Dekan FK Unair, Prof Budi Santoso saat menjadi salah satu narasumber dalam webinar Pendidikan kedokteran dengan tema Tantangan Globalisasi Pendidikan Kedokteran Indonesia di Era Disruptif, Rabu (9/6/2021). DUTA/ist

Dekan FK Unair : Lulusan Dokter Tidak Boleh Memperkaya Diri

SURABAYA | duta.co – Perubahan yang begitu cepat di dunia ini membuat semuanya harus bisa menyesuaikan secara cepat pula. Terutama perubahan yang berhubungan dengan teknologi Informasi.

Perubahan itu juga harus dipahami center-center pendidikan kedokteran di Indonesia. Bahwa, kurikulum pendidikan dokter di Indonesia bahkan di dunia harus berubah. Harus bersifat dinamis tidak lagi statis.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair), Prof Dr dr Budi Santoso, SpOG(K) mengatakan  dengan kurikulum pendidikan dokter yang bersifat dinamis, maka akan dengan cepat bisa menyesuaikan diri.

“Contohnya, dulu tidak ada telemedicine, sekarang dengan teknologi yang semakin canggih sudah mulai ada telemedicine, sehingga tidak perlu bertatap muka antara dokter dan pasiennya,” ujar Prof Bus, panggilan akrab Prof Budi Santoso.

Memang, diakui Prof Bus, pendidikan kedokteran ini, sangatlah unik. Di mana dokter ketika menempuh pendidikan tidak hanya diajari materi, tapi keterampilan, skill dan pengalaman yang banyak. Bahkan di masa pandemi Covid-19, tidak semua materi kuliah bisa dilakukan secara online atau daring. “Dan salah satu profesi yang diatur undang-undang itu dokter,” tandasnya.

Karena itu, FK Unair yang menjadi salah satu center pendidikan dokter di Indonesia yang sudah cukup lama berdiri diajak berdiskusi oleh panitia kerja Rancangan Undang-Undang Pendidikan Dokter DPR RI. “Kami memberikan masukan-masukan pada panja bagaimana pendidikan dokter itu seharusnya, dari pengalaman-pengalaman kami selama ini. Salah satunya adalah kurikulum kedokteran yang bersifat dinamis tersebut,” tukas Prof Bus.

Nantinya, center-center pendidikan dokter di Indonesia atau memiliki kualitas yang seragam antara satu dengan yang lain. “Dan yang tak kalah penting adalah mencetak dokter yang bukan hanya memperkaya diri sendiri tapi mampu memikirkan keselamatan dan kemajuan bangsa,” jelasnya.

Emmanuel Tular, Tim Ahli dari  Fraksi Nasdem DPR RI yang mengusulkan adanya RUU Pendidikan Dokter ini mengaku bahwa selama ini, Indonesia mengalami apa yang dinamakan mal distribusi. Yakni keberadaan dokter tidak merata antara satu daerah dengan daerah lainnya.

Padahal, sebenarnya, lulusan dokter itu sangat banyak setiap tahunnya, tapi karena menumpuk di kota besar, akhirnya di daerah mengalami kekosongan.

“Dari awal harus ada regulasi bahwa dokter harus juga ada di daerah terpencil sekalipun. Itu harus ditanamkan pada mahasiswa kedokteran ketika mereka menempuh pendidikan dokter. Agar mau bertugas di daerah terpencil sekalipun,” tukasnya.

Selain itu, kata Emmanuel nantinya uji kompetensi bagi mahasiswa yang sudah lulus program profesi dokter akan lebih dimudahkan. Sehingga lulusan tidak harus mengulang-ngulang uji kompetensi berkali-kali yang bisa menghabiskan dana ratusan juta.

“Selama ini dokter yang tidak lulus uji kompetensi berkali-kali bisa menghabiskan banyak dana. Kasihan kan, kita kurang dokter di daerah tapi menjadi dokter dipersulit. Dipermudah tapi tetap dengan standar-standar yang ditetapkan,” tukasnya. end/ril

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry