
SURABAYA | duta.co – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Jawa Timur menyatakan dukungannya terhadap upaya Komisi E Bidang Kesejahteraan Masyarakat dalam menginisiasi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak. Dukungan ini disampaikan oleh Juru Bicara Fraksi PKS, Harisandi Savari, dalam sidang paripurna DPRD Jawa Timur pada Senin, (11/8/2025).
Harisandi menekankan, bahwa Raperda ini merupakan langkah strategis di tengah kondisi darurat kekerasan terhadap perempuan dan anak. Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), terdapat 15.120 kasus kekerasan terhadap anak sepanjang Januari-November 2023, dengan mayoritas korban adalah anak perempuan. Sementara itu, kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 401.975 kasus pada tahun 2023.
“Situasi ini tidak bisa dibiarkan. Perempuan dan anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap kekerasan fisik, psikis, seksual, dan kekerasan di dunia digital seperti cyberbullying,” tegas Harisandi.
Di Jawa Timur, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih tinggi. Berdasarkan data SIMFONI PPA, tercatat 901 kasus pada tahun 2021, meningkat menjadi 972 kasus pada tahun 2023, dan sedikit menurun menjadi 771 kasus pada tahun 2024. Bentuk kekerasan yang paling banyak terjadi adalah kekerasan fisik, diikuti oleh kekerasan psikis dan seksual.
Fraksi PKS menilai bahwa regulasi daerah yang ada saat ini, yaitu Perda No. 16 Tahun 2012 dan Perda No. 2 Tahun 2014, sudah tidak relevan dengan perkembangan peraturan perundang-undangan dan kompleksitas masalah di masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan Perda baru yang komprehensif untuk melindungi perempuan dan anak.
“Perda baru ini bukan hanya menangani kasus kekerasan yang sudah terjadi, tetapi juga memperkuat upaya pencegahan, termasuk di lingkungan pendidikan dan pesantren yang rawan terjadi kekerasan,” ujar Harisandi. Ia menambahkan bahwa Perda baru ini akan menjadi payung hukum yang kokoh di tingkat daerah, sejalan dengan regulasi nasional seperti UU Perlindungan Anak dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Perempuan adalah tiang negara. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Melindungi perempuan dan anak berarti menjaga masa depan bangsa,” tutup Harisandi. (*)