JAKARTA | duta.co – Saham Freeport-McMoran Inc (FCX) di Bursa Efek New York mengalami tren penurunan sejak awal tahun 2017 ini. Kisruh antara PT Freeport Indonesia dengan pemerintah menurut Analis Senior PT Binaartha Sekuritas Reza Priyambada menjadi salah satu penyebab.

FCX mendapat harga saham tertinggi yaitu sebesar USD 17,02 pada 24 Januari 2017. Namun harganya menurun akibat profit taking sebagai imbas pelemahan harga komiditas. “Saat itu dolar Amerika menguat setelah Donald Trump terpilih menjadi Presiden Amerika,” kata Reza Priyambada dalam keterangan tertulis, Selasa (21/2/2017).

Pada Februari, FCX secara bertahap mulai kembali mengalami kenaikan. FCX menguat hingga menyentuh level tertingginya di USD 16,84 pada 1 Februari 2017. Namun tidak lama kemudian FCX bergerak turun.

Harga saham FCX setelah berada di USD 15,96 pada 13 Februari terus turun hingga di bawah US$15 pada akhir pekan lalu, 17 Februari. Nilai tersebut merupakan harga terendah FCX dalam 1 bulan terakhir.

Reza mengatakan saham sejenis memang melemah dalam satu bulan terakhir. Namun pelemahan yang dialami tidak sedalam FCX. Harga saham FCX melemah -10,45 persen. Sementara saham BHP Billiton Ltd (BHP) melemah -2,45 persen, Compass Minerals International Inc. (CMP) -6,76 persen dan Materion Corp (MTRN) -8,78 persen.

Menurut Reza, pelemahan FCX dipicu perseteruan PT Freeport Indonesia dengan pemerintah Indonesia. Keduanya belum sepakat mengenai kebijakan baru terkait investasi pertambangan.

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara (minerba). Semua Kontrak Kerja (KK) diwajibkan berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) jika ingin ekspor konsentrat. Izin ekspor baru akan diberikan jika KK juga berkomitmen membangun smelter dalam lima tahun dan membagi sahamnya sebesar 51 persen secara bertahap.

Freeport sebagai salah satu KK enggan berubah jika syarat yang mereka ajukan tidak dipenuhi pemerintah. Freeport mengajukan syarat karena menilai aturan baru itu tidak memberikan kepastian hukum dan fiskal bagi perusahaan. Jika tak kunjung sepakat, Freeport menilai pemerintah memutus kontrak secara sepihak dan mengancam menggugat ke arbitrase internasional. net

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry