ANTIKORUPSI: Abd Wachid Habibullah dari LBH Surabaya, Kristoforus L Kleden dosen FH Untag dan Pemred Duta Masyarakat Mokhammad Kaiyis saat mengisi seminar antikorupsi di UINSA. Duta/Abdul Azis

SURABAYA | duta.co – Perilaku korupsi seolah menjadi budaya yang sudah mengakar kuat. Penegakan korupsi selalu menghadapi tantangan, terutama ada banyak upaya untuk melemahkan KPK sebagai lembaga antirasuah yang konsen terhadap tindakan penyalahgunaan uang rakyat.

Korupsi menjadi isu utama dalam seminar kepemudaan yang digelar oleh Formacida Jatim dan Permada Surabaya di Aula Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya, Kamis (29/3). Ada tiga pemateri pada seminar tentang korupsi ini, yakni Abd Wachid Habibullah dari LBH Surabaya, Kristoforus L Kleden dosen FH Untag dan Pemred Duta Masyarakat Mokhammad Kaiyis.

Wachid menjelaskan, penegakan korupsi harus dilakukan secara komprehensif. Bukan hanya dari pendidikan, melawan korupsi harus dimulai dari pencegahan. “Pencegahan yang baik dimulai dari diri sendiri,” jelasnya.

Dosen Fakultas Hukum Unijoyo ini menyoroti peradilan di Indonesia. Lembaga ini dipandang sebagai gudangnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). “Penjahat yang licin itu mereka yang ngerti hukum. Hukum bisa dibolak-balik,” tegasnya.

Sementara Kleden menambahkan, perbuatan korupsi selama ini sering dilakukan oleh mereka yang sedang berkuasa. Sebab, melakukan korupsi akan mudah kalau memiliki kekuasaan. Dimana pun orang akan menginginkan kekuasaan.

“Apalagi wali kota, gubernur, presiden sekalipun, jadi korelasinya besar sekali kekuasaan dan korupsi, karena kekuasaan itu dekat dengan sumber anggaran negara. Jadi kalau ngak tahan godaan uang, mudah tergiur,” jelasnya.

Karena itulah Mokhammad Kaiyis memandang, praktik demokrasi yang berjalan di Indonesia mengundang rasa kekecewaan yang tinggi. Ongkos demokrasi itu mahal. Artinya, pernyataan ‘kalau Anda ingin kaya, jadilah politisi’, tidak masuk akal. Kecuali kekayakan itu diperoleh melalui cara-cara yang korup.

“Maka, tidak heran, kalau kemudian data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) cukup mencengangkan,” ucapnya.

Dari tahun 2004-2017 terdapat 392 Kepala Daerah tersangkut hukum, jumlah terbesar adalah korupsi dengan 313 kasus. Walhasil, politisi yang (dulu) mengajak kaya (lewat politik) sampai sekarang masih mendekam dalam jeruji besi.

Belum lagi biaya politik di negeri ini yang, kelewat tinggi. Untuk menjadi bupati, gubernur atau bahkan presiden seseorang harus menguras duit yang tidak sedikit. Begitu juga kalau ingin menjadi wakil rakyat.

Nah, ketika politik masih dianggap sebagai ladang duit, maka, kalkulasi bisnis-lah yang jalan. Siapa mau buntung? Balik modal adalah angka minimal, untung menjadi target utama, duit rakyat menjadi sasaran. Maka, jangan heran, kalau di dunia Parpol semua serba uang. azi

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry