Oleh Syarif Thayib, Dosen UINSA, Sekjen Da’i Kamtibmas POLDA Jatim

RABU, 9 April 2025. penulis bersyukur bisa membersamai tiga Da’i (juru dakwah) terkenal yang sama-sama menahkodai Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya. Mereka adalah KH. Imam Chambali, Prof. Dr. KH. Saiful Jazil, M.Ag., dan Dr. KH. Syukron Jazilan, M.Pd.

Ketiganya punya jadwal ceramah yang sangat padat, di samping harus mengasuh ribuan santri Al-Jihad yang tersebar di belasan cabang Pesantren se-Indonesia.

Sepanjang perjalanan kami menuju ndalem Romo Kyai Chusaini Ilyas Mojokerto (sebelum lanjut ke Lamongan). Ketiga Da’i terkenal di atas bercerita pengalaman masing-masing dan pengalaman Da’i terkenal lain yang mengalami ujian lucu selama mengarungi dunia dakwah. Mulai Khutbah Jumat, peringatan hari besar Islam, Walimatul ‘Urs, Haul, dan lain-lain.

Beberapa pengalaman lucu mereka sengaja penulis sampaikan untuk manyadarkan kita, bahwa “ujian hidup” itu pasti menimpa siapapun, dengan profesi apapun. Termasuk para Kyai atau Da’i sekalipun.

Bedanya, para Kyai menganggap ujian-ujian itu sebagai hiburan atau bunga kehidupan, sehingga mereka tetap gembira dan menganggapnya sesuatu yang lucu, hehe..

Supaya tidak menjadi “beban”, nama pelaku peristiwa sebenarnya pada kisah-kisah lucu berikut sengaja penulis rahasiakan:

*Sebelum Ada Teknologi Transfer*
Kyai Ismail (nama samaran) kaget, karena amplop yang diterima usai ceramah Maulid Nabi kali ini super tebal. Kira-kira seperti dua bendel uang kertas baru dari Bank yang bertebaran jelang lebaran. Warna amplopnya pun beda. Biasanya putih, kali ini warnanya coklat.

Kyai ismail sudah feeling. Ini pasti ada yang keliru. Tetapi Kyai Ismail “Jaim” kalau bertanya ke Panitia acara. Walhasil, sesampainya di rumah, amplop ceramah yang biasanya diberikan langsung ke istrinya, kali ini dia simpan di laci meja kerjanya di rumah.

Benar saja, belum satu jam amplop isi uang itu berada di laci. HP-nya berdering nyaring. Di ujung sana pengurus masjid menyapa:

“Maaf Kyai.. sekali lagi saya minta maaf. Tadi amplop Bisyaroh yang saya berikan ke panjenengan itu uang titipan pembayaran Listrik Jemaah Masjid yang tinggal di sekitaran Masjid. Ngapunten lho Kyai.. apa bisa kalau sekarang saya tukar..?”

Kyai Ismail sambil tersenyum menahan tawa, berkata:
“Monggo mas, mumpung belum “ketahuan” istri saya. Kalau sudah dibuka bendahara rumah, gak bisa ditukar atau dikembalikan lho ya.. hahaha..”

Seru di Tempat Wudlu

Sebut saja Namanya Ustadz An’im. Khatib dengan jam terbang lumayan tinggi ini setiap kali selesai menerima honor (bisyaroh) khutbah Jum’at, selalu tergesa-gesa menuju tempat wudlu.

Awalnya, bendahara takmir masjid menganggap Ustadz An’im adalah pelaku dawamul wudlu (membiasakan diri untuk tidak batal wudlu). Ternyata dugaannya keliru.

Suatu ketika, tanpa sengaja, Bendahara Takmir yang biasa memberikan amplop Bisyaroh kepada khatib melihat Ustadz An’im sedang menghitung uang isi amplop bisyaroh khutbah di tempat Wudlu.

Sesampainya di rumah, Bendahara Takmir ini bercerita ke istrinya tentang kejadian Ustadz An’im di tempat Wudlu. Istrinya dengan bijak mengatakan:

“Wajar toh mas kalau isi amplop itu dihitung dulu sebelum dibawa pulang oleh khatib. Bisa jadi Ustadz An’im punya trauma kalau isi amplopnya keliru jumlahnya atau tidak seperti biasanya. Atau takut tertukar lagi dengan yang lain.”

Setelah enam bulan berselang, Ustadz An’im kembali hadir berkhutbah. Seperti biasa, Ustadz An’im bergegas menuju tempat Wudlu. Tetapi baru beberapa Langkah berjalan cepat, Bendahara Takmir langsung berkata:
“Dihitung disini saja Ustadz..!! biar bisa disaksikan Pengurus lain. Kita terbuka kok..”

Sontak wajah Ustadz An’im merona merah, seperti menahan malu. Rupanya kebiasaan menghitung amplop di tempat wudlu sudah diketahui pengurus Takmir, bisiknya dalam hati Ustadz An’im. Hehe..

Dakwah Prank

Semakin tinggi pohon, semakin kencang angin menerpanya. Pribahasa ini nampaknya cocok untuk Buya Jamal (nama samaran). Bagaimana tidak, kalender besar 2025 di ruang tamu rumahnya sudah penuh tulisan jadwal ceramah dari September 2024. Super tinggi jam terbang dakwahnya.

Buya Jamal orangnya sangat tawadlu (rendah hati). Beliau tidak pernah pilah-pilih masjid atau majelis. Siapapun yang mengundangnya, asal tidak berbenturan, beliau siap hadir.

Salah satu kerabatnya pernah bercerita kalau Buya Jamal lumayan sering kena Prank undangan pengajian, entah dari siapa.

Salah satunya adalah undangan ceramah walimatul ‘Urs (resepsi pernikahan) dari seorang penelpon yang menghubunginya hingga hari H acara. Tempatnya di Ponorogo. Buya Jamal berangkat langsung dari rumahnya di Surabaya. Jarak tempuhnya sekitar 200 kilometer. Lumayan jauh, khan ?

Pas Adzan Isya’, Buya Jamal tiba di Masjid Cokronegoro, barat alun-alun Ponorogo. Seketika panitia yang menghubunginya selama ini sudah tidak bisa dihubungi. Alamat shareloc terakhir yang diberikan Panitia oleh Buya Jamal didatangi. Ternyata disana sepi tidak ada orang sama sekali.

Untung sopir Buya Jamal pinter dongeng, sehingga tanpa terasa Buya Jamal menunggu info panitia penghubung hingga pukul 21.30 WIB.

Karena tidak kunjung ada khabar, maka Buya Jamal mengajak sopirnya kembali ke Surabaya sambil berkata cekikikan: “Aya-aya wae..” (bersambung).”

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry