BOGOR | duta.co – Lembaga survei bisa langsung redup, ketika Harian Pagi Radar Bogor mengumumkan hasil Simulasi Pilpres 2019 yang digelar di Kota dan Kabupaten Bogor, dengan fakta yang mengejutkan. Ternyata, pasangan Prabowo-Sandiaga Uno lebih disukai kaum hawa, ketimbang Jokowi-Ma’ruf Amin.

Prabowo-Sandiaga unggul dalam kategori pemilih berdasarkan jenis kelamin. Pasangan ini mendapatkan 878 suara dari pemilih perempuan dan 1.337 suara dari pemilih laki-laki, dengan total 64,28 persen suara. Sedangkan Jokowi-Ma’ruf mendapatkan 473 suara dari pemilih perempuan dan 758 suara dari pemilih laki-laki, total 35,72 persen suara.

Hasil simulasi ini kontan menjungkirbalikkan lembaga survey, baik dari sisi jumlah koresponden/pemilih maupun hasil akhirnya. Direktur Democracy and Elektoral Empowerment Partnership (DEEP), Yusfitriadi, menjelaskan hasil simulasi pilpres 2019 yang dilakukan Radar Bogor seperti cerminan Pilpres dua kali sebelumnya.

Pada Pilpres 2009 dan 2014, Prabowo tidak berhasil menang secara umum, tapi mantan Pangkostrad ini berhasil meraih suara terbanyak di Bogor, bahkan di Provinsi Jawa Barat. Sama persis di Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2018, meski pemenangnya adalah Ridwan Kamil. Tapi Sudrajat–Ahmad Syaikhu pasangan yang diusung koalisi Prabowo menang telak di Bogor.

“Secara empiris, dua kali pemilu Prabowo menang di Jawa Barat. Jadi memang basis suara Prabowo,” ujar Yus kepada Radar Bogor, kemarin (10/2).

Kenapa Jawa Barat? Dia menilai tanah pasunda merupakan konstituen yang banyak dipengaruhi dengan politik identitas keagamaan. Hal itu dibuktikan dengan penyumbang gerakan 212 terbesar adalah masyarakat Jawa Barat dan Bogor pada khususnya.

Kondisi itu membuat pasangan Prabowo Subianto–Sandiaga Uno tidak harus mengeluarkan banyak energi untuk menguasai suara di Bogor maupun Jawa Barat. “Prabowo dan Sandi dibangun opininya oleh masyarakat yang menyebarkan politik identitas. Dalam konteks Jawa Barat memang menguntungkan. Tapi kalau daerah-daerah yang lain bisa kontraproduktif,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) ini.

Jika dilihat berdasarkan kelebihan dan kekurangan masing-masing paslon, Yus menilai kelebihan paslon nomor 02 ini ada pada Sandiaga Uno. Sandi dinilai sebagai sosok yang energik, rupawan, dan mau blusukan.

Tak hanya itu, Sandi juga merupakan pengusaha muda yang terbilang sukses. Sedangkan Prabowo dinilai kerap kali membangkitkan gairah politik masyarakat. Dengan khas pidato politik yang menggelora, hal itu dianggap menjadi daya tawar Prabowo yang tidak terlihat dari paslon 01.

Kelemahannya, Prabowo merupakan bagian dari rezim orde baru. Sehingga, akan mudah terbangun opininya jika Prabowo terpilih sebagai Presiden, Indonesia akan sama halnya dengan zaman orde baru.

Sementara, kelebihan paslon 01 ada pada Joko Widodo. Posisinya sebagai petahana membuat Jokowi leluasa bicara banyak hal, terkait data kepemerintahan dan cara-cara mengatasinya. Hal yang lebih substantif, meski dari kalangan besar, Jokowi merupakan pribadi yang mau kerja.

Kerjanya dibuktikan dengan pembangunan infrastruktur seperti jalan tol dan akses jalan lainnya. Hal itu menjadi andalan Jokowi, ketika Presiden sebelum-sebelumnya tidak melirik program-program teresebut. “Ketika Papua terbelakang, di Papua barang-barang mahal. Itu langkah solutif yang diambil,” tuturnya.

Belum Garap Anak Muda

Status petahana Jokowi di sisi lain justru menjadi kelemahan. Ketika ada kesalahan menyangkut pemerintahan, akan menjadi sorotan banyak pihak di musim politik. Kesalahan tersebut bahkan bisa diimplikasikan dengan banyak hal.

Kelemahan lainnya, Jokowi kerap dibangun opininya senang bekerjasama dengan kelompok-kelompok sosialis seperti Tiongkok. “Stigma yang akan dimunculkan seperti saat Jokowi berpasangan dengan Ahok di Pilgub DKI Jakarta, yakni didukung oleh etnis tionghoa,” tambahnya.

Sementara Ma’ruf Amin, memiliki kelemahan pada usia. Yus mengatakan, tak sedikit orang berpandangan mengenai ambisi Ma’ruf Amin menjadi wakil presiden di usia yang sudah senja.

“Maruf Amin jangan terlalu berbicara sektoral ke-NU-an. Dia calon pemimpin bangsa yang harus membangun isu-isu keumatan secara umum. Tidak lantas kemudian pesantren saja yang diurus,” ucapnya.

Dia juga mendapati, baik paslon 01 dan 02 belum menggarap pemilih milenial secara maksimal. Padahal, dari segi presentase, suara milenial relatif banyak, yakni 20 sampai 30 persen di Jawa Barat. “Saya belum mendapati pasangan calon yang fokus kemasan kampanyenya berpihak pada kelompok milenial,” bebernya. (ysp/fik, radarbogor.id)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry