHA Tebuireng ini.

Meski demikian, dia menyatakan bersyukur mahasantri Tebuireng masih mampu menduduki peringkat kedua. Pasalnya, waktu persiapan yang dimiliki relatif pendek. “Pada saat persiapan, tim yang sudah kita tunjuk dan bimbing tiba-tiba mengundurkan diri. Sehingga, kami harus menyiapkan tim pengganti dengan persiapan yang sangat singkat,” kisahnya.

Sebelumnya, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kementerian Agama (Kemenag) RI, Ahmad Zayadi, menjelaskan bahwa debat yang baru digelar pertama kali ini menjadi salah satu ikhtiar Kemenag untuk meneguhkan semangat nasionalisme dan kebangsaan berbasis pemahaman keislaman, terutama merujuk pada literatur kitab kuning di pondok pesantren.

Menurut Zayadi, ada sebagian kelompok muslim yang masih mempertentangkan antara pemahaman keislaman dengan nasionalisme. Mereka menganggap nasionalisme bukan bagian dari ajaran Islam.

“Kami ingin meyakinkan kepada umat muslim bahwa jika mengkaji pada sumber dan literatur keislaman yang otoritatif, sesungguhya antara keislaman dan semangat kebangsaan itu tidak ada pertentangan sama sekali. Pondok pesantren telah membuktikan itu semua,” papar Zayadi. (day)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry