JAKARTA | duta.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaaan adanya aliran dana korupsi pengadaan kitab Alquran dan laboratorium komputer di Kementerian Agama (Kemag) kepada Priyo Budi Santoso. Kasus ini juga membuat Ketua Umum Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Fahd El Fouz jadi tersangka.
Pengusutan oleh KPK dilakukan dengan cara mendalami informasi yang mencuat di persidangan mantan anggota Komisi VIII DPR Zulkarnaen Djabar dan anaknya Dendy Prasetya Zulkarnaen yang telah divonis masing-masing 15 tahun dan 8 tahun dalam kasus ini. Salah satu yang didalami penyidik adalah adanya dugaan aliran dana kepada mantan Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso (PBS).
“Banyak informasi yang kami dapatkan. Namun perlu kami analisis lebih lanjut tentu saja dari fakta-fakta yang telah ada,” kata Jubir KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Senin (15/5) malam.
Priyo diketahui pernah diperiksa penyidik KPK pada Rabu (10/5/2017) lalu. Namun usai diperiksa, Priyo yang kini menjabat sebagai anggota Dewan Pembina Partai Golkar itu memilih bungkam.
Padahal dalam persidangan Zulkarnaen dan Dendy, mencuat rekaman sadapan yang merupakan suara Zulkarnaen dengan Fahd. Dalam rekaman itu, Fahd menyebut PBS. Zulkarnaen mengakui, PBS yang dimaksud adalah Priyo Budi Santoso.
Bukan hanya itu, nama Priyo juga disebut dalam surat dakwaan Zulkarnaen dan Dendy. Hal ini berdasarkan catatan tangan Fahd yang ditemukan penyidik KPK tentang pembagian jatah fee tiga proyek tersebut kepada Priyo. Dalam tulisan tersebut, Priyo mendapat jatah 1 persen dari proyek laboratorium komputer senilai Rp 31,2 miliar dan 3,5 persen dari proyek pengadaan Alquran tahun 2012 senilai Rp 22 miliar.
Febri memastikan, penanganan kasus ini tidak akan berhenti pada Fahd. Dikatakan, KPK akan menjerat siapa pun yang terlibat kasus ini jika ditemukan dua bukti permulaan yang cukup dalam proses penyidikan.
“Tentu tidak akan berhenti pada satu tersangka. Apalagi jika ditemukan bukti bahwa korupsi dilakukan secara bersama-bersama. Kalau memang nanti ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya pihak lain yang harus bertanggung jawab, maka kita harus akan proses lebih lanjut. Kami tidak bisa katakan kasus berhenti di sini,” tegasnya.
Selain Priyo, KPK juga mendalami keterlibatan mantan Wakil Menteri Agama (Wamenag) Nasaruddin Umar. Saat proyek ini bergulir, Nasaruddin merupakan Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama. Dalam amar putusan pejabat Kemag, Ahmad Zauhari, nama Nasaruddin disebut bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi pengadaan proyek Alquran dan laboratorium komputer di Kementerian Agama.
Disinggung mengenai hal ini, Febri mengaku belum dapat membeberkan pihak-pihak yang akan dijerat KPK. Namun, Febri memastikan pihaknya akan terus mencari bukti permulaan yang cukup untuk menjerat pihak-pihak yang terlibat tersebut.
“Secara spesifik siapa saja yang akan kita proses tentu tidak bisa kami sebutkan. Namun pihak-pihak yang diduga terlibat atau ikut bersama melakukan korupsi tentu kita akan kaji lebih lanjut apakah ada bukti permulaan yang cukup atau tidak. KPK bekerja berdasarkan kecukupan bukti,” katanya.
Nasaruddin Umar yang kini menjabat Imam Besar Masjid Istiqlal diperiksa penyidik sebagai saksi pada Senin (15/5) kemarin. Dalam pemeriksaan ini, penyidik mencecar Nasaruddin mengenai sejumlah pertemuannya dengan Fahd dan pihak lain. Untuk mengurus proyek ini, Fahd sempat bertemu dengan Nasaruddin.
“Kita panggil sebagai saksi mantan Wakil Menteri Agama tapi dalam kapasitasnya sebagai mantan Dirjen Bimas Islam pada saat itu. Kita klarifikasi beberapa hal terkait dengan kasus indikasi suap dengan tersangka FEF (Fahd El Fouz),” terang Febri.
Fahd yang juga diperiksa pada Senin (15/5) kemarin, mengaku dicecar penyidik mengenai keterlibatan Priyo Budi Santoso. “(Pemeriksaan tadi) Dicek soal (adanya keterlibatan) Priyo saja tadi,” kata Fahd usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.
Namun, Fahd membantah dalam pemeriksaan ini penyidik juga mencecarnya mengenai dugaan keterlibatan Nasaruddin Umar. Fahd memastikan hanya dicecar penyidik mengenai keterlibatan Priyo. “Enggak, enggak ada pertanyaan itu (soal Nasaruddin Umar),” ujarnya seperti dikutip dari beritasatu.
Seperti diketahui, KPK menetapkan Fahd sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan anggaran pengadaan kitab suci Alquran di Kementerian Agama tahun 2011-2012. Penetapan ini merupakan pengembangan dari kasus yang sama yang menjerat mantan anggota Komisi VIII DPR Zulkarnaen Djabar dan anaknya Dendy Prasetya Zulkarnaen yang telah divonis bersalah.
Fahd diduga bersama-sama dengan Zulkarnaen dan Dendy menerima hadiah atau janji terkait pengadaan Al Quran dan laboratorium di Kementerian Agama. Dari total 14,8 miliar yang diterima ketiganya, Fahd diduga menerima Rp 3,4 miliar.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Fahd disangkakan melanggar Pasal 12 huruf b subsidair Pasal 5 ayat (2) jo ayat (1) huruf b, lebih subsidair Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 65 KUHP.
Terkait kasus ini, Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis terhadap Zulkarnaen dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 1 bulan kurungan. Sementara Dendy divonis 8 tahun pidana penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Bagi Fahd sendiri, kasus ini merupakan kasus kedua yang menjeratnya. Sebelumnya, Fahd menjadi tersangka kasus suap kepada Wa Ode Nurhayati selaku anggota Banggar dari Partai Amanat Nasional terkait pengalokasian anggaran bidang infrastruktur jalan pada Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) tahun anggaran 2011 untuk tiga wilayah, yakni Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah. Dalam kasus ini, Fahd menjalani hukuman 2,5 tahun pidana penjara dan denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan. hud, bsc