LA NYALLA saat ini aktif safari Ramadhan mengunjungi pesantren dan memberi bantuan untuk anak yatim dan kaum dhuafa lain.

SURABAYA | duta.co – Wacana calon tunggal di Pilgub Jatim 2018 mendatang dinilai kurang sesuai dengan iklim demokrasi yang tengah berkembang dengan baik. Terlebih, masih banyak tokoh di Jatim yang pantas dan layak tampil dalam pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

Salah satu di antara tokoh yang layak maju menjadi penantang Wagub Jatim Saifullah Yusuf di Pilgub Jatim mendatang adalah Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jatim La Nyalla Mahmud Mattalitti. Pengamat politik Mochtar W. Oetomo pun menilai sosok La Nyalla bisa menjadi pilihan alternatif bagi masyarakat dan partai politik.

“Saya rasa itu wajar saja, dengan modal sosial dan politik yang dia miliki selama ini, pantas jika kemudian La Nyalla berniat ikut running dalam Pilgub Jatim,” ujar dosen di Universitas Trunojoyo Madura (UTM) ini, Minggu (4/6/2017).

Ia menerangkan, La Nyalla perlu “mengukur baju” dulu melalui survei. Pasalnya, selama ini nama La Nyalla tidak masuk dalam bursa Bacagub dan Bacawagub yang dilakukan beberapa lembaga survei yang pernah dipublish.

“Tapi dengan ketokohannya selama ini saya rasa La Nyalla punya modal popularitas dan akseptabilitas yang bisa dikembangkan untuk memperoleh elektabilitas,” dalih Mochtar.

Diakui Moechtar, saat ini tidak bisa dipungkiri untuk posisi calon gubernur, kans La Nyalla sangat berat. Namun jika untuk calon wakil gubernur lebih besar potensinya. “Masih butuh kerja keras. Popularitas barangkali mencukupi. Tapi untuk bisa dipilih, popularitas saja tidak cukup, mesti naik menuju akseptabel, disukai, didukung,” ungkapnya.

Safari Ramadan yang dilakukan La Nyalla Academia selama ini hanya mampu mendongkrak popularitas. Namun itu belum cukup untuk mendongkrak akseptabilitas, apalagi elektabilitas. Safari Ramadan dinilai sudah jamak dilakukan tokoh-tokoh lain, sehingga dari sisi politis kurang memiliki nilai lebih.

Untuk itulah, lanjut Moechtar, perlu melakukan survei kebutuhan, keperluan dan kepentingan publik untuk dijadikan bekal bagi penyusunan program aksi pemenangannya. “Harus sesuai kebutuhan dan keperluan publik, bukan sesuai dengan keperluan dan kebutuhan tim sukses. Ingat, pemilih sesungguhnya adalah publik bukan tim sukses. Tugas tim sukses adalah membuat publik memilih calonnya,” imbuhnya.

Sementara itu, ketika dikonfirmasi, Ketua MPW Pemuda Pancasila Jatim La Nyalla Mattalitti mengakui memang bersedia tampil di Pilgub Jatim. Ia mengatakan pada tahun 2018 mendatang jangan sampai hanya ada satu calon. “Kalau memang benar ada satu calon itu pertanda kemunduran demokrasi di Jatim,” tegas La Nyalla.

Kesiapan La Nyalla untuk maju bukan tidak beralasan. Ia mengaku sebenarnya juga sudah banyak didukung agar maju pilgub, namun belum bisa manyatakan kebersediaannya. Kini akhirnya ia menandaskan siap menjadi kompetitor Gus Ipul di pilgub tahun depan.

Kendati demikian, La Nyalla merasa masih banyak tokoh lain yang punya potensi menjadi gubernur maupun wakil gubernur Jatim periode 2018-2023. “Jawa Timur tidak hanya punya Gus Ipul. Masih banyak tokoh lain yang berpotensi di pilgub,” ujar alumnus Universitas Brawijaya Malang ini.

Terkait target yang diincar, La Nyalla belum bisa memastikan karena segala kemungkinanya masih terbuka lebar. Kemungkinan calon gubernur maupun wakil gubernur, masih harus ditunggu perkembangannya. “Bisa saja saya bergandeng dengan Gus Ipul. Tetapi Gus Ipul tidak mau bergandengan dengan saya,” tegasnya.

Tak Akan Mulus

Terpisah, wakil ketua DPW Partai NasDem Jatim Moh. Eksan mengatakan bahwa wacana calon tunggal itu tampaknya tak akan berjalan mulus, karena sejumlah reaksi penolakaan cukup kuat, bahkan beberapa parpol di Jatim sudah berani menyebut nama penantang Gus Ipul– sapaan akrab Wagub Jatim.

