“Perubahan besar! Ini yang berat barangkali. Artinya bukan perubahan kecil yang sebatas ritus dan rutinisme pemerintahan, seperti yang lalu-lalu.”
Oleh Sean Choir
PILKADA serentak telah menghadirkan banyak kejutan politik. Seperti yang terjadi di Jombang, misalnya. Petahana tumbang secara fenomenal di tangan pendatang baru dengan angka yang sangat tebal, 74,88%. Kok Bisa?
Bukankah pentahana adalah representasi dari klan politik yang sangat lama, kuat dan mengakar? Bukankah paslon petahana memiliki semua modal politik untuk menang?
Apa yang sesungguhnya terjadi pada pasangan Mundjidah Wahab – Sumrambah (MURAH) ini? Apakah pasangan MURAH benar-benar tidak mahal lagi di mata rakyat Jombang? Dengan serba sedikit dan terbatas, bagian ke-3 dari tulisan ini mencoba menguliknya.
Nol Legacy Politik
Tiadanya legacy politik, dipastikan sebagai penyebab utamanya. Hal ini paling tidak tercermin dari hasil sigi dua lembaga Survey kredibel, sejak bulan Agustus 2024. PUSDEHAM dan LSI Deny JA telah menemukan fakta politik yang mencengangkan.
Kecuali membuat kebijakan yang bersifat ritus dan rutinisme politik, hampir pasti tidak ditemukan suatu legacy yang bernilai “politik Waow” bagi rakyat Jombang. Sehingga rakyat Jombang sangat terkesan dan kemudian dengan tulus mengingat, menghargai dan kemudian memberinya kesempatan untuk kedua kalinya.
Ada bangunan baru seperti, penataan taman kota di alun-alun, gedung Bank Jombang, pedestrian Jl. KH. Wachid Hasyim dan pedestrian Jl. Gus Dur. Tapi berbagai bangunan tersebut belum menjadi legacy yang fenomenal.
Justru dua bangunan pedestrian disebut terakhir, oleh rakyat dipersepsi rendah kualitasnya sebagai dampak dari tata kelola pembangunan yang kurang transparan dan akuntabel. Besarnya potongan fee dari berbagai proyek fisik, adalah rumor politik yang menghias di ruang publik dan diduga sebagai faktor penyebab rendahnya kualitas hasil akhir proyek.
Terlebih lagi, berbagai bangunan tersebut di atas tidak menjawab langsung atas problema kemiskinan yang kian terus bertambah. Pada Maret 2023, jumlah penduduk miskin mencapai 117.360 jiwa. Angka ini naik 1,88 ribu jiwa dari Maret 2022 yang sebesar 115.480 Jiwa ( BPS, Jombang). Saat yang sama, jumlah pengangguran yang menjadi legacy ekonomi petahana mencapai 35.000 jiwa.
Ingin Pemimpin Baru
Seiring dengan tiadanya legacy dari petahana, masyarakat Jombang menginginkan hadirnya pemimpin baru. Hasil sigi PUSDEHAM dan LSI Deny JA mengkonfirmasi temuan ini di bulan Agustus 2024. Sekitar 77,7% masyarakat Jombang tidak ingin dipimpin oleh petahana. Ini artinya 77,7% masyarakat Jombang sangat kuat berharap di pimpin oleh pemimpin baru.
Harapan besar ini kemudian terjawab saat masyarakat Jombang berada di bilik suara pada 27 Nopember 2024. Hampir 75% masyarakat Jombang menolak petahana dan memberikan suaranya kepada pasangan Warsubi – Salmanudin Yazid (WARSA). Ini angka yang presisi dengan hasil sigi di bulan Juli 2024.
Angka kemenangan WARSA yang hampir 75% ini tentunya bukan angka simbolik yang tanpa makna politik. Ini angka kemenangan bersejarah bagi politisi pendatang baru.
Hebatnya, angka kemenangan itu terjadi di semua wilayah kecamatan. Tak terkecuali kecamatan yang selama ini menjadi basis kekuatan politik merah dan hijau. Kecamatan Bareng, Wonosalam, Diwek dan Mojoagung juga ikut tumbang.
Harapan Terjadinya Perubahan Besar
Makna substantif dari angka kemenangan WARSA yang begitu tebal itu adalah harapan terjadinya perubahan besar di Jombang dari tanggungjawab konstitusional yang harus di emban oleh WARSA. Ini yang tidak mudah dan butuh komitmen yang kuat untuk menjalankannya.
Perubahan besar! Ini yang berat barangkali. Artinya bukan perubahan kecil yang sebatas ritus dan rutinisme pemerintahan, seperti yang lalu-lalu.
Mengentaskan 117.360 Jiwa penduduk miskin, mencipta lapangan kerja untuk 35.000 pengangguran, tentu tidak bisa dengan cara kerja on the box. Mau tidak mau WARSA dituntut bekerja dengan cara out of the box. Penuh inovasi dan dedikasi.
Anti korupsi, tidak ada jual beli jabatan, transparan dan akuntabel dalam pengadaan barang dan jasa adalah prinsip nilai dasar yang harus dijadikan panduan mutlak dalam disain tata kelola pemerintahan ke depan.
Aturan-aturan daerah yang menghambat investasi harus direview segera dan diganti dengan aturan yang ramah terhadap hadirnya investor. Tata ruang harus dipastikan tidak jadi tata uang sehingga investor lari ke daerah lain.
Pusat-pusat ekonomi baru harus segera didesain untuk dijual ke pasar investasi. Wonosalam segera di bangunkan dari tidur panjangnya sebagai lahan tidur dan segera didesain sebagai spot ekonomi baru yang menjanjikan dan merubah semuanya.
Sekali lagi, di sinilah titik berat tanggungjawab konstitusional dari angka kemenangan yang hampir 75% itu.
*Sean Choir*
Khadam Kultural NU, tinggal di Jombang