SURABAYA | duta.co – Selama ini, Langgar Gipo (Mushalla Bani Gipo) yang berada di Kalimas Udik 1/51, Surabaya, tidak ada yang meliriknya sebagai destinasi wisata riligi. Padahal keberadaannya sangat penting dan strategis. baik bagi sejarah kemerdekaan Indonesia, mau pun lahirnya Nahdlatul Ulama (NU) pelindung NKRI (Negara Kesantuan Republik Indonesia).
“Terima kasih Pak Eri. Terima kasih Pak Wali Kota Surabaya. Sebagai warga NU, darah nahdliyin beliau tidak bisa disembunyikan,” demikian disampaikan Yusuf Hidayat (Gus Yusuf), alumni PP Tebuireng yang notabene mantan Ketua Lazisnu PCNU Surabaya kepada duta.co, Sabtu (16/6/24).
Sebagaimana rilis diterima duta.co, bahwa, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi meresmikan Langgar Gipo (Musala Bani Gipo) sebagai Cagar Budaya dan Destinasi Wisata Kota Lama pada Sabtu, (15/6/2024).
Langgar dua lantai dengan luas 209 meter persegi itu, merupakan saksi sejarah pergerakan ulama Nahdlatul Ulama (NU), yakni KH Hasan Gipo, Ketua Umum PBNU pertama. Di langgar tersebut para santri digembleng sebelum berangkat melawan penjajah dan tempat para ulama merumuskan strategi.
Dalam sambutannya, Eri mengatakan, Langgar Gipo ini tempat bersejarah, penggemblengan para santri di masa penjajahan, kedua langgar tersebut juga tempat bertemunya para ulama. Sehingga, Cak Eri (demikian ia akrab disapa) ingin sejarah dari Langgar Gipo tetap diketahui oleh anak-anak muda, seperti generasi milenial dan Gen Z.
“Saya ingin anak cucu saya kelak atau anak-anak Surabaya, Gen Z dan milenial mengenalnya. Mereka boleh terus maju, tapi, jangan melupakan sejarahnya. Sehingga, hari ini saya tetapkan Langgar Gipo menjadi Cagar Budaya dan lantai duanya menjadi museum,” kata Eri Cahyadi.
Guna mengenalkan wisata religi bersejarah kepada para pelajar, Wali Kota Eri memastikan mempromosikan Langgar Gipo. Tujuannya, agar para siswa dan anak muda di Surabaya bisa mengenal sejarah kotanya.
“Nanti InsyaAllah, saya akan mengajak siswa SD dan SMP yang berada di bawah wewenang Pemerintah Kota Surabaya (Pemkot Surabaya) untuk menggunjungi Langgar Gipo sebagai wisata religi. Sehingga, nanti akan tahu sejarahnya seperti apa,” paparnya.
Langgar Gipo sendiri dipugar sejak Februari 2024, dalam pengembangannya sebagai wisata religi bersejarah akan melibatkan pihak keluarga keturunan Sagipoddin (pendiri Langgar Gipo), yang tergabung dalam Yayasan Insan Keturunan Sagipoddin (IKSA).
“Jangan sampai generasi muda tidak tahu sejarah,” demikian komentar Edy M Ya’kub, wartawan LKBN Antara yang menulis rekam jejak H Hasan Gipo (Ketua Umum PBNU Pertama) yang memiliki nama asli H Hasan Basri Sagipoddin kepada duta.co.
Sementara, Generasi kelima dari keturunan Sagipoddin, Abdul Wahid Zain menceritakan bahwa Langgar Gipo sudah berusia 304 tahun pada 2024, tetapi sejak dibangun Langgar tersebut baru disertifikasi pada tahun 1830 oleh H Tarmidzi (anak H Sagipoddin/Abdullatif, pendiri Langgar Gipo).
Setelah itu, H Hasan Basri Sagipoddin yang dikenal dengan KH Hasan Gipo melakukan optimalisasi fungsi langgar sebagai salah satu tempat pergerakan dalam melawan penjajah. Dari situlah jejak sejarah KH Hasan Gipo yang dikenal sebagai tokoh pergerakan.
Pada tahun 1996, Yayasan IKSA mulai memfungsikan Langgar Gipo sebagai tempat halal bihalal bani Gipo. Kini, Langgar Gipo menjadi bangunan Cagar Budaya dan Destinasi Wisata Religi melalui SK Wali Kota Surabaya No 188.45/63/436.1.2/2021 tanggal 21 Februari 2021 lalu. (mky)