“Wacana calon tunggal, tidaklah produktif dalam pembangunan demokrasi yang sehat dan matang. Sebab, 32 juta pemilih yang bersebar di 38 kabupaten/kota di Jatim, dipaksa untuk tidak memilih. Tidak ada alternatif kecuali one and only incumbent candidate (satu dan hanya satunya kandidat inkumben),” jelas Eksan.

Pertimbangan lainnya, kata Eksan, sistem demokrasi dihadirkan sebagai lawan dari sistem monarkhi dan aristokrasi. “Calon tunggal tak ubahnya dengan sistem dinasti dan elit yang totaliter, yang tak menyajikan alternatif pilihan kepada rakyat. Padahal, demokrasi itu sistem yang terbuka bukan sistem yang tertutup,” tegas mantan Komisioner KPU Jember.

Ia mengingatkan, setiap warga negara punya kesempatan yang sama untuk dipilih dan memilih. Tentunya mereka yang memenuhi syarat sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan. Eksan mengutip pernyataan Robert W. Hefner, bahwa democratic civity (keadaban demokrasi), keterbukaan dan partisipasi. Tafsir dari keadaban demokrasi itu dilihat dari kualitas dan kuantitas keterbukaan dan partisipasi dalam menilai demokrasi tersebut.

Anggota Komisi E DPRD Jatim ini mengingatkan, mayoritas negara-negara di dunia, menilai demokrasi Indonesia sudah matang. Hiruk-pikuk, centang paranang pilgub DKI Jakarta, berakhir dengan happy-ending. Semua pihak bosa menerima hasil pemilu. Yang menang mau yang kalah, mampu menunjukkan sikap yang kesatria. Demokrasi Indonesia sangat mengagumkan.

Karena itu, tidak pada tempatnya beralasan, wacana calon tunggal, agar eskalasi politik terkendali, tak seperti Pilgub DKI Jakarta yang panas dan berpotensi menimbulkan disintegrasi nasional. Sebab proses politik demokratis tak mengganggu terhadap pembangunan ekonomi Jatim. “Bagaimanapun, Pilgub Jatim merupakan momentum terbaik bagi masyarakat memperoleh pencerahan dari kontestasi politik gagasan dari para bakal calon yang maju,” jelasnya.

Ditambahkan sosialisasi dan kampanye adalah saat-saat yang sangat penting dan strategis dalam melakukan “dialog publik. Para kandidat, tim sukses, partai politik, kader, simpatisan dan masyarakat umum dapat berinteraksi dengan intens untuk menemukan gagasan yang terbaik bagi perkembangan dan kemajuan Jatim ke depan.

Kontestasi politik gagasan akan mendidik warga, bukan hanya tahu terhadap program para kandidat, akan tetapi juga memberikan umpan-balik bagi perkembangan dan kemajuan Jatim, dan semua itu tidak akan didapati masyarakat jika calon pemimpin yang ditawarkan hanya tunggal. Jadi, capaian demokrasi Indonesia janganlah didown-grade oleh manuver calon tunggal yang tak senafas dengan nilai keterbukaan dan partisipasi dalam demokrasi.

“Demokrasi bukan seperti sistem khilafah yang tunggal ala Hizbut Tahrir, bukan pula sistem one party system ala komunis. Demokrasi Indonesia adalah sistem terbuka yang menjamin keterwakilan konfiguratif dari kekuatan politik yang plural di Jatim. Semua elite tanpa terkecuali berkewajiban menghadirkan Pilgub Jatim yang mencerminkan segala kekuatan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Semua bertujuan untuk Jatim lebih baik Pasca Pakde Karwo,” tegas Wakil Sekretaris PCNU Jember tersebut.

Terpisah, Gus Ipul yang diproyeksikan Pakde Karwo sebagai calon tunggal mengaku dirinya tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk memborong partai politik. Menurut mantan Ketua Cabang HMI Jakarta ini, yang ia miliki hanya teman baik yang kebetulan saat ini jadi pemimpin partai.

Alumni FISIP Universitas Nasional (Unas) Jakarta ini membeberkan, sejak dulu dirinya memelihara hubungan baik dengan siapa saja, termasuk dengan para elit politik. Hubungan koneksi itulah yang menjadi modal dirinya saat ini. Hubungan baik itu bisa berbuah dukungan politik bisa juga tidak sama sekali. Sebab, setiap partai punya mekanisme internal untuk menentukan calon pemimpin dan mengeluarkan rekom.

“Saya juga tidak pernah berpikir menjadi calon tunggal, jadi tak perlu memborong partai. Yang terpenting berkompetisi secara sehat,” pungkas Ketua PBNU ini. (ud)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry