SURABAYA | duta.co – Para peneliti menyelidiki dampak media sosial terhadap kesehatan mental di Indonesia. Mereka fokus pada penggunaan Facebook, Twitter, dan aplikasi pesan instan oleh 22.423 individu berusia 20 tahun yang tersebar di 297 kabupaten/kota.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial memiliki dampak negatif terhadap kesehatan mental, sesuai dengan temuan global sebelumnya.
Menurut Pakar Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Atika Dian Ariana MSc MPsi, kecanduan media sosial dapat diklasifikasikan sebagai bagian dari problematic internet use atau problematik penggunaan internet yang berlebihan.
Hal itu ditandai dengan indikator seperti durasi, intensitas, dan frekuensi penggunaan yang melebihi batas wajar. Faktor-faktor lain termasuk obsesi, pengabaian terhadap hal-hal di luar media sosial, dan kehilangan kontrol.
“Penggunaan yang melebihi 5 jam sehari dapat dianggap sebagai problematik. Terutama jika seseorang kehilangan kontrol dan terobsesi untuk terus mengakses platform tersebut. Faktor lain yang mencakup kecanduan media sosial adalah pengabaian terhadap aktivitas di dunia nyata, di mana individu lebih memilih untuk terlibat dalam kehidupan maya daripada kehidupan nyata,” ujarnya.
Dalam menjelaskan dampaknya, Atika menyoroti bahwa penggunaan internet yang berlebihan dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental. Faktor-faktor seperti terlalu lama terpapar layar, posisi duduk yang tidak sehat, dan kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan masalah fisik seperti gangguan tidur dan kelelahan mata.
Secara mental, penggunaan media sosial berlebihan dapat menyebabkan depresi, kecemasan, dan OCD (Obsessive Compulsive Disorder) karena ada ketidakmampuan mengontrol perilaku berulang untuk mengakses media sosial dan seterusnya.
Atika menekankan bahwa terapi psikologis yang umumnya digunakan untuk mengatasi kecanduan, baik itu substance maupun non-substance, lebih berfokus pada modifikasi perilaku. Ini melibatkan psikoedukasi dan pembentukan pola pikir yang lebih sehat. Terapi juga mencakup identifikasi alasan di balik penggunaan media sosial sebagai koping serta memberikan alternatif coping yang lebih sehat.
“Terapi psikologis yang biasanya digunakan untuk kecanduan, lebih banyak berbasis terapi perilaku. Ada beberapa modifikasi perilaku yang biasanya diberikan kepada individu yang kecanduan, termasuk diiringi dengan psikoedukasi. Jadi kita percaya bahwa perilaku itu sebenarnya adalah produk dari pola pikir,” jelasnya.
“Pentingnya memberikan alternatif bagi individu yang cenderung menggunakan media sosial sebagai solusi atas masalah atau stres yang mereka hadapi. Strategi coping yang terus-menerus menggunakan media sosial dapat memperburuk masalah kesehatan mental mereka,” tandasnya. ril/end