Saeful Mizan – Universitas PGRI Ronggolawe Tuban

KI Hajar Dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai proses pembentukan karakter yang menjadikan seseorang mampu hidup bermakna bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsanya.

Ia menekankan bahwa tujuan utama pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang berkarakter baik dan bermanfaat bagi lingkungannya. Hal ini sejalan dengan pemahaman tentang pengertian pendidikan dan tujuannya yang paling utama, tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Guna mencapai tujuan tersebut diperlukan sistem pendidikan yang menghasilkan lulusan yang berkualitas.

Kurikulum memainkan peran sentral dalam sistem pendidikan. Kurikulum berfungsi sebagai orientasi, pedoman, atau mercusuar dalam pelaksanaan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Kurikulum selalu beradaptasi dengan perkembangan zaman, apalagi seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.

Dengan penyesuaian kurikulum diharapkan kita mampu menyiapkan para peserta didik menghadapi zaman yang baru, zaman yang sama sekali berbeda dengan zaman kita dulu. Semakin baiknya kualitas kurikulum maka akan semakin baik pula kualitas pendidikan, jika para pelaksananya melaksanakan sesuai dengan yang tercantum dalam kurikulum.

Kurikulum saat ini yang diterapkan di sekolah dasar adalah kurikulum merdeka. Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi.

Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan kepada pendidik untuk menciptakan pembelajaran berkualitas tinggi yang memenuhi kebutuhan peserta didik dan lingkungan belajar. Sejalan dengan visi pendidikan Ki Hajar Dewantara yang berakar pada realitas sosial dan budaya masyarakat, kurikulum Merdeka mengedepankan pendekatan pembelajaran yang sangat relevan dan selaras dengan kehidupan nyata peserta didik.

Kurikulum Operasional Tingkat Satuan Pendidikan (KOSP) dikembangkan dengan prinsip dan proses penyusunan KOSP yaitu sesuai dengan konteks dan kebutuhan peserta didik dan satuan pendidikan. Dalam penyusunan KOSP ini diharapkan setiap satuan pendidikan mampu memasukkan unsur Konten lokal/budaya lokal yang sesuai dengan daerah masing-masing satuan pendidikan.

Satuan pendidikan dapat menambahkan muatan lokal yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kearifan lokal atau karakteristik daerahnya melalui tiga opsi secara fleksibel yaitu mengembangkan konten lokal menjadi mata pelajaran sendiri, mengintegrasikan konten lokal ke dalam seluruh mata pelajaran dan melalui projek penguatan profil pelajar Pancasila.

Hal tersebut diungkapkan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek, Zulfikri
Kurikulum merdeka memberikan ruang yang cukup bagi daerah untuk mengangkat keunggulan lokal, kearifan lokal, dan segala keunikan lokal.

Pendidik dapat menyelipkan muatan nilai-nilai kearifan lokal ke dalam proses pembelajaran. Nilai-nilai yang dapat diintegrasikan antara lain kejujuran, ketekunan, keberanian, rajin belajar dan bekerja, serta sikap menghormati guru dan orang yang lebih tua.

Dengan demikian, pendidikan karakter dapat lebih relevan dan bermakna bagi peserta didik. Pembentukan karakter dan kepribadian ini tentu tidak lepas dari pembelajaran yang di alami peserta didik khususnya di sekolah dasar.

Proses pembentukan kepribadian dan karakter peserta didik dimulai dengan penerapan landasan moral dan etika di sekolah dasar dengan jalan menceritakan cerita perjuangan pahlawan yang berasal dari daerahnya.

Kegigihan dan perjuangan pahlawan tersebut dapat dijadikan teladan bagi peserta didik untuk lebih giat dalam belajar. Selain itu cerita pahlawan juga dapat menggali nilai-nilai kepahlawanan, seperti keberanian, persatuan, dan perjuangan membela keadilan dan kebenaran, yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-haridapat menjadi wahana pembentukan tingkah laku dengan tujuan merubah seorang individu menjadi dewasa dalam hal moral dan sikapnya.

Tarian tradisional suatu daerah juga dapat mencerminkan hubungan manusia dengan Tuhan, alam, maupun sesama Nilai-nilai seperti keharmonisan, kesederhanaan, dan kedamaian dapat ditemukan dalam tari tradisional. Pembelajaran tari tradisional dapat membantu mengembangkan aspek sosial dan emosional anak, seperti kepercayaan diri, kemampuan bekerja sama, dan pengendalian diri.

Makanan khas daerah juga merupakan bagian dari konten lokal. Pembelajaran yang dapat diambil dari makanan khas daerah. makanan yang memanfaatkan bahan-bahan lokal yang dimana setiap daerah memiliki keunikan tersendiri berdasarkan bentang alam yang dimiliki. Hal ini menunjukkan kearifan lokal masyarakat dalam memanfaatkan potensi daerahnya.

Makanan khas juga dapat menjadikan peserta didik memiliki jiwa wirausaha dimana menjadi daya tarik wisata kuliner dan mendorong perkembangan industri kuliner lokal. Konten lokal selanjutnya adalah lagu daerah.

Dengan mempelajari dan memahami nilai-nilai budaya yang terkandung dalam lagu daerah, peserta didik dapat mengetahui filosofi hidup nilai-nilai kehidupan, unsur kebersamaan sosial, dan keserasian dengan lingkungan. Karena itu, lagu daerah dapat menjadi sumber belajar yang kaya akan nilai-nilai budaya yang bermanfaat bagi pendidikan dan pengembangan karakter.

Konten lokal selanjutnya adalah bangunan sejarah atau patung. Dengan memahami dan mempelajari bangunan bersejarah serta patung, peserta didik dapat memperoleh berbagai pelajaran berharga, seperti wawasan sejarah, nilai-nilai budaya, apresiasi seni, dan kesadaran untuk melestarikan warisan budaya.

Hal ini dapat berkontribusi pada pembentukan karakter dan identitas bangsa yang kuat. Selain hal yang sudah di sampaikan sebelumnya masih banyak konten lokal yang belum dijabarkan seperti: senjata adat, pakaian tradisional, bahasa daerah dan sebagainya.

Berbagai manfaat telah dijabarkan dengan mengintegrasikan konten lokal ke dalam pembelajaran. Namun, sepertinya satuan pendidikan masih ragu untuk menyusun kurikulum yang berbeda dan beragam. Hal ini terlihat dapat terlihat dari minimnya konten lokal yang diintegrasikan pada pembelajaran.

Pendidik lebih cenderung mencontoh pembelajaran berdasarkan pada modul ajar yang ada di Platform Merdeka Mengajar (PMM), pendidik masih belum berani merubah konten lokal yang ada di modul ajar. Berikut adalah contoh konten lokal dapat diinternalisakan dalam pelajaran matematika misalkan saja ketika penjumlahan. Peserta didik dapat menghitung jumlah kue Dumbek (jajanan khas Tuban) yang dibawa.

Sebagai pendidik kita seharusnya memahami dahulu konten lokal atau kearifan lokal di daerah sekitar satuan pendidikan yang dapat kita masukkan dalam pembelajaran. Dengan jalan mengidentifikasi dahulu kearifan lokal di setiap desa, kemudian di lingkup kecamatan ataupun kabupaten kemudian secara nasional dan global.

Jangan sampai peserta didik hanya tahu budaya global tanpa menyadari bahwa kekayaan daerah itu sangat banyak atau bahkan peserta tidak mengenal sama sekali kearifan lokal yang ada di sekitarnya. *

 

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry