Ketua Komisi B DPRD Jatim, Achmad  Firdaus Fibriyanto (duta.co/uud)

SURABAYA | duta.co -Ketua Komisi B DPRD Jatim, Achmad  Firdaus Fibriyanto menilai komiditi garam di Jawa Timur masih menjadi “Anak Tiri”. Pasalnya, tuntutan petani garam khususnya asal Madura yang mendesak pemerintah segera menetapkan Harga Pokok Penjualan (HPP) Garam tak kunjung dipenuhi pemerintah

“Menurut saya, garam ini posisinya komoditi anak tiri. Karena di UU Perdagangan No.7/2014 tentang perdagangan di Pasal 25, garam yodium itu tergolong  pokok. Tapi sebaliknya di Perpres No.71/2015, garam disebutkan bukan termasuk bahan pokok. Ini ketidakkonsistenan pemerintah,” tegas politsi asal Partai Gerindra.

Akibat ketidakkonsistenan kebijakan pemerintah tersebut, kata Firdaus komoditi garam sampai sekarang tidak kunjung memiliki HPP.

“Kami berharap import garam industri itu dikurangi supaya garam rakyat ini bisa terserap lebih banyak. Dengan demikian kesejahteraan petani garam akan meningkat, sebab 60 persen garam nasional itu berasal dari Madura,” bebernya.

Diakui Firdaus, permasalahan garam hampir terjadi setiap tahun khususnya saat musim panen. Pasalnya, di saat petani garam berharap mendapatkan keuntungan dari hasil panen, justru harga garam turun drastis. Hal ini diperparah dengan kebijakan pemerintah yang membuka kran import garam industri dari luar negeri sehingga pproduk garam dalam negeri tak terserap.

“Kami bahkan pernah mendatangi ke Pelabuhan Perak untuk melihat langsung proses bongkar muat garam import dari Australia. Yang menjadi janggal garam itu kemudian dibawa ke Gresik. Itu disana tidak ada kegiatan usaha, tapi hanya digelempakkan diatas terpal, lalu dioplos dengan garam petani sehingga akhirnya ditangkap polisi,” ungkap Firdaus. (ud)

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry