INSIDEN KILANG TRADISIONAL: Kobaran api di sumur pengeboran minyak tradisional di Desa Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur, yang terbakar, Rabu (25/4) dini hari, hingga kini belum bisa dipadamkan. (AFP)

ACEH TIMUR | duta.co – Kilang minyak tradisional di Desa Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur, terbakar hebat, Rabu (24/4). Korban tewas mencapai 18 orang. “Sebanyak 18 korban jiwa meninggal dunia dengan kondisi 70 persen luka bakar,” beber Kadivhumas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto di kantornya di Jakarta Selatan.

Sementara itu, korban luka yang berjumlah sekitar 43 orang masih dirawat di sejumlah rumah sakit berbeda. Mereka dirawat di Rumah Sakit Graha Bunda-Idi Rayeuk, Rumah Sakit Zubir Mahmud-Idi Rayeuk dan Rumah Sakit Abdul Aziz-Peureulak.

Hingga saat ini, api yang membumbung sekitar 100 m di lokasi kejadian, belum bisa dipadamkan. Pihak kepolisian sudah berkoordinasi dengan Pertamina dan Kementerian ESDM untuk memadamkan api. “Teknis itu ya. Dari ESDM sudah diundang untuk mengecek lagi,” kata Setyo.

Petugas gabungan juga masih siaga di lokasi kejadian untuk mengantisipasi meluasnya dampak kebakaran ke pemukiman warga. Jenderal bintang dua itu mengimbau agar masyarakat tidak mendekat ke lokasi.  “Jangan sampai ada masyarakat jadi korban lagi dilarang mendekat. Sementara TKP sedang diolah aparat setempat,” tukas dia.

Polisi masih menyelidiki penyebab kebakaran di sumur minyak tradisional di Desa Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur. Dugaan sementara, kebakaran dipicu akibat percikan api dari rokok salah seorang warga.  “Penyebab meledaknya masih diselidiki. Banyak orang di situ mungkin ada yang merokok,” beber Irjen Setyo Wasisto.

Setyo menyebut, kebakaran bisa terjadi lantaran masyarakat belum mendapat edukasi benar soal bahaya bahan bakar minyak. “Namanya juga di kampung, pasti berebutan minyak jadi ramai gitu,” tutur Setyo.

Saat ini, kata dia, olah tempat kejadian perkara sudah dilakukan. Polisi juga bakal memeriksa puluhan orang yang menjadi korban untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya.  “Nanti kita lihat apakah terkait dengan hukum. Saksi itu 40 orang luka-luka yang dijadikan saksi. Tapi masih menunggu pemulihan korban,” kata Setyo.

Nasib Kilang Tradisional Bojonegoro

Kilang minyak tradisional seperti di Aceh juga ada di Bojonegoro. Hanya saja, kilang milik PT Tri Wahana Universal (TWU) yang terletak di Desa Sumengko, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, itu telah berhenti beroperasi. Alasannya, kenaikan harga bahan baku berupa minyak mentah yang menyebabkan keekonomian kilang.

Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harya Adityawarman mengatakan kilang itu berhenti beroperasi sejak 31 Januari 2018. “Karena ada kenaikan crude price sehingga dari perhitungan TWU tidak ekonomis,” kata dia dikutip dari Katadata.co.id, Minggu (1/4).

Tahun lalu, pemerintah memang mengubah harga minyak dari Lapangan Banyu Urip melalui Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 4028 K/12/MEM/2017. Keputusan yang berlaku 21 November 2017 itu menyebutkan formula minyak mentah Banyu Urip adalah ICP Arjuna plus US$5,50 per bareI pada titik serah fasilitas di penampungan terapung (Floating Storage and Offloading/FSO) Gagak Rimang.

Sebelum aturan ini berlaku, Kementerian ESDM sebenarnya sudah menentukan formula sementara. Ini tertuang dalam  Kepmen ESDM Nomor 168.K/12/DJM.B/2016 tentang Penetapan Formula Harga Minyak Mentah Indonesia Sementara Untuk Jenis Minyak Mentah Banyu Urip.

Aturan yang ditetapkan 23 Juni 2016 itu menyebutkan harga minyak mentah Banyu Urip di titik serah FSO Gagak Rimang sebesar ICP Arjuna dikurangi USD 0,50 per barel. Harga tersebut digunakan Perusahaan dalam Perjanjian Jual Beli Minyak dengan Pertamina dan PT Tri Wahana Universal (TWU). Jadi tidak ada lagi penjualan dari titik serah fasilitas produksi awal (Early Production Facility/EPF).

Dipasok Bahan Baku ExxonMobil

Adapun pasokan bahan baku kilang TWU berasal dari Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu. Blok itu dioperatori ExxonMobil, melalui anak usahanya yakni ExxonMobil Cepu Limited yang mewakili para mitra. Perusahaan asal Amerika Serikat itu memiliki hak kelola 45%.

Selain Exxon ada PT Pertamina (Persero) yang memiliki 45% hak kelola di Lapangan Banyu Urip. Sisanya sebesar 10% dimiliki secara kolektif oleh empat perusahaan milik daerah (secara kolektif disebut Badan Kerja Sama/BKS).

Kilang TWU memiliki dua train. Train pertama dibangun tahun 2018 dengan kapasitas enam ribu barel per hari di Bojonegoro. Kemudian tahun 2011 membangun train kedua yang berkapasitas 12 ribu bph. Namun 2014, TWU menaikkan kapasitas produksi train II sampai dengan 18 ribu bph.

Kilang yang berdiri di lahanseluas 7,2 hektare (ha) dengan jarak 7 kilo meter (km) dari sumur minyak Lapangan Banyu Urip ini memproduksi beberapa varian. Produk tersebut adalah High Speed Diesel (HSD), Straight Run Gasoline (SRG), VTB/LSWR oil, Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO) dan Parafin. hud, meo, ktd

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry