
SURABAYA | duta.co — Ketegangan terjadi di Kantor Kelurahan Kertajaya, Kecamatan Gubeng, pada Jumat (31/10). Puluhan warga bersama Surabaya Corruption Watch Indonesia (SCWI) mendatangi kantor kelurahan untuk menuntut kejelasan terkait dugaan tukar guling gedung RW dengan pihak luar yang dilakukan tanpa sepengetahuan warga.
“Kita kasih waktu seminggu untuk menjelaskan masalah ini. Kalau tidak aparat penegak hukum (APH) harus turun. Ini aset publik, tidak boleh tukar guling seenaknya, warga tidak tahu sama sekali,” tegas Ketua SCWI, Hari Cipto Wiyono, SH kepada duta.co.

Gedung RW yang selama ini digunakan untuk kegiatan masyarakat diduga telah dialihkan melalui perjanjian tertutup oleh oknum sebelumnya. Warga menilai tindakan tersebut melanggar prinsip transparansi dan mencederai hak publik atas aset lingkungan yang seharusnya dikelola secara bersama.
SCWI menemukan adanya indikasi penyalahgunaan kewenangan dalam proses pengalihan tersebut. Beberapa dokumen menunjukkan adanya kerja sama antara kelurahan dan pihak ketiga tanpa adanya musyawarah warga maupun pengesahan dari instansi yang berwenang. Dugaan praktik di bawah meja ini menimbulkan kecurigaan kuat adanya kepentingan pribadi atau politik di balik keputusan tersebut.
Aksi berlangsung dalam suasana tegang namun tetap tertib. Aparat kepolisian turut hadir untuk mengamankan jalannya aksi. Proses mediasi kemudian dilakukan di halaman kantor kelurahan, ditengahi langsung oleh Joko, Wakapolsek Gubeng yang hadir mewakili Polrestabes Surabaya. Kehadiran pihak kepolisian memastikan jalannya dialog berlangsung kondusif antara perwakilan warga, SCWI, dan pihak kelurahan.
Dalam pertemuan tersebut, Lurah Kertajaya yang baru menjabat menyatakan akan meninjau ulang seluruh dokumen kerja sama lama dan berkoordinasi dengan Kecamatan Gubeng serta Bagian Aset Pemerintah Kota Surabaya untuk memastikan legalitas dan keabsahan perjanjian tersebut.
SCWI menegaskan bahwa pihak kelurahan diberi waktu satu minggu hingga Jumat, 7 November, untuk menunjukkan tindak lanjut konkret atas persoalan ini. Batas waktu tersebut diberikan agar proses evaluasi dan klarifikasi dapat segera dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.
Aksi ditutup dengan penandatanganan berita acara penerimaan aspirasi warga, disaksikan langsung oleh perwakilan SCWI, warga, dan aparat kepolisian. Namun SCWI menegaskan bahwa langkah tersebut belum dianggap sebagai penyelesaian, melainkan hanya awal dari proses pengawasan publik.
“Kasus di Kelurahan Kertajaya menjadi peringatan penting bagi seluruh perangkat pemerintahan agar tidak bermain-main dengan aset publik. Setiap kebijakan yang menyangkut fasilitas warga harus dilakukan secara terbuka, adil, dan transparan, karena kecurigaan dan diamnya warga bukan berarti persetujuan,” pungkasnya. (lif)





































