Wiwik Afridah – Dosen Prodi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Presiden RI Ir. Joko Widodo menetapkan Peraturan Pemerintah No 28 tahun 2024 sebagai Peraturan Pelaksanaan UU No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan pada 26 Juli 2024.
Pasal 103 ayat (1) dan ayat (4), yang memicu kontroversi di tengah masyarakat karena belum memuat penjelasan yang detail. Juru bicara Kemenkes menyampaikan bahwa aturan tersebut akan diperjelas dalam rancangan Peraturan Menteri Kesehatan sebagai turunan dari PP.
Aturan turunan akan memperjelas mengenai pemberian edukasi tentang keluarga berencana bagi anak usia sekolah dan remaja
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memastikan bahwa edukasi terkait kesehatan reproduksi, termasuk penggunaan kontrasepsi, hanya ditujukan kepada remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan. Artinya, diperuntukkan untuk anak-anak yang melakukan perkawinan dini, atau yang menikah dini, hanya masyarakat banyak yang terfokus pada penyediaan alat kontrasepsi untuk anak usia sekolah dan remaja.
Salah satu tujuan utama dari peraturan ini adalah meningkatkan layanan promotif dan preventif, di antaranya menggalakkan pemberian Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE), serta pelayanan kesehatan reproduksi mencakup edukasi mengenai sistem, fungsi, dan proses reproduksi.
Juga untuk menjaga kesehatan reproduksi, perilaku seksual berisiko dan dampaknya, keluarga berencana, serta kemampuan melindungi diri dan menolak hubungan seksual yang tidak dikehendaki, sebagaimana ditekankan pada pasal 104 ayat (2).
Promotif dan preventif dilakukan bukan hanya dengan melindungi dan menolak aktivitas seksual pada remaja, namun lebih pada penekanan pemahaman kesehatan reproduksi, baik dari aspek fungsi organ reproduksi, budaya/norma, agama, dan kontribusi aktif dari tenaga konselor yang dapat memberikan KIE secara komprehensif.
Penjagaan moralitas harus menjadi garda terdepan, sebagai jati diri bangsa. Indonesia sudah memiliki program Genre ataupun PIK R/M, yang dapat menjadi tolak ukur keberhasilan terhadap pendekatan kepada remaja. Kontribusi dan partisipasi aktif remaja untuk mewujudkan hidup yang berkualitas, tentu menjadi indikator penting untuk diperjuangkan, dan bersama menyiapkan generasi emas di 2045.
Permasalahan yang terjadi adalah ketika Komunikasi, Edukasi, dan Informasi yang disampaikan ke masyarakat masih
belum efektif, sehingga terjadi keraguan dan persepsi yang salah, tentu akan menimbulkan penolakan, ataupun penundaan. Hal ini, tentu saja menjadi tantangan bagi tenaga profesional kesehatan, yang membutuhkan keterampilan khusus untuk dapat menyampaikan edukasi secara utuh dan benar.
Secara umum, institusi pelayanan kesehatan masyarakat harus berkomunikasi menggunakan metode yang ditetapkan secara strategis dan menghindari komunikasi yang terburu-buru yang mengarah pada penerapan intervensi yang salah dan kehilangan kredibilitas (Possenti et al., 2019).
Keberhasilan membangun sumber daya manusia yang berpengetahuan sekaligus berakhlakul karimah, merupakan tolok ukur keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan, dari usia sekolah sampai ke jenjang pendidikan tinggi.
Mengingat, pembentukan akhlak mulia (akhlakul karimah) bagi generasi muda mempunyai peranan penting dan jangka
panjang dalam berkarya, berkehidupan di masyarakat, dan bahkan sampai akhirat. Self bisa mengambil pelajaran dari pengalaman masa lalu (past), meregulasi perilaku saat ini (present) dan merencanakan perilaku di masa yang akan datang (future).
Jadi, menyampaikan konsep akhlakul karimah adalah berada di tengah-tengah, yakni di tengah-tengah dalam hal bersikap, berperilaku, berpikiran, dan bahkan dalam beragama. Diri itu bukan pikiran, perasaan, dan kepribadian, Al-Qur`an Surah Ali Imran ayat 190 menjelaskan bahwa “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.”
Oleh karenanya, dukungan melalui teman sebaya (peer) sangatlah efektif, untuk belajar bersama menghadapi permasalahan di kalangan generasi muda, diantaranya berupa dekadensi moral, baik dalam pergaulan, sopan santun, pakaian, maupun pemahaman keagamaan.
Aspek penting dari sikap yang mempengaruhi komitmen remaja dalam peran peer adalah :