
KEDIRI | duta.co- Di antara ratusan nama wisudawan yang dipanggil pada Wisuda Universitas Islam Kadiri (Uniska) Kediri hari kedua (30/11/2025) di Simpang Lima Gumul (SLG) Convention Hall, satu nama membuat seluruh ruangan seketika hening: Sheika Safira, mahasiswa terbaik Program Studi Teknik Komputer dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,91, yang meninggal dunia beberapa bulan sebelum kelulusannya.
Sheika wafat akibat kecelakaan lalu lintas di Jalan Raya Desa Jambean, Kecamatan Kras, Kabupaten Kediri, pada Rabu malam, 24 September 2025. Seharusnya, prestasi yang diraih menjadi puncak perjuangannya, namun takdir berkata lain. Meski demikian, prestasi dan ketekunannya membuat namanya tetap dipanggil dengan penuh penghormatan pada hari kedua wisuda.
Sheika dikenal sebagai pribadi yang baik, rajin, ulet, pantang menyerah, serta penuh perhatian kepada teman-temannya. Ia sering mengingatkan teman satu angkatannya terkait Kartu Rencana Studi (KRS) atau tugas kuliah, baik melalui grup kelas maupun pesan pribadi.
Dosen pembimbing akademiknya, in Kurniasari, S.Kom., M.Si., M.Kom., mengenang Sheika dengan penuh kebanggaan sekaligus rasa kehilangan yang mendalam.
“Dia anak yang baik, rajin, ulet, pantang menyerah, penuh tanggung jawab. Dia sangat perhatian dengan temannya, selalu mengingatkan kalau ada yang belum KRS-an. Anaknya supel,” tuturnya.
Ia juga menceritakan bagaimana Sheika tetap berjuang menyelesaikan Tugas Akhir meski Iin kala itu sedang cuti hamil dan tidak masuk kampus.
“Dia rela menunggu dan beberapa kali ke rumah untuk revisi dan tanda tangan. Dia ingin segera tuntas TA-nya (Tugas Akhir), dan teman-temannya jadi ikut termotivasi,” kenangnya.
Bahkan, Sheika sempat dilibatkan dalam penelitian hibah dan PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) karena rasa tanggung jawab dan etos kerjanya yang tinggi.
“Dulu dia pernah cerita, ingin membanggakan orang tuanya dengan lulus tepat waktu,” ucapnya lirih.
Dekan Fakultas Teknik, Dr. Riska Nurtantyo Sarbini, ST., MT., juga menyampaikan kesan mendalam tentang sosok Sheika. Baginya, almarhumah adalah mahasiswa paket lengkap.
“Mahasiswa yang aktif, dalam perkuliahan aktif semua. Perilakunya santun, skripsinya bagus, jurnalnya bagus. Dia seperti paket lengkap,” ujarnya.
Dr. Riska juga masih ingat bahwa Sheika memiliki cita-cita melanjutkan studi S2 di ITS dan menjadi dosen, sebuah mimpi yang ia kejar dengan kesungguhan dan ketekunan yang melampaui banyak mahasiswa seusianya.
Kesedihan paling dalam tentu dirasakan orang tuanya, terutama sang ibunda, dr. Wiwin Sulastri, yang menceritakan bagaimana sejak kecil Sheika dibesarkan sebagai perempuan yang serba bisa dan memahami porsi tanggung jawab, baik di luar maupun di rumah.
“Sheika itu anak yang disiplin. Dia saya didik menjadi perempuan yang serba bisa. Saya didik jadi perempuan yang tidak hanya pintar di luar saja tapi juga di dalam rumah,” ujarnya.
Ia mengenang betapa Sheika selalu peka terhadap kondisi orang tua.
“Sheika selalu bilang, ‘Ibu jangan capek-capek. Yang bagian setrika aku aja.’ Masak juga gitu. Kadang dia masakin buat keluarga biar ibu nggak capek. Dia pinter nyuci, nyapu, masak,” tuturnya.
dr. Wiwin juga mengingat kalimat Sheika kepada adiknya beberapa waktu sebelum kepergian almarhumah yang kini terasa seperti pertanda:
“Kamu harapan satu-satunya Ibuk. Kamu harus belajar lho ya,” pesannya.
Sang adik yang polos bertanya, “Lha Mbak Sheika mau ke mana?” Sebuah dialog yang kini menyisakan duka mendalam. Sejak kecil, dr. Wiwin mendidik Sheika untuk berpikir holistik—menilai sesuatu secara utuh, bijak, dan seimbang—dan Sheika tumbuh tepat seperti itu: anak yang matang, dewasa, dan penuh pertimbangan.
Ayah tirinya, Arijadi Setyanto, AP, juga menyampaikan kesan pribadi tentang sosok Sheika. Baginya, Sheika bukan hanya anak yang berprestasi di kampus, tetapi juga pribadi yang lembut dan penurut di rumah.
“Sheika itu anak yang penurut, gigih dalam belajar, dan dalam hal agama juga tekun. Dia sering mengingatkan adik-adiknya untuk ibadah dan belajar,” tuturnya.
Kalimat sederhana itu menggambarkan betapa Sheika meninggalkan teladan yang kuat bagi keluarganya, tidak hanya melalui prestasi akademik, tetapi juga melalui akhlaknya.
Pada prosesi wisuda hari ini, suasana auditorium kembali haru saat nama Sheika dipanggil sebagai salah satu wisudawan terbaik. Ibunda Sheika, dr. Wiwin, maju menerima penghargaan dan uang pembinaan, berdiri di antara para wisudawan terbaik lainnya dan disambut tepuk tangan panjang sebagai bentuk penghormatan bagi almarhumah.
Selanjutnya, sesuai tahapan prosesi wisuda, dilakukan pengukuhan dan penyerahan ijazah oleh Rektor. Pada prosesi resmi ini, yang naik ke panggung mewakili Sheika adalah ayah tirinya, Arijadi Setyanto, AP, yang menerima ijazah dengan langkah tenang namun penuh haru.
Rektor Uniska Kediri, Prof. Dr. H. Bambang Yulianto, M.Pd, kemudian menyampaikan belasungkawa mendalam atas nama sivitas akademika dan yayasan. Beliau menyampaikan ungkapan duka yang tulus.
“Semoga almarhumah dimuliakan oleh Allah SWT”, ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Rektor juga memberikan bentuk penghargaan dan kepedulian kepada keluarga Sheika dengan menyatakan,
“Jika ada adik almarhumah yang berkenan berkuliah di Uniska Kediri, maka kami gratiskan dari masuk sampai lulus. Semoga barokah untuk kita semua.” Pernyataan itu, sontak disambut haru oleh seluruh hadirin.
Meski Sheika tidak dapat merayakan hari kelulusannya secara langsung, warisan kebaikan, ketekunan, dan inspirasi yang ia tinggalkan begitu kuat. Semoga almarhumah mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya.
Semoga segala kebaikan yang ia tanam menjadi amal yang terus mengalir bagi keluarga dan orang-orang yang mencintainya. (bud)






































