AKSI SOLIDARITAS : Wakil Rektor 1 UM Surabaya, A. Aziz Alimul Hidayat dan sejumlah mahasiswa mengangkat kendi secara sibolis dalam aksi 100 Kendi Untuk Solidaritas Kendeng, Aksi Solidaritas dalam Rangka Pendirian Pusat Kajian dan Pengembangan Anti-Korupsi (PKP-AK) FH UMSurabaya, Selasa (13/12). DUTA/Wiwiek Wulandari

Dari 7000 Pengaduan hanya 100 Yang Bisa Ditindaklanjuti

SURABAYA – Siapa sangka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kekurangan sumber daya manusia (SDM) terutama jumlah penyidik. Sehingga dari pengaduan tengara korupsi dari masyarakat, hanya sedikit yang bisa ditindaklanjuti.

Dari data yang ada, selama ini, dalam setahun KPK menerima sekitar 7.000 pengaduan tengara korupsi dari masyarakat. Dari laporan tersebut, 80-100 laporan saja yang bisa ditindaklanjuti. Penanganan tersebut di luar kasus operasi tangkap tangan (OTT).

Kemampuan penanganan tersebut lantaran keterbatasan jumlah penyidik. Selain itu didasari kelengkapan berkas laporan masyarakat. Skala prioritas juga diterapkan KPK, sehingga tidak semua laporan bisa ditangani.

“Penyidik KPK jumlahnya terbatas. 2013 jumlahnya 90 orang, dan dari jumlah itu 20 orang ditarik kepolisian. Sisanya 70 orang. Dan dari 70 ada yang memilih tidak melanjutkan karir di KPK. Sekarang kami berupaya menambah 20 penyidik. Jumlah laporan yang masuk tidak sebanding dengan penyidik,” ujar Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Dedie A Rachim di sela peluncuran Pusat Kajian dan Pengembangan Anti Korupsi (PKP-AK) dan seminar nasional, di Kampus Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Selasa (13/12).

Penerimaan penyidik terus dibuka lantaran sejak 2017 KPK pasang target menangani lebih dari 100 kasus dalam setahunnya. KPK, menurut Dedie, kini diperbolehkan merekrut penyidik sendiri yang bisa menguatkan komitmen penanganan kasus korupsi.

Upaya lain juga ditempuh KPK, yakni dengan membuat langkah teknis melalui pendidikan antikorupsi. Model pendidikan anti korupsi tersebut sudah dikerjasamakan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

“Pendidikan antikorupsi sudah ada yang masuk kurikulum. Ada yang diselipkan ke mata pelajaran PPKN. Untuk kurikulum 2013, juga sudah dimasukan, Cuma kurikulum ini sekarang ada transisi,” tandasnya.

Khusus pendidikan anti korupsi di perguruan tinggi, Dedie menyebut ada 3.000 dosen dari perguruan tinggi di tanah Air yang membentuk PKP-AK di kampusnya. Tugas PKP-AK bukan sebatas diskusi mengenai korupsi, namun juga mengkaji kebijakan yang dinilai berbau korupsi.

Wakil Rektor I UM Surabaya Abdul Azis Alimun Hidayat menambahkan, PKP-AK di kampusnya sudah berjalan. “Keberadaan PKP-AK bukan saja untuk membuat UM Surabaya lebih baik namun bangsa ini menjadi lebih baik lagi. Korupsi selama ini marak. Upaya memerangi korupsi sudah dilakukan sejak orde lama, orde baru, hingga sekarang. Namun banyak tokoh yang semula dianggap baik, namun tersangkut kasus korupsi. Contoh, mantan ketua MK,” pungkas Azis. (end)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry