DARMANSYAH didampingi kuasa hukumnya buka posko korban Yusuf Mansur di Surabaya.

SURABAYA | duta.co – Heboh kasus dugaan penipuan investasi yang dilakukan Jam’an Nur Chotib Mansur alias Ustaz Yusuf Mansur belum mereda. Termasuk soal sang ustad dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI 2016 lalu. Kasus ini ternyata berakhir damai.

Sang pelapor, Darmansyah, telah menerima uang investasi dari Yusuf Mansur. Korban lain bisa melakukan hal serupa jika ingin uangnya kembali.

Kasus ini semula dilaporkan Darmansyah, warga Kelurahan Tanah Kedinding, Kecamatan Kenjeran, Surabaya, Jawa Timur, melalui kuasanya, Sudarso Arief Bakuama, ke Bareskrim Mabes Polri pada Agustus 2016 lalu. Pelapor adalah anggota jemaah Yusuf Mansur, yang juga sebagai perekrut investasi Condotel Moya.

Sudarso menjelaskan, bisnis investasi yang melibatkan Yusuf Mansur bermula ketika seorang pengusaha katering di Yogyakarta berinisial S ingin membuat bisnis besar pada 2012-2013 silam. Dia menggandeng konsultan properti yang juga pemilik Moya, HS. Rencananya, hotel bintang tiga akan dibangun.

Untuk menggandeng investor, lalu direkrutlah Yusuf Mansur. Pada 2013, ustaz berparas tampan itu pun mempromosikan bisnis investasi Condotel Moya. Dia menawarkan bisnis investasinya itu dengan payung Veritra Sentosa Internasional atau VSI.

“Pada kelanjutannya, investasi itu tidak jelas. OJK juga sudah menyatakan VSI ilegal,” kata Sudarso di Surabaya, Jawa Timur, pada Kamis malam, 1 Juni 2017.

Darmansyah adalah salah satu investor yang direkrut Yusuf Mansur. Dia mengaku ikut pada awal 2014 setelah mengikuti pertemuan di Surabaya. Dia menginvestasikan uangnya total Rp48,6 juta.

Belakangan dia merasakan ketidakberesan pada investasi Condotel Moya yang ditawarkan Yusuf Mansur. Dia lalu melaporkan sang ustaz ke Mabes Polri pada Agustus 2016.

Semua pihak terkait dipanggil oleh penyelidik untuk diminta keterangan, termasuk Yusuf Mansur. “Yusuf Mansur mengakui soal kesalahannya itu,” ujar Sudarso.

Polda Metro Jaya memediasi kasus tersebut dan terjadilah perdamaian pada Februari 2017 lalu. Yusuf lalu mengembalikan uang investasi yang disetorkan Darmansyah berikut keuntungannya. Total yang diterima pelapor Rp78,6 juta.

Ada banyak pasal dalam perjanjian damai itu. Selain Darmansyah (Pihak Kedua), diharuskan mencabut laporan polisi, Yusuf selaku Pihak Kesatu juga meminta agar pengembalian uang investasi itu disosialisasikan kepada investor lain.

“Kami juga diminta agar menyampaikan kepada siapapun yang berinvestasi dan ingin uangnya kembali,” kata Rachmat Siregar, kuasa hukum Darmansyah.

Selain Darmansyah, lanjut Rakhmat, ada lagi enam investor asal Surabaya yang bergabung, atas ajakan Darmansyah, yang akan menagih uang investasinya ke Yusuf Mansur.

“Yang lain di Surabaya dan Jatim ingin uangnya kembali, silakan bergabung. Setelah ini kami ke Solo, setelah itu di Medan. Ini atas persetujuan Yusuf Mansur dan itu disebutkan dalam pasal lima di surat perdamaian. Yusuf Mansur siap mengembalikan,” ujarnya.

Untuk itu Darmansyah membuka posko pengaduan korban sang ustad di Surabaya.

Peran OJK

Seperti diketahui bisnis yang dijalankan Ustaz Yusuf Mansur di bawah payung PT Veritra Sentosa Internasional (VSI) menuai masalah. Tak hanya Condotel Moya tapi juga VPay. Para mitra tidak bisa melakukan transaksi dengan VPay, yang merupakan alat pembayaran berbagai jasa.

Menanggapi hal tersebut, ekonom Ryan Kiryanto memandang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebaiknya mulai memikirkan produk-produk investasi atau istilahnya produk hibrid yang ditawarkan berbagai pihak, termasuk bisnis sang ustaz yang menawarkan jasa pembayaran dengan skema serupa multi level marketing (MLM).

“Kalau belum diatur, segera diatur. OJK harus mengidentifikasi produk-produk apa saja yang dikonsumsi masyarakat dan berpotensi mengalami gagal bayar atau default kemudian dilakukan langkah-langkah perbaikan, tidak boleh lagi ada komoditas, instrumen investasi yang tidak diawasi,” kata Ryan di Jakarta.

Tugas OJK tersebut terkait salah satu fungsi pendirian OJK, yakni perlindungan konsumen. Otoritas tersebut harus memikirkan perlindungan terhadap konsumen yang menjadi korban produk-produk investasi yang tak jelas dan belum diawasi.

“Salah satu tolok ukur keberhasilan OJK adalah kalau ke depannya tingkat pengaduan masyarakat berkurang. Tapi kalau pengaduan semakin bertambah berarti OJK belum bekerja secara optimal,” jelas Ryan.

Terkait bisnis pembayaran menggunakan fasilitas VPay yang ditawarkan VSI, Ryan menyarankan OJK seharusnya berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI). Ini mengingat BI adalah pengatur sekaligus pengawas sistem pembayaran nasional.

“Harus (koordinasi dengan BI). Undang-undang BI menyatakan pelanggaran sistem pembayaran nasional dilakukan BI, maka harus koordinasi. Nanti kaitannya dengan layanan keuangan digital. Harus ada koordinasi harmonis antara BI selaku penyelenggara sistem pembayaran nasional yang efektif efisien dengan OJK,” papar dia.

VSI mengklaim sebagai penyedia jasa transaksi online untuk pembayaran listrik, pulsa telepon seluler, tagihan PDAM, televisi berbayar, hingga zakat. Untuk itu, VSI menjaring mitra dengan iming-iming bisa membayar banyak tagihan tersebut secara gratis. Padahal, investasinya sangat mungil, yakni mulai dari Rp 275.000 hingga sekitar Rp 8,5 juta. * ud,vvn

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry