Keterangan foto tribunnews.com

JAKARTA | duta.co – Desakan Menteri Koordinator Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Binsar Pandjaitan dan Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Erick Thohir, agar Cawapres Ma’ruf Amin segera turun kampanye, dinilai tidak patut. Sebab, kenyataannya dokter masih melarangnya.

Bahkan pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio melihat Kiai Ma’ruf selama ini hanyalah bemper. Tidak boleh dipaksa menjami mesin, kasihan dia. “Nah kalau tujuan awalnya jadi tameng, bemper, jangan tiba-tiba disuruh jadi mesin, susah. Kalau disuruh jadi mesin, jadi repot,” ucap pengamat politik komunikasi politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, beberapa saat lalu (Minggu, 9/12/2018).

Hendri menjelaskan, Kiai Ma’ruf ini punya posisi yang khusus, tidak bisa disamakan dengan Prabowo Subianto, Sandiaga Uno apalagi Jokowi. Setidaknya ada tiga alasan dia. “Pertama, Kiai Ma’ruf ini dengan segala hormat, walaupun dia kiai besar, dia lebih dikenal sebagai kiai struktur dibandingkan kiai grassroot,” tutur Hendri.

Kedua, gaya Kiai Ma’ruf yang ulama tidak bisa disamakan dengan gaya milenialnya Sandiaga, piningitnya Jokowi, atau gaya elitnya Prabowo. “Gaya ulama, artinya orang yang datang ke dia, bukan dia mendatangi orang,” terang Hendri.

Selanjutnya faktor usia yang memungkinkan Kiai Ma’ruf agak lambat bergerak dan harus dimaklumi. Menurut Hendri, Erick sebagai ketum TKN semestinya bisa memperhitungkan kekuatan, kelebihan maupun kelemahan Ma’ruf.

“Menurut saya tidak fair Abang Erick menyalahkan kiai Ma’ruf. Justru, sekarang saya melihatnya jangan-jangan kelemahannya ada di ketua tim suksesnya juga,” cetus Founder lembaga survei KedaiKopi ini.

Sebetulnya banyak cara yang bisa ditempuh TKN dengan memanfaatkan Kiai Ma’ruf sesuai kemampuan yang dimilikinya. Semisal, sebut Hendri, mengadakan tabligh akbar dengan menghadirkan Ma’ruf atau roadshow hafiz Alquran.

“Dia (Ma’ruf) kan bemper, jadi digerakkan. Beda dengan mesin, bisa gerak sendiri. Jokowi bisa gerak sendiri, lah dia mesin. Mesin itu tugasnya mendulang suara banyak,” imbuh Hendri.

Mereka Tahu Keterbatasan Kiai Ma’ruf

Senada pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin. Menurutnya Kiai Ma’ruf dipilih karena dianggap akan mampu menggenjot elektabilitas Jokowi, setidaknya dari kelompok umat Islam, khususnya lagi untuk konsolidasi warga Nahdlatul Ulama (NU).

“Tetapi ternyata asumsi itu tampaknya keliru, dalam pengertian tidak sesuai yang diharapkan,” ujar pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin. Minggu (9/12).

Said mencontohkan, Reuni Akbar Mujahid 212 pada Minggu (2/12) lalu yang ditolak Kiai Mar’uf penyelenggaraannya. Harapan peserta yang hadir berkurang, tetapi justru membesar, dibandingkan Aksi Bela Islam pada 2016 silam.

Tak hanya itu, menurut Said, harapan suara NU solid dengan hadirnya Ma’ruf Amin sebagai pendamping Jokowi, jauh dari kenyataan. Sebab merujuk Pilpres 2014 di mana Jokowi juga berhadapan dengan Prabowo Subianto, suara NU terpecah.

“Faktanya justru cucu-cucu pendiri NU bergabung ke Prabowo,” sambungnya.

Ini berarti untuk sementara waktu, simpul Said, nilai jual Ma’ruf tidak sesuai harapan. Ia menduga hal inilah yang mendasari pernyataan Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf dan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan bahwa cawapres nomor urut 01 itu belum turun kampanye.

“Apakah kondisi kesehatan Pak Ma’ruf mendukung keinginan dari Pak Luhut dan Pak Erick karena di kamar mandi saja sudah terpeleset. Kalau yang diminta intensif dan blusukan, ini kurang realistis,” tandas Said.

Kiai Ma’ruf tidak bisa dipaksa mengikuti model kampanye blusukan seperti Jokowi. Ini sama saja memaksakan keterbatasan Kiai Ma’ruf, sedangkan mereka sudah tahu itu. (sumber: rmol.co)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry