TRENGGALEK | duta.co — Lebaran Syawal 1439 Hijriyah atau Tahun 2018 Masehi masih belum usai. Seperti yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Tradisi Kupatan ini dipusatkan di Pondok Pesantren Babul Ulum, Kecamatan Durenan, sebagai awal munculnya tradisi lebaran kupat setelah menjalankan puasa sunah atau Syawalan dan dirayakan di berbagai kecamatan lain seperti Trenggalek, Pogalan, Gandusari, Karangan, Tugu dan Panggul.

Sementara, perayaan di Durenan tepatnya di Pondok yang dicikal bakali Mbah Mesir itu diawali dengan melakukan pawai ta’aruf dengan mengarak gunungan ketupat raksasa keliling kampung.

Usai dikirab gunungan yang berisi ketupat sayur lengkap dengan lauk pauknya ini diperebutkan oleh warga yang berada di sekitar pesantren. Aksi ini menjadi kemeriahan tersendiri diantara tradisi lebaran Ketupat.

Plt Bupati Trenggalek, H Moch Nur Arifin bersama forkompimda, yang berkenan memberangkatkan kirab tumpeng itu  mengatakan,  acara syawalan merupakan tradisi tahunan untuk menghormati dan menghargai jasa-jasa para ulama. Menurutnya, para ulama terdahulu dikenal sangat pemberani dalam menegakkan ajaran Islam.

“Selain berani dan tegas, mereka tetap santun dalam melakukan dakwah atau mengajak masyarakat untuk masuk Islam. Yakni, mengenalkan Islam sebagai agama perdamaian dan rahmat bagi seluruh alam. Dengan tetap menjunjung tinggi toleransi,” katanya, Jum’at, (22/6/2018) di Trenggalek.

Dikatakannya, tradisi syawalan dengan berziarah, menurutnya, merupakan cara untuk napak tilas kebesaran para ulama di Trenggalek. Yakni, selain mendoakan, juga untuk meneladani perjuangan para ulama terdahulu.

“Salah satunya meneladani nilai persaudaraan dengan selalu meningkatkan ukhuwah Islamiah. Selain itu, meningkatkan ketekunan dalam mencari atau belajar agama Islam. Sehingga menjadi pribadi yang  pintar atau alim dan juga soleh atau tekun dalam beribadah,” tandasnya.

Plt Bupati Trenggalek, Mochammad Nur Arifin, mengaku kagum dengan tradisi yang telah dilakukan selama puluhan tahun tersebut. Karena mampu mengumpulkan ribuan warga untuk saling bersilaturrahmi bersama.

“Dari tradisi yang dilakukan ulama kharismatik, kemudian ditularkan kepada masyarakat, ini sangat bagus sekali untuk menjaga tali silaturrahmi di antara warga. Apalai sekarang ada kirab ketupat yang membuat suasana yang semakin meriah,” jelas Arifin.

Sementara itu pengasuh Ponpes Babul Ulum, Kiai Abdul Fattah Muin, menjelaskan, kegiatan seremonial berupa kirab ketupat tersebut bukan sebagai esensi utama dari tradisi yang ada, namun hanya sebagai sarana untuk memeriahkan kupatan.

Kegiatan inti dari lebaran ketupat ini adalah saling bersilaturahmi antara warga satu sama lain dan saling maaf-memaafkan. Perayaan lebaran ini baru dilakukan pada H+7 karena selama enam hari terakhir sebagian warga melakukan puasa sunnah Syawal.

“Kalau di sini ini tradisinya memang seperti itu, silaturrahmi pertama Idul Fitri dilakukan pada tangal 1 Syawal, kemudian setelah itu puasa sunnah. Baru setelah itu Kupatan,” ujar Abdul Fattah Muin.

Dijelaskannya, tradisi yang kini dirayakan sebagian besar warga di Kecamatan Durenan tersebut berawal dari leluhur Kiai Abdul Masir. Kala itu, sang kiai rutin melakukan puasa sunah Syawal dan baru menggelar ‘open house’ pada hari raya ke delapan.

“Tradisi itu kemudian juga diikuti kakek saya, Mbah Yai Imam Mahyin, waktu itu hanya satu keluarga. Kemudian setelah beliau wafat dilanjutkan oleh ayah saya, saat itu ada sekitar 15 rumah dan pada generasi saya sudah menyebar satu kecamatan, bahkan sampai kecamatan lain,” jelasnya.

Dalam tradisi Kupatan, masing-masing rumah menyediakan sajian khas berupa ketupat sayur lengkap dengan aneka lauk pauk, salah satu sayur yang sering dihidangkan sebagai pendamping adalah sayur nangka muda maupun sayur kacang loto.

Sambutan meriah terhadap perayaan tahunan ini tampak terasa di sejumlah ruas jalan raya di wilayah Durenan. Kepadatan arus lalu lintas mencapai satu kilometer yang mulai terjadi sejak pagi hingga sore hari.

Warga yang menyambut kupatan tidak hanya dari lingkungan sekitar Kecamatan Durenan, namun juga dari berbagai daerah di Trenggalek hingga luar kota.

Salah seorang warga, Cahya (35), mengaku sengaja datang ke perayaan kupatan karena ingin bersilaturrahmi bersama kerabatnya yang ada di ujung timur Trenggalek tersebut. “Saya memilih ke sini sekarang karena memang perayaan lebaran baru sekarang,” ujar Cahya.

Usai itu, Plt. Bupati bersama rombongan juga melakukan safari halal bihalal ke Pondok Tengah Kamulan yang mana mayoritas santrinya dari berbagai kota, dan masih beberapa diantar mereka yang masih tinggal pada saat lebaran tiba. (tat/sup)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry