
Tapi diakui juga, klinik bukan menjadi satu-satunya alasan baginya untuk mengambil prodi tersebut. Dukungan dan saran dari orang tua juga menjadi penyebab lainnya.
Mahasiswa angkatan 2019 ini awalnya menempuh D3 Kebidanan di Unusa. Bukan tanpa alasan, dia memilih Unusa karena akreditasi prodi yang diambilnya sudah unggul.
Perlu 3,5 tahun untuk dirinya menyelesaikan studi D3 Kebidanannya dengan IPK 3,89. Dengan bekal surat tanda registrasi (STR) Kebidanan, dirinya mencari pekerjaan. “Lulus 2023, Alhamdulillah langsung dapat kerja di salah satu klinik di Sidoarjo,” ujarnya.
Gadis yang akrab disapa Acha ini juga tak ingin membuang kesempatannya, ketika tahu Unusa miliki program alih jenjang. Melihat kelasnya yang cenderung fleksibel untuk karyawan dia memutuskan untuk lanjut S1 dengan program tersebut, dengan dukungan orang tua.
“Alhamdulillah dipermudah juga, karena untuk PKL (praktik kerja lapangan, red) itu bisa di tempat kerja bagi yang sudah dapat kerja,” ungkapnya.
Bagi Acha, cukup 1,5 tahun untuknya menyelesaikan program alih jenjang ini. Meskipun butuh penyesuaian saat menempuh S1, dirinya bisa mengatasi hal itu dengan tenang. Jika itu berkaitan dengan waktu, Acha tak terlalu menemukan kesulitan. “Kalau untuk kelasnya lebih banyak kelas online, dan waktunya bisa disesuaikan,” ungkapnya.
Anak ketiga dari empat bersaudara ini mengaku menghadapi kesulitan ketika menempuh S1. Pasalnya perbedaan cara belajarnya, dari D3 yang penuh dengan praktik dan S1 yang cenderung lebih penuh dengan teori hingga jurnal. “Karena harus baca banyak jurnal juga, sedangkan saya tipe belajarnya lebih suka ngerjakan soal,” bebernya.
Meskipun begitu, dia tetap menikmati proses itu. Mengingat dirinya begitu tenggelam jika berkaitan dengan belajar. Acha mengaku sangat suka belajar sejak kecil, rasa ingin tahunya akan banyak hal lebih besar dari rasa malasnya.
“Bahkan les ini les itu juga dari dulu saya yang minta, bukan orang tua yang nyuruh,” ungkap gadis kelahiran Surabaya itu.
Semasa kuliah, Acha cukup aktif dengan ikut berbagai kegiatan juga organisasi. Salah satunya, Program pemberdayaan Masyarakat Desa dengan mengajukan proposal ke Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi.
“Itu lolos dan kami didanai untuk memberikan workshop juga pengetahuan kepada masyarakat, lokasinya kami pilih Wonokromo,” jelasnya.
Pasalnya dengan fokus memberikan edukasi mengenai pembuatan MPAsi yang bergizi dan baik, dirinya melihat di lokasi tersebut juga masih ditemukan kasus stunting kala itu. Bahkan Acha dan tim juga mengeluarkan buku resep, untuk bisa dijadikan panduan oleh masyarakat sekitar. Program itu, juga dia lanjutkan dengan kembali mengajukan proposal. “Alhamdulillah lolos, untuk yang lanjutan ini lebih fokus ke pembuatan MPAsi frozen,” ungkapnya.
Jadi satu-satunya anak gadis di rumahnya, tidak membuat Acha menjadi manja. Selesai dengan sarjananya, dia langsung lanjut dengan program profesi di Unusa. Harapannya untuk bisa memiliki karir yang baik jadi motivasinya untuk terus belajar. Tak memungkiri dirinya juga memiliki pandangan untuk berkarir di luar negeri. “Sudah cari-cari informasi juga, dan sudah mendaftar,” tuturnya.
Kuwait. Negara yang menjadi tujuannya untuk berkarir di luar negeri. Bukan hanya asal memilih, namun Acha sudah mencari informasi dengan detail. Lowongan yang dibuka langsung oleh Kementerian di Kuwait jadi alasan utamanya memilih negara Timur Tengah ini. “Disana juga bakal dibimbing PPNI (Persatuan Perawat Negara Indonesia, red) di Kuwait yang juga kerjasama dengan Kedubes Indonesia di sana,” ungkapnya.
Bekal ini yang membuatnya akan merasa terjamin keamanan dan keselamatannya selama disana. Orang tua gadis kelahiran 2002 ini juga mendukut keputusan putrinya, walaupun sempat khawatir karena memang belum pernah merantau jauh.
“Tapi saya beri pengertian, saya jelasin juga informasi yang saya dapat jadi Alhamdulillah didukung,” jelasnya.