SURABAYA | duta.co – Jagat politik kian dinamis. Seluruh pasangan Capres-Cawapres sudah mengambil nomor urut dalam Pilpres yang berlangsung 14 Februari 2024. AMIN kebagian nomor 1, Prabowo-Gibran No 2 dan Ganjar-Mahfud MD nomor urut 3.
“Prosesi di KPU jalan mulus. Masalahnya sejauh mana masing-masing pasangan serius menata tim pemenangannya,” demikian Doktor M Sholeh Basyari, Direktur Ekskutif CSIIS (Center for Strategic on Islamic and International Studies) kepada duta.co, Kamis (15/11/23).
Untuk Tim Kampanye Nasional (TKN) Anies-Muhaimin (AMIN), memasang Marsdya (purn) Muhammad Syaugi Alaydrus sebagai ketua. Sementara di Pabowo-Gibran Ketua TKN dipercayakan Rosan Roeslani. Dalam jajaran Jurkamnas ada nama Maulana Habib Luthfi bin Yahya. Pasangan Ganjar-Mahfud memasang nama Arsjad Rasjid sebagai Ketua. Ada nama Mbak Yenny Wahid sebagai pendulang suara.
“Saya melihat susunan Tim Pemenangan Nasional (TPN) pasangan AMIN tidak maksimal alias ala kadarnya. Memasang Syaugi Alaydrus, sebagai kapten, yang merupakan veteran Angkatan Udara berdarah Yaman, seakan mengabaikan polemik publik muslim Indonesia terhadap kontroversi Ba’alawi. Ini rupanya tidak terpikirkan oleh mereka,” tegasnya.
Catatan lain yang menonjol, terangnya, adalah tidak adanya tokoh sebagai jangkar kemenangan. Komposisi tim yang ada secara umum levelnya adalah under spec atau dibawah (standar) spesifikasi.
“Terlepas dari spec yang ada, perjalanan tim pemenangan pasangan AMIN kurang lebih seperti sejumlah catatan kami. Pertama, pasangan ini tampak secara sengaja menghindari penggunaan isu-isu keislaman. Dengan hanya menempatkan tokoh NU lokal (Nasirul Mahasin), dan politikus PKB putri tokoh NU Banyuwangi (Nihayah Wafiroh), pasangan AMIN bisa dibaca tidak konfiden merilis isu-isu keislaman tradisional,” urainya.
Kedua, lanjutnya, representasi Islam modernis juga tidak kuat dalam tim ini. “Hadirnya Suyoto, mantan Bupati Bojonegoro, tokoh lokal Muhammadiyah, menggambarkan pasangan AMIN tidak memperjuangkan kepentingan Islam Muhammadiyah sebagai agenda penting. Ini harus terantisipasi,” tegasnya.
“Ketiga, alih-alih mengusung agenda ke-nahdliyinan dan ke-muhammadiyahan, yang ada justru menguatnya Yusuf Martak dalam tim ini. Yusuf adalah jangkar penghubung Capres Anies Baswedan-Syauqi AlAydrus (Kapten tim). Martak sebelumnya adalah tokoh utama ijtima ulama 3. Penilaian ini tak terhindari,” jelasnya.
Ketua Gerakan Pengawal Fatwa MUI serta konseptor gerakan 212, lanjutnya, adalah gambaran singkat tentang kiprah Yusuf Martak dan posisinya yang kuat dalam pasangan AMIN ini. Maka, mudah dibaca apa agenda dan program Islam yang diperjuangkan oleh pasangan ini?
“Publik akan membaca, bahwa, tiga serangkai Anies-Syauqi-Martak, plus Habib Rizieq Shihab, menyiratkan kuatnya sentimen Yaman dalam tubuh pasangan ini. Posisi tawar Muhaimin sebagai representasi kekuatan Islam Nusantara, semakin mungil dengan komposisi tim seperti itu. Padahal, sebelumnya, posisi politik Muhaimin dan PKB sudah dipersoalkan secara serius oleh mayoritas kiai, ketika tiba-tiba menyeberang bergabung dengan PKS,” urainya.
Lalu, apa yang harus dilakukan menghadapi posisi seperti ini? “Menurut kajian kami, daripada Muhaimin babak belur dihajar kaum nahdliyyin, sementara di internal tim AMIN, orang-orang PKB menjadi tidak terlalu terhormat. Dalam kondisi seperti ini, sebaiknya Cak Imin tidak usah ngoyo,” terangnya.
Alasan lain, komposisi TIM AMIN, sulit dijual, baik di kalangan Muhammadiyah dan lebih-lebih di kalangan NU. Tim ini hanya cocok dengan kebutuhan dan segmen keislaman tertentu. Sebelum nasi menjadi bubur, maka, PKB harus terselamatkan.
“Ada sejumlah faksi eksternal, mereka bisa menjadi juru selamat. Kader seperti Herry Heryanto Azumi, Marwan Jafar, Yaqut Cholil Qoumas hingga Lukman Edy, adalah kader potensial, wajib menyelamatkan PKB,” pungkasnya. (mky)