KORUPSI, GRATIFIKASI, TPPU: Wali Kota Nonaktiv Madiun Bambang Irianto usai diperiksa di Gedung KPK Jakarta. (ist)

JAKARTA | duta.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah rampung menghitung uang yang disita dari Wali Kota Nonaktif Madiun Bambang Irianto beberapa waktu lalu. Dari perhitungan ini, penyidik menyita uang senilai Rp 63 miliar dan USD 84.461 yang disimpan di sejumlah rekening. Penyitaan itu dilakukan lantaran uang tersebut diduga hasil dari korupsi yang dilakukan Bambang Irianto.

Jubir KPK Febri Diansyah menjelaskan, uang tersebut disimpan dalam bentuk tabungan dan deposito di rekening enam bank berbeda, yakni BTN, BTPN, Bank Jatim, Bank Mandiri, BNI, dan BRI. Seluruh uang itu disita dengan ditransfer ke rekening penampungan KPK.”Terkait penyitaan di rekening BI (Bambang Irianto) penyidik menyita dari enam rekening, yakni Bank BTN, BTPN, Bank Jatim, Bank Mandiri, BNI, dan BRI sejumlah sekitar Rp 63 miliar dalam bentuk tabungan dan deposito dan USD 84.461 atau sekitar Rp 1,1 miliar,” kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/2).

Seperti diberitakan, Bambang ditetapkan KPK sebagai tersangka atas tiga kasus berbeda, yakni dugaan korupsi turut serta dalam proyek pembangunan Pasar Besar Kota Madiun, penerimaan gratifikasi dari sejumlah SKPD dan pengusaha, serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Sebelumnya, KPK telah menyita empat mobil mewah milik Bambang yang terdiri atas Hummer, Mini Cooper, Range Rover, dan Jeep Wrangler. Keempat mobil itu disita dari rumah dinas Wali Kota Madiun, rumah pribadi Bambang Irianto dan anak Bambang.

Tak hanya itu, penyidik juga telah menyita enam bidang tanah dan satu unit ruko yang juga diduga hasil dari korupsi Bambang. Febri menegaskan, penyitaan terhadap tanah-tanah itu beserta dengan bangunan yang berada di atas tanah tersebut. Termasuk Kantor DPC Demokrat yang berada di Jalan Ahmad Yani.

“Bahwa ada pihak ketiga yang menggunakan bangunan tersebut itu di luar kewenangan KPK,” tegas Febri.

Dalam mengusut kasus TPPU yang menjerat Bambang, tim penyidik memeriksa sekitar 15 orang di Polres Madiun. Para saksi ini merupakan anggota DPRD Madiun dan pihak swasta.

“Penanganan kasus indikasi TPPU dengan tersangka BI, hari ini (kemarin, red) ada pemeriksaan 15 orang saksi di Polres Madiun Kota dalam penanganan indikasi TPPU oleh BI. Sejumlah anggota DPRD diperiksa dan pihak swasta,” katanya.

Diketahui, Bambang telah dijerat dalam tiga kasus berbeda. Terakhir, Bambang ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU), Jumat (17/2). Dalam kasus ini, Bambang diduga telah menempatkan, mentransferkan, mengalihkan, menghibahkan, membawa keluar negeri, atau perbuatan lain terhadap harta kekayaan yang dimilikinya untuk menyamarkan asal-usul pengalihan hak kepemilikan yang diduga hasil korupsi.

Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Bambang dijerat dengan Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Sebelumnya, Bambang telah menyandang status tersangka kasus dugaan korupsi turut serta dalam proyek pengadaan atau menerima hadiah atau janji terkait pembangunan Pasar Besar Madiun yang menelan anggaran sekitar Rp 76,5 miliar. Dalam kasus ini, BI dijerat Pasal 12 huruf i atau Pasal 12B atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tak hanya itu, Bambang juga menjadi tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi sebesar Rp 50 miliar. Uang yang berasal dari sejumlah SKPD, dan pengusaha ini diterima Bambang sehubungan dengan jabatannya, atau berlawanan dengan tugasnya sebagai Wali Kota Madiun periode 2009-2014 dan 2014-2019. Untuk kasus ini, Bambang dijerat dengan Pasal 12B UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Tanggapan Demokrat

Sementara itu, meski KPK sudah memasang tanda plang penyitaan di Kantor DPC Partai Demokrat Kota Madiun, aktivitas partai tidak terganggu. Bahkan sampai saat ini bangunan yang diduga aset milik Walikota Madiun Bambang Irianto itu masih digunakan untuk kegiatan kepartaian.

Pernyataan itu disampaikan Sekretaris DPD Partai Demokrat Jatim Renville Antonio  Kamis (22/2). “Kantor tersebut masih dipakai untuk aktivitas operasional DPC Partai Demokrat Kota Madiun,” ujar pria yang juga menjabat wakil ketua Komisi C DPRD Jatim ini.

Menurut Renville, permasalahan hukum yang menimpa mantan Ketua DPC Partai Demokrat Kota Madiun Bambang Irianto itu tidak terkait sama sekali dengan Partai Demokrat, melainkan terkait jabatannya sebagai wali kota Madiun. Karena itu pihaknya menyerahkan sepenuhnya masalah tersebut kepada aparat penegak hukum khususnya KPK.

Ia juga sudah melakukan kroscek kondisi sebenarnya yang terjadi di Kantor DPD PD Kota Madiun terkait informasi adanya pemasangan plang penyitaan dari KPK.  Dari laporaan di lapangan ungkap Renville, kantor tersebut sebenarnya tidak disita oleh KPK. “Hanya petugas (KPK) pasang plang saja,” tegas angota DPRD Jatim tiga periode ini.

Terpisah, Ketua DPD PD Jatim Soekarwo menegaskan, Kantor DPC PD Kota Madiun itu memang rumah milik Bambang Irianto yang dipinjamkan untuk Partai Demokrat. Ia juga menolak kalau Kantor DPC PD Kota Madiun disita KPK karena yang bermasalah itu bukan partai tetapi pribadi Bambang Irianto.

“Ibarat Sampeyan punya utang di bank lalu gak bisa bayar. Lalu Sampeyan punya rumah yang dibuat untuk kantor PWI. Jadi KPK tak mungkin menyita, kalau yang disita itu bukan miliknya Pak Bambang,” ungkap pria yang juga menjabat gubernur Jatim ini.

PIhaknya juga mempertimbangkan akan memberikan advokasi terhadap Bambang Irianto. “Kalau perlu pengacara ya nanti kita siapkan. Tapi tentunya akan berkoordinasi dulu dengan KPK,” tambah Pakde Karwo. ful, net

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry