DIPERIKSA KPK: Eks Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Senin (6/11). Setya Novanto mengaku tak kenal Diah. Novanto juga membantah pertemuannya dengan Diah bersama Irman, Sugiharto, dan Andi Narogong di Gran Melia Jakarta untuk membahas e-KTP. (ist)

JAKARTA  | duta.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Ketua DPR Setya Novanto menjadi tersangka kasus e-KTP. KPK memulai penyidikan atas nama tersangka Setnov per tanggal 31 Oktober 2017. Penetapan ini terkonfirmasi dalam Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang beredar di kalangan wartawan. Seorang pejabat di KPK membenarkan kebenaran surat ini.

“Dengan ini diberitahukan bahwa pada Selasa tanggal 31 Oktober, telah dimulai penyidikan perkara tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP elektronik) tahun 2011 sampai dengan 2012 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia yang diduga dilakukan oleh Setya Novanto,” demikian penggalan Sprindik tersebut, Senin (6/11).

“Bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustius alias Andi Narogong, Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia dan Ir Sugiharto MM selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia dan kawan-kawan,” lanjut tersebut.

Sekjen Golkar Idrus Marham sudah ditanya soal status tersangka baru ini. Dia mengaku belum tahu menahu. “Saya nggak bisa menanggapi kalau saya belum tahu. Saya ndak bisa. Saya ndak menanggapi, saya ndak memahami itu, tetapi kalau ada proses-proses seperti itu, kita hargai proses itu, tapi saya belum tahu sampai sekarang,” ujar Idrus Marham di DPR, Senin (6/11).

Pengacara Novanto, Fredrich Yunadi, juga mengaku belum tahu soal penetapan kembali kliennya jadi tersangka di KPK. Fredrich mengaku belum menerima surat dari KPK. “Saya tidak tahu-menahu, karena kita tidak terima. Kalau kita terima pun masak kita edarkan ke wartawan, kan nggak make sense. Berarti ini kan permainan oknum KPK sendiri, yang sengaja membikin isu bikin heboh masyarakat, kan mereka selalu ingin jadi pemain sinetron,” kata Fredrich.

Belum ada pernyataan resmi KPK yang mengonfirmasi soal penetapan tersangka ini. Pimpinan KPK yang dikontak belum merespons.

 

KPK Harus Izin Presiden

Sementara itu, Novanto melakukan manuver baru untuk ‘melawan’ KPK. Dia kembali menolak memenuhi panggilan penyidik KPK. Komisi antirasuah memanggil Novanto, Senin (6/11), untuk diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi proyek e-KTP. Merespons panggilan ini, DPR mengirimkan surat kepada KPK yang menyatakan bahwa pemanggilan Novanto perlu izin Presiden.

“Pagi ini (kemarin-red) sekitar pukul 08.00 WIB bagian persuratan KPK menerima surat dari Setjen dan Badan Keahlian DPR RI terkait dengan pemanggilan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai saksi untuk tersangka ASS (Anang Sugiana Sudihardjo) dalam kasus E-KTP,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Senin (6/11).

Menurut Febri, surat itu tertanggal Senin kemarin dan ditandatangani Plt Sekjen DPR RI Damayanti. Febri menyebut, ada lima poin alasan Novanto tak memenuhi panggilan KPK. Termasuk agar KPK meminta izin ke Presiden Jokowi bila ingin memanggilnya.

Poin ketiga dalam surat, diuraikan ketentuan Pasal 245 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang mengatur, “Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan”.

Kemudian diuraikan amar Putusan MK Nomor 76/PUU-XII/2014 tanggal 22 September 2015, poin 1 dan 2 atau 2.1, 2.2, dan 2.3. Selanjutnya, ditegaskan juga berdasarkan putusan MK tersebut maka wajib hukumnya setiap penyidik yang akan memanggil anggota DPR RI harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden terlebih dahulu.

“Bagi KPK sebenarnya pelaksanaan tugas yang kita lakukan sebaiknya tetap diletakan di koridor hukum dan presiden, saya kira punya tugas yang jauh lebih besar. Jadi jangan sampai kemudian ketika itu tidak diatur presiden juga ditarik-tarik pada persoalan ini,” ungkap Febri.

Febri juga mengingatkan semua pihak termasuk Novanto agar tidak menghambat penyelidikan kasus proyek e-KTP. Lalu, seharusnya para pihak tersebut bisa menghargai proses hukum. “Apalagi UU sebenarnya sudah cukup jelas mengatur hal tersebut,” tambah Febri.

Plt Sekjen DPR Akui Teken

Plt Sekjen DPR RI Damayanti mengakui meneken surat absennya Novanto dari panggilan penyidik KPK, kemarin.  Namun, Damayanti mengaku tidak tahu mengenai pembuatan surat itu karena merupakan ranah biro pimpinan DPR. Dia sendiri baru menjabat sebagai Plt Sekjen DPR.

“Saya kan baru datang ini, jadi baru tadi pagi saya taken. Kemarin itu saya kebetulan keluar kota, terus saya dapat telepon dari kepala biro pimpinan bahwa ada surat KPK dan Pak Ketua tidak bisa hadir karena ada putusan MK yang menyatakan demikian. Kita buat suratnya, saya kirimin, sudah, nggak ada masalah,” kata Damayanti di kantor Setjen DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/11).

Damayanti mengaku tidak mengerti pembuatan surat yang dia teken. Apakah sebelum,sebelumnya juga begitu dia tidak tahu. “Ini kebetulan jadi Plt, kok ya kebetulan ada acara (kasus) kayak begini. Tapi ya sudah saya sih saya kerjakan saja administrasi, nggak ada apa-apa,” tuturnya. Dia berharap surat itu tidak membuat pihaknya diseret-seret melindungi Novanto dari masalah hukum.

Pidsus, Tak Perlu Izin Presiden

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai Novanto melakukan blunder atas sikapnya ‘berlindung’ di balik Presiden RI. Dijelaskan, pada Pasal 245 Ayat (3) huruf c UU MD3 disebutkan bahwa ketentuan pada Ayat (1) tidak berlaku terhadap anggota DPR yang disangka melakukan tindak pidana khusus.

“Korupsi adalah tindak pidana khusus bahkan dilabeli sebagai extra ordinary crime. Jadi tidak ada alasan bagi ketua DPR untuk mangkir dari pemeriksaan KPK,” kata Refly di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Senin (6/11).

Ia menilai, pihak Novanto kurang cermat karena hanya melihat satu ayat pada pasal tersebut. “Saya kira sangat blunder dan menurut saya staf-stafnya tidak membaca ini secara cermat,” sambungnya.

Namun, kata Refly, terlepas dari perdebatan ini, seharusnya Novanto tetap memenuhi panggilan. Sebab, seorang pejabat publik seperti ketua DPR diharapkan dapat memberikan contoh yang baik bagi publik.

Dengan kejadian ini, Refly menilai publik justru diberikan tontonan yang membuat semua orang tertawa melalui rangkaian kejadian sepanjang proses hukum Novanto. Salah satunya saat Novanto diberitakan menderita sejumlah penyakit dan dirawat di rumah sakit.

Padahal, pada saat yang bersamaan ia masih berstatus tersangka kasus korupsi e-KTP di KPK. “Kita tidak bisa menuduh, tetapi rangkaian peristiwa yang disajikan membuat publik bertanya tanya dan tertawa,” ujarnya.

KPK memanggil Ketua DPR Setya Novanto, Senin (6/11), untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Merespons panggilan ini, DPR mengirimkan surat kepada KPK yang menyatakan bahwa pemanggilan Novanto perlu izin Presiden.

Saksi untuk Tersangka Anang

KPK sebelumnya memanggil Novanto untuk diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi bagi Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo, salah satu tersangka kasus e-KTP. Nama Setya Novanto muncul dalam persidangan kasus e-KTP untuk terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong, Jumat (3/11).

Saat itu, jaksa KPK memutar rekaman pembicaraan antara Direktur Biomorf Lone LLC, Johannes Marliem dan Anang Sugiana Sudihardjo.Dalam rekaman itu, Anang mengaku bertemu dengan Setya Novanto di Vegas. Tidak jelas apakah tempat yang dimaksud adalah Las Vegas di Amerika Serikat.

Dalam kasus e-KTP, KPK sempat menetapkan Novanto sebagai tersangka karena dia diduga terlibat dalam korupsi proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut. Novanto kemudian mengajukan gugatan atas penetapan tersangka oleh KPK. Hakim praperadilan, Cepi Iskandar, dalam putusannya menyatakan, penetapan tersangka Novanto dalam kasus e-KTP oleh KPK tidak sah. hud, net

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry