SEMARANG | duta.co — Kekuatan pesantren selain memikul beban sebagai lembaga tafaqquh fi al-din, adalah kemandirian. Salah satunya kemandirian dalam hal ekonomi. Berbagai macam usaha dilakukan pesantren untuk menguatkan ketahanan ekonomi.
Nah, di sini, Badan Usaha Milik Pesantren (BUMP) menjadi ujung tombak kemampuan pesantren untuk mendatangkan pemasukan. Hadirnya usaha kemitraan dengan Indomaret yang diinisiasi Pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyyah (PP RMI) Nahdlatul Ulama, membuahkan hasil dengan diresmikannya Khozin Shop di Pesantren Khozinatul Ulum Blora, akhir bulan kemarin.
Berjejaring menjadi keniscayaan. Ini bisa menjadi salah satu celah menghadapi ekonomi global. Keputusan PP RMI bermitra dengan Indomaret, memang, rawan disalahpahami. Tapi dalam diskusi panjang, ini kebijakan paling rasional.
Belajar pada ahlinya yang telah memulai membuka gerai pada 1988 ini. Jumlah 12.800 gerai Indomaret menjadi ukuran pengalaman menjalankan bisnis ritel berjejaring. “Genre baru yang perlu dikembangkan pesantren,” papar ketua PP RMI Gus Rozin.
Kemitraan ini sejalan dengan visi dan misi yang diusung PP RMI dalam menjalankan roda organisasi. Jargon “Santri Mandiri dan NKRI Harga Mati” menjadi semboyan yang layak untuk terus didengungkan dan diaplikasikan. Semoga ada trickle down effect (dampak kemakmuran) yang bisa dirasakan pesantren sendiri, mitra (Indomaret) dan masyarakat.
Peneliti Pusat Kajian Dan Pengembangan Pesantren Nusantara (PKP2N) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta, H Abu Choir memberikan analisa bahwa Pesantren sebagai (Perusahaan Sosial Islam) islamic social entreprise. Hal ini bisa dilihat dengan ciri pertama, unit usaha didirikan mengacu pada peluang dan manajemen usaha profesional.
Kedua, dikembangkan sebagai upaya menjawab persoalan sosial pesantren dan masyarakat. Ketiga, dikembangkan dengan prasyarat nilai utama agama, misalnya tidak boleh menjual minuman keras. Keempat, hasil usaha digunakan sebesar-besarnya untuk pembiayaan pendidikan pesantren.
Abu Choir melihat bahwa bisnis ritel memang termasuk bisnis yang baik, terbukti tahan krisis dan menguasai hajat hidup orang banyak. Maka pesantren harus ikut terjun untuk membangun keberdayaan masyarakat.
“Kemitraan ini bisa menjadi solusi persoalan sumber pembiayaan pendidikan dan perwujudan misi sosial ekonomi pesantren sebagai islamic social entreprise,” tegas Abu Choir.
Selain itu, ini merupakan upaya baru yang ingin dicapai bersama pesantren dengan RMI.
Saat dihubungi melalui gawai Sekretaris PP RMI, Habib Sholeh menerangkan terdapat 9 keuntungan yang didapat dengan adanya kemitraan ini. Pertama, nama bersama brand pesantren dan Indomaret (Khozin shop-Indomaret; Alfadholi Mart-Indomaret; Mafamart-Indomaret; dll).
Kedua, santri mendapat pembelajaran sistem dan sikap bisnis yang bagus. Ketiga, modal dipinjami tanpa bunga, pesantren hanya mengeluarkan 25% (atau sesuai kesepakatan) dengan pembayaran pinjaman mulai pada bulan ke 7 (semua dari keuntungan usaha, bukan sumber lain). Keempat, sistem dan manajemen mapan dan handal, langsung berjalan (tanpa resiko). Kelima, tanpa royalty fee.
Keenam, tanpa deposit fee. Ketujuh, promosi produk ikut nasional. Kedelapan, bisa memasukkan produk pesantren atau UMKM pada gerai kemitraan, bahkan bisa dalam gerai Jawa Tengah atau nasional. Kesembilan, durasi kerjasama tidak lebih dari 5 tahun.
“Dalam kemitraan ini telah beroperasi Alfadholi Mart (Pesantren Al-Fadholi) Pati dan Khozin Shop. Satu titik di Pati proses pembangunan, tahap penilaian dan kelayakan terdapat dua titik di Pekalongan,” terang Habib Sholeh.
Habib menambahkan tentu kami dari PP RMI akan terus mengevaluasi kinerja yang telah kami lakukan. Harapannya, pesantren yang mengikuti kemitraan selama lima tahun mampu belajar dan sedikit demi sedikit mengaplikasikan ilmu yang didapat. Mimpi kami dalam lima tahun mendatang sudah banyak yang bergabung dengan kemitraan ini sehingga bisa berjejaring sendiri antar pesantren. (zul)