KEDIRI | duta.co– Ritual budaya dan tradisi masih melekat kuat di lingkungan masyarakat Jawa, khususnya di Kabupaten Kediri. Budaya melekat pada setiap Bulan Suro seperti ini, banyak ritual – ritual banyak digelar warga di di berbagai tempat.
Seperti di Kawah Gunung Kelud, pada Minggu (16/09/2018), Pemerintah Kabupaten Kediri menggelar agenda Larung Sesaji merupakan rangkaian Festival Kelud 2018.
Kegiatan ritual yang masih dilestarikan, bahkan pihak pemerintah kabupaten menjadikan acara ini sebagai salah satu ajang promosi destinasi wisata. Karena di satu sisi, acara ritual sesaji sendiri, dinilai masyarakat tinggal di kawasan gunung berapi ini, sebagai cara untuk mengucapkan rasa syukur kepada Allah Swt. atas nikmat yang selama ini diberikan.
Salah satu juru kunci Gunung Kelud, Suparlan atau biasa disebut Mbah Lan menjelaskan. Bahwa kegiatan larung sesaji di kawah Gunung Kelud ini sudah dilakukan secara turun temurun sebagai wujud syukur dan tolak balak dari segala musibah.
“Kita hanya melanjutkan apa yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu saja. Sesaji ini sebagai wujud sukur kita kepada Yang Maha Kuasa dan berdo’a agar masyarakat Kediri serta semua orang Indonesia selamat dari marabahaya,” jelas Mbah Lan.
Diceritakannya, bahwa Syech Subakir dahlulu kala telah memasang tumbal Ranah Jawa dengan cara semacam itu. Maka sebagai generasi penerus, masyarakat Kediri kini hanya melanjutkan ritual tersebut yang dipercaya untuk menolak balak.
Ternyata upacara ritual larung sesaji tersebut tidak hanya di Kediri, namun juga dilakukan di dua tempat lain yaitu Tulungagung dan Blitar. Dalam kisah legenda kuno, diceritakan Kediri akan berubah menjadi sungai, Blitar berubah menjadi latar atau tanah yang rata dan Tulungagung bakal dadi kedung atau sumber air.
Atas dasar itu masyarakat mempercayai bahwa dengan melarung sesaji tersebut bisa mencegah terjadinya balak. Sementara itu, sesaji yang di larung setiap daerah memiliki beda unsur. Bila di Kediri melarung cok bakal atau bunga, Blitar melarung inten dan Tulungagung melarung ikan laut.
Endang Wahyuni (40) pengunjung asal Blitar yang juga mengikuti ritual larung sesaji sampai ke Kawah Gunung Kelud mengaku telah berkali-kali setiap tahun. Pada hari-hari biasa pun dirinya mengaku sering naik puncak Gunung Kelud.
“Hampir setiap minggu saya ke sini, hanya sekedar joging menjaga kebugaran tubuh,” akunya.
Sebagai prosesnya, sesaji yang terdiri dari bunga, ingkung ayam, tumpeng, dan lainnya di bawa mendekati kawah. Di situlah digelar do’a bersama untuk memanjatkan syukur kepad Yang Maha Kuasa. Kemudian sesaji yang telah dido’a tersebut dilarung atau di bawa ke tengah kawah oleh salah satu warga bernama Dul Rokhim.
Acara ini ternyata mampu menyedot perhatian pengunjung, yang sejak pagi telah berdatangan di sekitar kawasan Kawah Gunung Kelud. Seperti diketahui, berbagai fenomena di gunung ini telah menjadi perhatian dunia. Peristiwa yang sangat menakjubkan saat dari kawah ini muncul anak gunung dan kemudian erupsi beberapa tahun lalu. (ian/nng)