KH Bukhori Yusuf, Lc. MA (ft/fraksi.pks.id)

SURABAYA | duta.co – Darah ulama KH Bukhori Yusuf, Lc. MA ini seakan ‘mendidih’ usai membaca isi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No 30 Tahun 2021 tentang Kekerasan Seksual. Alih-alih mencegah, justru isinya mengabaikan norma agama.

“Mas Manteri (Nadiem Anwar Makarim red.) telah melampaui kewenangannya. Pasalnya, konten Permen tersebut justru masih dalam bahasan panitia kerja RUU tentang Tindak Pidana Seksual atau Tindak Pidana Kekerasan Seksual di Badan Legislasi DPR,” demikian Kiai Bukhori, Anggota Badan Legislasi dari Fraksi PKS periode 2019-2024, Rabu (3/11/21).

Mantan Ketua Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Anak Cabang Pecangaan dan Ranting Karangrandu, Jepara pada tahun 1986 ini, memberikan tiga catatan penting. Pertama, Peraturan Menteri soal Kekerasan Seksual ini, jelas melampaui kewenangan alias offside.

Mengapa? Karena, konten Permen tersebut justru masih dalam bahasan panitia kerja RUU tentang Tindak Pidana Seksual atau Tindak Pidana Kekerasan Seksual di Badan Legislasi DPR. “Dengan kata lain, Permen ini melangkahi undang-undang dan tidak memiliki cantolan yuridis yang jelas dan spesifik soal kejahatan berupa Kekerasan Seksual sehingga dasar hukumnya menjadi sangat lemah,” tegasnya.

Di sisi lain, imbuhnya; “Paradigma Permen ini menggunakan paradigma RUU P-KS yang sudah usang dan ditolak oleh DPR sehingga membuat RUU ini diubah total dari judul hingga konten, serta pembahasannya kembali dimulai dari awal,” tambah tambah legislator dapil Jawa Tengah 1 ini.

Kedua, Permendikbudristek No. 30/2021 soal Kekerasan Seksual menyalahi karakter Permen. Karakter Permen itu bersifat mengatur teknis internal kelembagaan, bukan mengatur hal yang bersifat strategi, tata kelola, hubungan inter dan antar kelembagaan bahkan masyarakat.

Ketiga, Anggota Komisi VIII DPR RI ini mengatakan Permen tersebut mengabaikan tujuan pendidikan nasional. Pasal 31 ayat (3) UUD NRI 1945 menyebut: ‘Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang’.

“Konsideran filosofis dari Permen ini tidak sinkron karena bukan merujuk pada Pasal 31 Ayat (3) UUD NRI 1945 soal tujuan pendidikan nasional, melainkan mengacu pada Pasal 17 ayat (3) UUD NRI 1945 yang berbunyi, setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan,” pungkasnya.

Segera Cabut

Tidak hanya itu, kritik tajam juga menyangkut prinsip pencegahan dan penanganan kekerasan seksual sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Permen yang tidak mencerminkan sama sekali tujuan dari pendidikan nasional.

Pasal 3 Permendikbudristek No. 30/2021 menyebut, Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual  dengan prinsip: a) kepentingan terbaik bagi Korban; b) keadilan dan kesetaraan gender; c) kesetaraan hak dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas; d) akuntabilitas; e) independen; f) kehati-hatian; g) konsisten; dan h) jaminan ketidakberulangan

“Aturan tersebut bersifat diskriminatif lantaran menegasikan peran agama sebagai instrumen pencegahan dan penanganan kejahatan berupa kekerasan seksual. Kenapa norma agama tidak ada? Kenapa perspektif mengabaikan peran agama? Padahal sumber dari segala sumber hukum di Indonesia adalah Pancasila, di mana ruhnya terletak pada sila pertama,” sambungnya.

Dengan demikian, lanjut Bukhori, segala peraturan mesti sejalan, patuh, dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Maka, sebelum menimbulkan persoalan di kemudian hari. “Saya meminta agar segera mencabut Permen ini, karena bermasalah baik dari segi yuridis maupun filosofis,” pungkas Ketua di Sekolah Tinggi Ilmu Usluhudin Dirasat Islamiyah Al-Hikmah, Jakarta tersebut.(pks.id)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry