BEDA PANDANGAN: Jokowi melantik Ignasius Jonan sebagai Menteri ESDM.
JAKARTA | duta.co – Masyarakat sudah berkali-kali disuguhi kebijakan Presiden Jokowi yang tidak konsisten. Alias plin-plan. Orang Jawa bilang “isuk kedelai sore tempe”. Tidak jelas.
Paling mutakhir, dalam rapat kabinet terbatas di Istana Kepresidenan, Pemerintahan Jokowi sudah menyatakan bahwa Badan Pengusahaan (BP) Batam bakal dibubarkan lantaran terjadi dualisme kepemimpinan. Namun sehari kemudian kebijakan itu dibatalkan. BP Batam tidak jadi dibubarkan.
Keputusan dari ratas tersebut selain menegaskan bahwa BP Batam tidak dibubarkan adalah jabatan Kepala BP Batam dirangkap secara ex officio oleh wali kota Batam. Aturan mengenai hal itu akan segera dibuat kemudian.
Miskomunikasi tentang pembubaran BP Batam bukan kali pertama dilakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam memutuskan kebijakan. Miskomunikasi antara Presiden dan menterinya ini menjadi biang ketidakpastian—baik di bidang ekonomi maupun politik– dan membingungkan masyarakat.
Tercatat sejak pertama kali menjabat, Jokowi bahkan pernah secara langsung turun tangan dalam memutuskan pembatalan kebijakan penting. Bahkan Ignasius Jonan dua kali menjadi “korban” kebijakan plin-plan ini.
Ini pun menjadi tanda tanya besar, khususnya bila dikaitkan dengan Jokowi sebagai capres petahana yang ingin maju lagi meraih kursi kekuasaan presiden. Jokowi takut tidak populis hingga elektabilitasnya anjlok atau sedang mencari simpati masyarakat untuk mendongkrak elektabilitasnya, yang pada Januari 2019 terancam disalib Prabowo Subianto, rival politiknya.
Setidaknya ada lima kebijakan Plinplan Jokowi, yang terkesan dia takut dikritik atau untuk mencari simpati. Lima kebijakan itu antara lain:
1. Ojek Online: Dilarang Jonan, Dibatalkan Jokowi
Jauh sebelum adanya pembatalan pembubaran BP Batam, Presiden Jokowi pernah membatalkan kebijakan yang dikeluarkan oleh anak buahnya sendiri melalui akun Twitter. Kisruh izin transportasi online yang terjadi saat Ignasius Jonan menjabat Menteri Perhubungan membuat mantan Dirut KAI itu bertindak tegas.
Alasan pelarangan itu adalah transportasi online berbenturan dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Dalam payung hukum UU LLAJ belum diatur mengenai transportasi berbasis aplikasi. Sehingga keberadaan ojek online saat itu sejatinya masih ilegal. Sebabnya adalah menggunakan kendaraan pribadi sebagai transportasi umum.
“Saya segera panggil Menhub. Ojek dibutuhkan rakyat. Jangan karena aturan rakyat jadi susah. Harusnya ditata -Jkw,” kicau Jokowi saat itu.
Hingga hari ini, transportasi online tetap beroperasi kendati masih banyak kendala yang banyak dibenahi termasuk aturan mendasar yang menjadi alasan Jonan melarangnya saat itu.
2. Membatalkan Kenaikan Harga Premium
Kali ini masih berurusan dengan orang yang sama meski beda kebijakan. Saat gelaran IMF-World Bank tengah berlangsung di Bali, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengumumkan bahwa harga BBM jenis premium akan naik per Rabu 10 Oktober 2018 pukul 18.00.
Harga premium naik menjadi sebesar Rp 7.000 per liter untuk di daerah Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) dan Rp 6.900 per liter untuk di luar Jamali. Jonan bahkan menyebut bahwa kenaikan harga premium ini sesuai arahan Presiden Jokowi.
Namun belum sempat dilaksanakan, kebijakan itu langsung dibatalkan. Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, harga premium batal naik berdasarkan arahan Presiden Jokowi.
