SURABAYA | duta.co – Masyarakat disarankan untuk berinvestasi dibandingkan menabung. Itu dilakukan di tengah kondisi perekonomian yang masih belum menentu hingga saat ini.
CEO Karunia Consultant, Dwie Ratna Winarsih menyarankan investasi yang dilakukan berdasarkan analisis risiko yang tidak akan memberikan dampak negatif.
“Masyarakat memang perlu berhati-hati dalam mengelola keuangan hingga situasi perekonomian membaik,” ujar Dwie saat diskusi Coffee Break “Deflasi, Menabung atau Investasi?” yang diselenggarakan oleh Ban Jawa Barat (BJB) di Surabaya, Jumat (18/10/2024).
Ia juga membagikan kiat untuk memulai investasi, terutama bagi pemula. Menurut Dwie, investasi harus dilakukan dengan metode yang tepat dan tidak sembarangan. Prinsip utama investasi adalah diversifikasi.
“Seluruh investor di dunia memegang prinsip yang sama, tidak hanya berinvestasi di satu sektor. Diversifikasi produk investasi sangat penting,” jelasnya.
Investasi harus terencana berdasarkan risiko dan pemahaman masing-masing individu. Kemampuan mengelola aset juga sangat penting sebagai langkah tambahan dalam berinvestasi. Ada pepatah, ‘investasi jangan sampai mengorbankan nyawa’.
“Investasi bukanlah spekulasi; setiap orang harus memahami kapasitasnya karena setiap individu berbeda,” imbuhnya.
Ada berbagai jenis investasi seperti perbankan, properti, emas, hingga membuka usaha. Modal untuk berinvestasi bisa ditabung atau melalui deposito setelah menyisihkan anggaran untuk kebutuhan sehari-hari dan pengeluaran wajib. Kedisiplinan diri sangat diperlukan.
“Perlu diingat bahwa investasi tidak seharusnya menggantikan pendapatan aktif yang sudah ada,” tegas Dwie.
Ia menyarankan pentingnya belajar tentang investasi sebagai sumber pendapatan kedua dibandingkan hanya menabung, terutama di tengah merosotnya nilai mata uang terhadap dolar.
Dikatakan Dwie, investasi itu penting di tengah kondisi Indonesia yang sedang mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Pada September 2024, terjadi deflasi sebesar 0,12 persen, yang merupakan deflasi terdalam dalam lima tahun terakhir.
Fenomena gempuran barang impor dan persaingan harga yang tidak sehat menjadi penyebab kinerja produk dalam negeri yang tidak optimal. Beberapa produsen terpaksa melakukan pengetatan dan mengurangi tenaga kerja di berbagai sektor.
Gelombang pengurangan tenaga kerja ini melahirkan angka pengangguran baru. Perekonomian semakin lesu, sehingga deflasi pun tak terbendung.
Kondisi ini diduga merupakan yang terburuk sejak 1998. Untuk keluar dari deflasi, pemerintah perlu berjuang untuk menumbuhkan kembali daya beli masyarakat. dho