
JOMBANG | duta.co – Kebijakan penerapan sekolah lima hari di Kabupaten Jombang mendapat sorotan tajam dari para kiai Nahdlatul Ulama (NU). Kalangan Syuriah MWC NU hingga PCNU menilai, kebijakan tersebut menimbulkan lebih banyak dampak negatif, terutama bagi anak-anak di pedesaan.
Sorotan itu mengemuka dalam pertemuan Forum Syuriah MWC NU yang digelar di Pondok Pesantren Falahul Muhibbin, Watugaluh, Diwek, Senin (25/8/2025). Dalam forum tersebut, para kiai sepakat meminta Bupati Jombang, H. Warsubi, meninjau kembali kebijakan sekolah lima hari yang telah berjalan beberapa tahun terakhir.
Katib Syuriah PCNU Jombang, KH Sholahuddin Fathurrahman atau Gus Amang, menyampaikan hasil rapat menyimpulkan perlunya mengembalikan sistem pendidikan menjadi enam hari sekolah.
“Kegiatan pada hari Sabtu dan Ahad untuk anak-anak yang tidak sekolah, terutama di desa, menjadi tidak terkendali dan cenderung ke hal-hal yang tidak diinginkan,” ujarnya.
Menurut Gus Amang, padatnya jadwal belajar lima hari membuat anak-anak kesulitan mengikuti pendidikan agama seperti TPQ dan madrasah diniyah. Akibatnya, pendidikan karakter berbasis tradisi keagamaan yang selama ini mengakar mulai berkurang.
Selain itu, lanjutnya, penerapan sekolah lima hari menimbulkan kesenjangan antara sekolah umum dan madrasah, terutama di jenjang SMP. Di banyak daerah, jumlah siswa madrasah aliyah dan tsanawiyah justru lebih sedikit dibandingkan sekolah umum.
PCNU Jombang mengusulkan agar Dinas Pendidikan, Dewan Pendidikan, serta Lembaga Pendidikan Ma’arif NU duduk bersama memberikan masukan kepada bupati.
“Harapan kami, kebijakan sekolah lima hari bisa dievaluasi dan dikembalikan menjadi enam hari. Ini demi kepentingan pendidikan anak-anak Jombang,” pungkasnya. (din)