SIDOARJO | duta.co – Walau sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia namun masih belum semua masyarakat muslim Indonesia menerapkan gaya hidup islami. Ini semua karena banyak muslimin di Indonesia tidak memiliki kepedulian tentang produk halal ini.
Menerapkan dan mengonsumsi produk halal pun seringkali diabaikan. Padahal jumlah muslim di Indoneaia 229 juta dari 262 juta penduduk.
Kenyataan ini menginspirasi dosen-dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga untuk melakukan literasi produk halal di masyarakat khususnya di Desa Bohar, Kecamatan Waru, Sidoarjo.
Dien Mardhiyah dan Imron Mawardi memilih daerah itu karena masyarakat Bohar mayoritas muslim. Bahkan sangat kental. “Namun dari survey kami, sebagian besar belum paham seperti apa produk halal itu,’’ kata Dien selaku ketua tim pengmas.
Menurut dosen ilmu manajemen itu, literasi tentang produk halal sangat penting bagi masyarakat muslim. Sebab, sudah kewajiban muslim mengonsumsi makanan halal. Ini bagian dari ber-Islam secara kaffah, termasuk dalam hal konsumsi. Bahkan, dalam Islam bukan sekedar memenuhi ketentuan syariah, namun juga demi kesehatan.
“Dalam Islam ada halal dan thaoyyib. Halal terkait ketentuan syariah secara umum, sementara thayyib terkait baik-tidaknya untuk masing-masing orang yang bisa jadi berbeda,” kata Dien.
Dia mencontohnya, gula itu halal, namun tidak thayyib bagi penderita diabetes. Begitu juga jeroan sapi atau ayam itu halal, tapi tidak thayyib bagi penderita kolesterol tinggi dan asam urat.
“Harus kita yakini, bahwa jika Allah mengatur boleh atau tidak, baik atau tidak, maka di situ ada kemaslahatan bagi manusia,” jelasnya
Urgensi halal dan thayyib ini semakin tinggi di tengah pandemi Covid-19. Sebab, pandemi ini terkait dengan masalah kesehatan global yang menghambatnya juga dengan menjaga kesehatan. Masyarakat kini dituntut untuk selalu menjalankan hidup sehat agar tidak mudah terpapar Covid-19. Halal dapat berarti hidup sehat, suci dan bersih (Soraji et al., 2017).
Makanan dapat dikatakan halal apabila memenuhi tiga kriteria. Dilihat dari zat yang terkandung pada makanan, cara memperoleh bahan makanan, dan bagaimana makanan tersebut diproses. “Literasi tentang halal ini masih sangat rendah, meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim,’’ urainya.
Menurut Dien, literasi produk halal yang rendah ini menyebabkan awareness masyarakat terhadap produk halal juga rendah. Dampaknya, industri juga tidak terlalu peduli terhadap persoalan halal ini. Produsen makanan di Indonesia masih menyepelekan masalah izin produk halal, kendati mengetahui bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, karena rendahnya permintaan terhadap produk bersertifikasi halal itu sendiri.
Hal itu bisa dilihat dari sedikitnya produk yang tersertifikasi halal di Indonesia. Berdasarkan catatatan LP POM Majlis Ulama Indonesia, produk tersertifikasi halal hanya sekitar 10 persen dari produk yang beredar, atau 688 ribuan produk. Kenyataan seperti ini tentunya cukup memprihatinkan.
Warga yang menjadi sasaran pengmas ini merupakan warga yang melek akan agama, yakni pengikut pengajian rutin setelah subuh di Desa Bohar.
“Kami menemukan bahwa masih banyak masyarakat yang walaupun mengerti agama dan memiliki tingkat religiusitas tinggi, namun masih tidak peduli tentang produk halal,’’ jelas Imron Mawardi, salah satu anggota tim.
Banyak di antara mereka yang tidak memahami pentingnya sertifikasi halal pada produk yang mereka konsumsi.
Literasi produk halal ini dilakukan dengan berbagai bentuk. Pertama, dilakukan focus group discussion (FGD) untuk mengetahui pemahaman masyarakat tentang prodok dan sertifikasi halal. Dari FGD diketahui bahwa sebagian besar masyarakat belum mengetahui dengan baik karakteristik dan bagaimana mengenali makanan halal. Mereka juga belum memahami pentingnya memilih produk yang bersertifikat halal dari MUI untuk memastikan bahwa produk yang dikonsumsinya adalah halal.
“Dengan temuan awal seperti itu, maka kami lakukan sosialisasi, literasi, dan pelatihan produk halal. Kami datangkan ahlinya,’’ urai Dien.
“Sekarang kami lakukan in-depth interview dengan masyarakat, setelah berbagai kegiatan sosialisasi kami lakukan,’’ kata Dien yang pada pengabdian ini mengajak beberapa dosen dari prodi ekonomi syariah dan vokasi ini.
Sebelumnya, tim pengabdian masyarakat memang sudah melakukan sosialisasi dengan mendatangkan ahlinya. Di antaranya adalah drh Helmy Mustofa, dosen Fakultas Kedokteran Hewan Unair yang bersertifikasi penilai halal. Helmy memberikan pemahaman tentang ciri-ciri dan cara mengenali produk makanan dan minuman halal. Sementara Imron Mawardi memberikan materi tentang prinsip halal dalam syariat, baik halal zatnya maupun halal dalam prosesnya (lighairi dzatihi).
Selain itu, pada pecan yang lain, Dien juga menyampaikan tentang halal lifestyle yang sangat penting bagi muslim. Tim juga mendatangkan Dr Ummu Choiriyah Hanum untuk memberi pemahaman tentang sertifikasi halal dan proses pengurusannya bagi usaha mikro, kecil, dan menengah.
“Insyaallah dengan materi sosialisasi yang lengkap ini masyarakat menjadi tahu dan paham tentang halal dan sertifikasi halal. Tentunya kami berharap mereka memiliki sikap dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari,’’ jelas Dien.
Pengabdian masyarakat ini diharapkan tidak hanya berdampak pada kalangan kecil warga saja dan selesai pada tiga tahap pelatihan. Tim akan tetap memantau dan melakukan literasi dalam tiga bulan ke depan, meski tidak semuanya harus dengan tatap muka. ril/end