Lho, dalam sehari kok ada dua arahan Presiden yang berbeda bahkan bertolak belakang?
3. Membatalkan Kebijakan Daftar Negatif Investasi di Sektor UMKM
Turunan dari Paket Kebijakan Ekonomi ke-16, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut ada 25 bidang usaha yang dibuka penuh untuk investasi asing. Bidang usaha itu antara lain usaha skala mikro, kecil, dan menengah (UMKM) seperti warung internet.
Kebijakan itu dikeluarkan guna menekan defisit transaksi dengan cara mengundang masuk investasi asing ke dalam negeri. Tidak kalah kontroversial, beragam kritik datang khususnya dari kalangan pengusaha hingga kubu oposisi.
Berjarak hanya satu pekan, Jokowi memastikan akan mengeluarkan sektor UMKM dari revisi DNI yang masuk dalam Paket Kebijakan Ekonomi ke-16.
Hal itu ia sampaikan dalam Rapimnas Kadin di Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (28/11) yang juga dihadiri oleh Darmin Nasution. Dia mengaku keputusan itu diambil usai mendengar masukan dari Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani dan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bahlil Lahadalia.
“Barangnya (Rancangan Peraturan Presiden) itu belum sampai ke Istana, perpresnya belum saya tanda tangani,” kata Jokowi.
4. Pembubaran BP Batam Tidak Jadi Dibatalkan
Keputusan pembubaran BP Batam ini diambil oleh Presiden Joko Widodo setelah melakukan rapat terbatas mengenai Pengembangan Batam, di Kantor Presiden, Rabu (12/12). Presiden Jokowi gundah lantaran adanya dualisme kewenangan antara BP Batam dan Pemda sehingga membuat realisasi investasi di wilayah ini berjalan lambat.
Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan terjadi kesalahpahaman mengenai bubarnya BP Batam. Darmin menilai, banyak yang salah mengartikan informasi tersebut. Ia menjelaskan, BP Batam tetap ada. Hanya saja, badan tersebut akan diketuai oleh wali kota. Hal ini dilakukan guna memecahkan masalah dualisme.
“Enggak bubar, lah. Kalau bubar berarti bubar dong FTZ (Free Trade Zone) Batam. (Intinya) BP Batam ketuanya ditangkap oleh wali kota. Nanti tetap ada,” kata Menko Darmin.
5. Polemik UU MD3
Presiden Joko Widodo tak kunjung menandatangani pengesahan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD atau MD3 setelah 30 hari disahkan di tingkat paripurna parlemen.
UU MD3 itu dengan demikian otomatis berlaku meski Jokowi tak membubuhi tanda tangannya. UU MD3 ini disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 12 Februari lalu.
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menegaskan UU MD3 sudah sah dan pemerintah wajib menindaklanjuti hal tesebut. Lepas dari itu, kata Margartio, masyarakat akan melihat Jokowi tidak bisa tegas dalam menyikapi masalah ini.
“Jokowi makin kelihatan plin-plan ya. Masyarakat dalam hal ini tetap akan menyalahkan Jokowi karena sikap awalnya yang kaget dan menolak revisi UU MD3, tapi setelah 30 hari ini tidak melakukan apa-apa juga,” kata Margarito, Rabu (14/3).
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly sempat menyebut Presiden Jokowi kaget dengan revisi UU MD3 yang disahkan DPR. Jokowi, kata Yasonna, juga tidak akan menandatanganinya.
Menurut Yasonna, ada sejumlah pasal yang dipersoalkan pemerintah dalam revisi UU MD3. Salah satunya terkait dengan kriminalisasi terhadap penghina martabat anggota DPR.Menanggapi ‘drama’ Menteri Yasonna tersebut, Margarito curiga sejak awal ada yang salah di dalam manajemen keputusan pemerintahan Jokowi.
“Menkumham itu kan mewakili presiden. Tapi gimana ceritanya kalau Jokowi kaget atas keputusan yang sudah dibuat Menkumham dan DPR itu?,” kata Margartio.(jpc/cnni)
Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry