SURABAYA | duta.co – Surabaya Coruptions Watch Indonesia (SCWI) melaporkan Komisi A ke Badan Kehormatan (BK) DPRD Surabaya, Rabu (5/2/2020). Laporan ini dilayangkan karena komisi yang membidangi hukum dan pemerintahan ini, diduga melakukan pembiaran atas aspirasi masyarakat.
Direktur SCWI Hari Cipto Wiyono menjelaskan, surat laporan dimasukkan ke sekretariat dewan. Laporan ke BK ini atas dugaan komisi A melakukan pembiaran atas permintaan hearing SCWI. Permohonan hearing yang dilakukan sejak Desember tahun lalu sampai saat ini tidak ada respon.
“Kita melapor Komisi A ke BK karena diduga melakukan pembiaran atas permintaan hearing kasus Astranawa,” ujarnya saat ditemui di Gedung DPRD Surabaya usai melapor.
Cipto, sapaannya, menerangkan, pada 16 Desember 2019, pihaknya melayangkan surat ke Komisi A yang berisi permohonan dilakukan hearing atas kasus tanah ASTRANAWA. Namun, permintaan itu tidak direspon dengan baik.
Tanah itu, sekarang dikuasai partai politik (PKB red.), menurut putusan pengadilan Surabaya atas tersebut pemberian YKP, yang notabene tanah Pemkot. Kalau benar tanah Pemkot, berarti gratifikasi, tidak boleh dibiarkan. Jangan sampai tanah Pemkot jadi bancakan.
“Dua minggu kemudian saya datang lagi ke Komisi A ditemui Pak Syaifuddin Zuhri dan Imam Syafi’i. Mereka menyarankan agar semua anggota komisi A diberi surat. Kita turuti,” jelasnya.
Atas saran itu, Cipto melayangkan surat kembali pada tanggal 20 Januari 2020. Sayangnya, meski saran itu dilakukan, Komisi A tetap tidak merespon dengan baik hingga hari ini. “Setelah semua kita surati, juga tidak ada respon, akhirnya kita harus mengadu ke BK,” ujarnya.
Sudah Tidak Takut Tuhan
Cipto menjelaskan, permintaan hearing atas kasus tanah Astranawa ini dinilai penting. Sebagai elemen yang bergerak di bidang korupsi, SCWI memandang pemberian tanah Astranawa dari YKP ke PKB Jawa Timur diduga mengandung unsur korupsi atau gratifikasi.
“Sebagai elemen anti kroupsi merasa terpanggil untuk melakukan pencegahan dan menyelamatkan aset negara dengan cara mengadu ke komisi A untuk dilakukan hearing untuk mencegah pemberian tanah itu dari YKP ke PKB Jatim,” ungkap Cipto.
Mengingat masalah ini cukup krusial, sementara Komisi A tidak merespon dengan baik, maka sikap itu disinyalir sengaja membiarkan perbuatan dugaan korupsi itu terjadi. “Intinya komisi A melakukan pembiaran terhadap pemberian aset tanah YKP ke PKB Jatim,” ujarnya.
Cipto menduga, tidak adanya respon dari komisi A karena ada yang menghalang-halangi, karena menyakut politik. Mereka bisa jadi bagian dari orang-orang yang mekakukan gratifikasi. “Padahal niat kita baik, ingin menyelamatkan aset negara,” tandasnya.
Bahkan ada anggota komisi yang terang-terangan membela partainya. Kita sampai gegeran. “Sah-sah saja, boleh-boleh saja. Tetapi kalau salah, masak mau dibela. Saya melihat mereka ini sudah tidak takut dengan pertanggungjawaban akhirat. Ini kewajiban mereka. Berapa lama sih menjadi anggota DPRD? Sementara, pengadilan akhirat tidak mungkin bisa dipermainkan,” jelasnya heran.
Ironisnya, menurut Cipto, semua lembaga diam. Pemkotnya diam, wakil rakyat ketakutan, pengadilannya membiarkan, lembaga-lembaga anti korupsi, semua tidak bicara. “Ada apa ini?” tegasnya. (zi)