SURABAYA | duta.co – Tidak lama setelah beredar kabar penolakan ‘Kirab Satu Negeri, Dzikir Kebangsaan’ serta kedatangan Ketua Umum GP Ansor, Gus Yaqut Cholil Quomas Ahad (23/9/2018) di bumi Riau, kini beredar ‘sindiran keras’ Syaukani Alkarim, Anggota DPRD Kabupaten Bengkalis, Riau melalui akun facebooknya.

“Menggelikan, sekaligus terdengar menjijikkan, ketika mendengar Tuan ingin berkhutbah tentang kebangsaan, NKRI, atau tentang Pancasila, di kampung kami, Riau,” begitu Sayukani mengawali tulisannya yang beredar di grup-grup WA, sampai Rabu (19/9/2018) pagi ini.

Catatan Syaukani ini mendapat ragam jawaban. Ada yang setuju, sekedar untuk mengingatkan GP Ansor dan Banser yang sering diberitakan menolak kedatangan tokoh, ada juga yang miris lantaran khawatir perpecahan horisontal semakin melebar, hanya gegara diperalat kekuasaan.

“Kita sudah diperalat gerombolan orang yang rakus kekuasan, takut jabatannya hilang. Atas nama negeri, NKRI, Pancasila, kebangsaan kita gegap gempita menolak saudara seiman, sebangsa dan setanah air. Ini semua justru merapuhkan persatuan dan kesatuan bangsa,” demikian komentar warganet.

‘Kirab Satu Negeri’ dan ‘Dzikir Kebangsaan’ yang digagas GP Ansor, akhirnya mendapat perlakuan yang sama, ditolak. Seperti diberitakan riauonline.co.id, Kesultanan Siak menolak acara Kirab Satu Negeri sebab merasa pihak panitia ingin mengajarkan kebangsaan kepada masyarakat Melayu.

“Jangan ajarkan kami kebangsaan dengan pemahaman kalian, sebab kami orang Melayu Riau dan keluarga kerabat Kesultanan Siak sudah lebih dahulu mempraktikkan kebangsaan dan nasionalisme yang benar dalam kehidupan kami sehari-hari sejak Republik Indonesia ini berdiri,” tegas pihak kesultanan.

Kesultanan juga menolak kehadiran Ketua GP Ansor Yaqut Cholil di bumi Melayu. Alasannya, pria yang akrab disapa Gus Yaqut itu telah membiarkan persekusi terhadap ulama yang dilakukan oleh Banser sebagai organisasi kepanjangan dari GP Ansor.

“Kami juga tidak mengijinkan Ketua GP Ansor saudara Yaqut Cholil untuk menginjakkan kaki di bumi Melayu selagi tindakan persekusi terhadap dakwah ulama kami kalian lakukan lewat tekanan Ormas kalian di Jawa sana,” tegas perwakilan Kesultanan Siak dalam rilis pers.

Bahasa Syaukani Alkarim lebih pedas lagi. “Izinkan kami bertanya: Apa yang sudah negeri Tuan sumbangkan kepada Indonesia, sehingga Tuan merasa berhak untuk menceramahi kami soal kebangsaan? Minyak kampung kami juga ikut dalam tol, dalam jalan yang tuan injak di kampung Tuan. Minyak kami sudah membangun gedung gedung di kampung Tuan, bahkan republik ini. Itu sumbangan kami, mana sumbanganmu?,” demikian Syaukani.

Berikut catatan lengkapnya diambil dari facebook Syaukani Alkarim:

Menggelikan, sekaligus terdengar menjijikkan, ketika mendengar Tuan ingin berkhutbah tentang kebangsaan, NKRI, atau tentang Pancasila, di kampung kami, Riau.

Tuan mungkin sedang mengidap amnesia sejarah. Baiklah, aku sampaikan lagi, bahwa ketika negeri yang bernama Indonesia ini merdeka tahun 1945, kami masih negara berdaulat, dan lalu kami dengan kesadaran memutuskan untuk bergabung, menjadi Indonesia.

Kami masuk ke Indonesia, bukan dengan tangan kosong seperti Tuan. Kami menyumbang 10 provinsi, 2 daerah jajahan, 39 butir berlian, uang 13 juta gulden, menyumbang minyak, dan memberikan bahasa. Bahkan sampai hari ini, tanah kami, mulai dari blok kangguru, Dumai, dan Pakning, masih menyusukan negeri ini dengan 900 ribu barrel setiap hari. Kami berikan juga hasil hutan, kelapa sawit, hasil laut, dan berbagai komoditas lain.

Sejak eksploitasi stanvac sampai minyak bumi kami mengisi lambung kapal Gage Lund tahun 1955, kami sudah menyumbang ribuan trilyun kepada negeri ini. Kami juga telah memberikan bahasa, agar Tuan petah berkata kata.

Izinkan kami bertanya: Apa yang sudah negeri Tuan sumbangkan kepada Indonesia, sehingga Tuan merasa berhak untuk menceramahi kami soal kebangsaan? Minyak kampung kami juga ikut dalam tol, dalam jalan yang tuan injak di kampung Tuan. Minyak kami sudah membangun gedung gedung di kampung Tuan, bahkan republik ini. Itu sumbangan kami, mana sumbanganmu?

Tuan hanya mencintai negeri ini dengan tagar #nkrihargamati, atau #sayapancasilasayaindonesia, lalu Tuan merasa sudah demikian Indonesia?

Di kampung kami, orang kampung Tuan bisa menjadi apa saja, jadi gubernur, bupati, walikota, pengusaha, pejabat, anggota legislatif, bahkan menjadi bajingan pun boleh. Bisakah hal yang sama terjadi di kampung Tuan?

Di mana adab Tuan? Tuan menikmati kekayaan kami, tapi Tuan tanpa malu, tanpa moral mempersekusi ulama kami dan mempertanyakan keindonesiaannya. Apakah Tuan waras?

Berhentilah melakukan omong kosong, belajarlah untuk memiliki rasa malu. Antara kami dan Tuan tidak layak untuk disandingkan dalam keindonesiaan. Berhentilah meludahi muka sendiri.

Ironisnya, sampai hari ini, belum ada pihak yang mampu menjadi penengah, sehingga sikap saling arogan dan memojokkan itu, bisa berhenti demi kebesaran NKRI. (mky, net)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry