Beredar di medsos nahdliyin,'Berita Acara' Pertemuan 9 Masyayikh. (FT/ist)

SURABAYA | duta.co – Ketua Komite Khitthah Nahdlatul Ulama 1926 (KKNU-26), Prof Dr Rochmat Wahab, berharap semua pihak yang larut dalam dukung-mendukung kandidat Ketua Umum PBNU, menahan diri.

Jangan memaksakan kehendak, terkait jadwal maju atau mundur Muktamar ke-34 NU di Lampung, urusan PBNU. “Biarlah PBNU segera menetapkan, kapan waktu terbaik muktamar. PBNU memang harus tanggap, cepat dan tegas, tidak boleh larut dalam kepentingan kelompok. Tentu, mempertimbangkan pandemi covid-19 yang sudah menjadi konsen kita bersama,” demikian Prof Rochmat, kepada duta.co, Kamis (25/11/21).

– Ketua Komite Khitthah Nahdlatul Ulama 1926 (KKNU-26), Prof Dr Rochmat Wahab.

Terbaru, seperti ramai di media sosial nahdliyin, bahwa, 9 kiai sepuh NU mengadakan  pertemuan di Jakarta, Rabu (24/11). Hasilnya, meminta agar muktamar mundur ke bulan Januari 2022. Alasannya, biar persiapan lebih maksimal dan optimal.

“Muktamar ke-34 NU dapat dilaksanakan dengan persiapan yang maksimal dan optimal. Karena itu idealnya Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama dilaksanakan pada akhir Januari 2022 bertepatan dengan Harlah NU ke-96,” demikian salah satu bunyi ‘berita acara’ Pertemuan Masyayikh NU tersebut.

Berita acara itu juga dikirim ke PBNU. Sembilan masyayikh yang teken adalah: KH Anwar Manshur (Jawa Timur), KH Abuya Muhtadi Dimyati (Banten), Tuanku Bagindo Muhammad Leter (Sumatera Barat), KH Manarul Hidayat (Jakarta), Dr KH Abun Bunyamin, MS (Jabar), KH Ahmad Haris Shodaqoh (Jateng), KH. Abdul Kadir Makarim (NTT), KH Muhshin Abdillah (Lampung) dan Dr KH Farid Wadjdy (Kaltim).

Menurut Prof Rochmat, soal kebijakan kapan muktamar, PBNU harus segera memutuskan, jangan sampai menjadi polemik. Karena fakta lapangan, ada yang ‘kebelet’ menjadi Ketua Umum.  “Jangan sampai soal jadwal saja mengundang pro-kontra. Akhirnya ada kelompok baik struktural maupun kultural, yang secara terbuka menyampaikan keinginan kuatnya. Kesan yang muncul ‘perang bintang’. Ini harus kita hindari,” tegasnya.

Politik Kebangsaan

Menantu cucu almaghfuurlah KH Abdul Wahab Chasbullah, muassis NU ini kemudian merujuk dukung-mendukung calon Rais Aam dan Ketum PBNU yang kelewat vulgar. “Tidak hanya terjadi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, tapi juga DKI Jakarta dengan melibatkan para masyayikh wilayah setempat. Bahkan dari berbagai wilayah yang berpisah. Belum lagi para Gus yang tidak mau kalah. Ini jelas tidak elok,” urainya.

Kendati begitu, sarannya, warga nahdliyin harus bisa mengambil hikmah dari semua itu. “Di satu sisi ‘unjuk muka’ para masyayikh ini merupakan tanda positif, bahwa cukup banyak kiai yang ingin Muktamar ke-34 lancar dan sukses. Tetapi, di sisi lain, terkesan memaksakan kehendak. Semua ini tidak lepas dari tarik-menarik politik yang telah mempengaruhi kehidupan organisasi NU selama ini,” jelasnya.

“Karena itu, melihat kondisi yang semakin menghangat, PBNU utamanya SC dan OC tidak boleh mengabaikan dan harus bersikap tegas, jangan sampai makin memperparah situasi dan iklim muktamar. Keputusan jadwal penyelenggaran harus segera dibuat dengan mempertimbangkan mashlahah dan madharatnya,” sarannya.

Terakhir, tambah Prof Rochmat, semua tahu, PBNU sudah membentuk Majelis Tahkim dengan 11 ulama sepuh. “Kita berharap majelis tahkim ini bekerja maksimal di tengah PBNU sedang ‘kedodoran’ melawan manuver politik kepentingan. Ini penting, demi menjaga politik kebangsaan,” pungkasnya. (mky)