
“Isu penghapusan pajak kendaraan yang sedang ramai di media sosial menjadi contoh bagaimana narasi dibelokkan untuk menyerang. Banyak yang membandingkan kebijakan Pemprov Jatim dengan provinsi lain tanpa memahami konteks dan distribusi fiskal yang berlaku.”
Oleh Dr H Romadlon MM*
SERANGAN terhadap Khofifah Indar Parawansa bukan sekadar manuver politik. Tetapi ia selalu berhasil menepisnya. Ia mencerminkan keteguhan seorang pemimpin yang bekerja dalam senyap, berpijak pada ilmu, dan berpegang teguh pada kemaslahatan rakyat.
Di tengah hiruk-pikuk politik menjelang Pilkada, Khofifah Indar Parawansa menjadi sasaran berbagai serangan politik, termasuk di media sosial. Dari narasi manipulatif hingga video hoaks disebarluaskan, semua mengarah pada satu titik: Upaya menjatuhkan integritas pemimpin perempuan yang telah membuktikan kinerjanya secara nyata.
Namun, serangan ini justru mempertegas satu hal bahwa Khofifah bukan pemimpin biasa. Ia adalah sosok visioner, rasional, dan bersandar pada prinsip serta referensi keilmuan dalam setiap kebijakan.
Narasi Negatif, Sistematis
Sumber internal di Pemprov Jawa Timur mengungkap bahwa pola serangan terhadap Khofifah begitu sistematis, terstruktur, dan masif. Terindikasi kuat bahwa ini adalah agenda politik terselubung untuk menggiring opini publik agar menjauh dari figur yang berpengaruh dan disegani di tingkat lokal maupun nasional.
“Ibu Gubernur menyadari adanya upaya memecah belah, baik dari luar maupun dalam. Serangan ini bukan karena beliau lemah, tetapi justru karena beliau terlalu kuat,” ujar salah satu tokoh senior Pemprov.
Serangan sebagai Cermin Kekuatan
Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dan akademisi menyampaikan bila Khofifah tidak memiliki pengaruh besar, tentu tak akan menjadi sasaran serangan. “Ini justru membuktikan bahwa Khofifah adalah simpul penting dalam pembangunan Jawa Timur,” ujar seorang profesor dari lingkungan kampus NU di Surabaya. Ia pun mengimbau masyarakat agar tidak mudah termakan narasi provokatif yang jauh dari fakta.
Referensinya Ilmiah dan Kemaslahatan
Pembelaan paling kuat datang dari ulama karismatik nasional, Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, yang menegaskan bahwa Khofifah adalah pemimpin referensial dan sangat hati-hati dalam bertindak.
“Beliau tidak tergesa-gesa, tidak overacting, dan tidak mengambil keputusan berdasarkan popularitas sesaat. Karena tergesa-gesa itu dari setan, sedang ketenangan berpikir datang dari Allah SWT,” kata Kiai Asep sambil mengutip hadits Nabi SAW.
Kiai Asep menyatakan bahwa Khofifah dalam setiap kebijakannya senantiasa merujuk pada kaidah fiqhiyah: “Tasharruful imam ‘alar ra’iyah manutun bil maslahah” — Kebijakan seorang pemimpin harus selalu mengarah pada kemaslahatan umat.
Pajak yang Berkeadilan
Isu penghapusan pajak kendaraan yang sedang ramai di media sosial menjadi contoh bagaimana narasi dibelokkan untuk menyerang. Banyak yang membandingkan kebijakan Pemprov Jatim dengan provinsi lain tanpa memahami konteks dan distribusi fiskal yang berlaku.
Menurut Kiai Asep, kebijakan yang diambil Khofifah untuk tidak menghapus pokok pajak adalah cerminan dari prinsip keadilan. “Kalau semua dibebaskan, mereka yang taat membayar pajak bisa merasa dirugikan. Ini bisa memicu kecemburuan sosial,” jelasnya.
Perlu diketahui, 70% dari pajak kendaraan disalurkan ke kabupaten/kota, dan 30% ke provinsi. Jadi, ini bukan semata-mata kebijakan Gubernur, tapi bagian dari tanggung jawab fiskal yang harus dijalankan secara proporsional dan hati-hati.
Tantangan Komunikasi Publik
Di balik kerja-kerja sunyi yang dijalankan Khofifah—dari pendidikan, sosial, hingga infrastruktur—Kiai Asep mengingatkan bahwa komunikasi publik masih menjadi tantangan. “Orang-orang di sekitar beliau harus sigap menjelaskan kebijakan dan tidak membiarkan opini liar berkembang. Jangan sampai justru menjadi beban,” ujarnya.
Didukung Rakyat dan Ulama
Dukungan masyarakat dan para ulama tetap mengalir deras. Dalam Ramadan lalu, Kiai Asep sendiri membagikan lebih dari 48.000 paket bantuan sebagai simbol nyata dari nilai keberkahan dan kepedulian sosial yang sejalan dengan semangat Khofifah.
Selain itu, bahwa di tengah arus deras narasi negatif yang menyerang Ibu Khofifah Indar Parawansa secara masif dan terstruktur di media sosial, suara kebijaksanaan dan kejujuran datang dari KH Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MH — Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Timur dan Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur. Dalam pernyataannya, beliau memberikan penegasan moral bahwa masyarakat Jawa Timur tidak boleh larut dalam opini sesat yang dibungkus kepentingan politik sesaat.
Menurutnya, Jawa Timur membutuhkan kepemimpinan yang teruji, bukan fitnah dan provokasi. Di tengah arus deras narasi negatif yang menyerang Khofifah Indar Parawansa secara masif dan terstruktur di media sosial, suara kebijaksanaan dan kejujuran datang dari KH Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MH — Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Timur dan Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur.
Dalam pernyataannya, ia memberikan penegasan moral bahwa masyarakat Jawa Timur tidak boleh larut dalam opini sesat yang dibungkus kepentingan politik sesaat.
Kiai Mutawakkil menegaskan bahwa, “Prestasi demi prestasi telah ditorehkan oleh pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur, Ibu Khofifah Indar Parawansa dan Bapak Emil Dardak. Tentu capaian itu harus kita syukuri bersama, karena dengan kerja keras dan sinergi yang mereka bangun, Jawa Timur berhasil mencatatkan prestasi di atas rata-rata nasional dalam berbagai bidang.”
Pernyataan ini bukanlah pujian kosong. Rekam jejak Ibu Khofifah di berbagai sektor — pendidikan, kesejahteraan sosial, pemberdayaan ekonomi umat, penanganan bencana, hingga digitalisasi layanan publik — telah membawa Jawa Timur menjadi salah satu provinsi paling maju dan responsif di Indonesia. Bahkan, selama masa pandemi, kepemimpinan beliau menunjukkan kualitas leadership yang sigap, empatik, dan terorganisasi.
Bukan Kebetulan
KH Mutawakkil menambahkan bahwa terpilihnya kembali pasangan Khofifah-Emil bukanlah semata-mata hasil dari popularitas belaka, melainkan buah dari kepercayaan masyarakat Jawa Timur terhadap keberlanjutan pembangunan yang telah terbukti manfaatnya. “Ini bukan sekadar pengulangan kepemimpinan, tapi penegasan bahwa rakyat ingin keberlanjutan atas pembangunan yang telah dirasakan manfaatnya,” ujar beliau.
Tentu saja, seperti yang beliau katakan dengan bijak, tidak ada kepemimpinan yang sempurna. Tapi yang terpenting adalah adanya komitmen kuat untuk terus memperbaiki, menyempurnakan, dan merangkul seluruh elemen masyarakat dalam pembangunan. Dan itu yang telah ditunjukkan Ibu Khofifah selama ini — kepemimpinan yang merangkul, bukan memukul; kepemimpinan yang melayani, bukan menyakiti.
Etika Demokrasi dan Ukhuwah Sosial
Dalam konteks menjelang Pilkada, suasana sosial dan media seringkali menjadi ruang perang narasi. KH Mutawakkil menyerukan kepada semua pihak, terutama tokoh agama dan masyarakat, agar tidak terjebak dalam jebakan fitnah. Beliau mengajak, “Jangan biarkan narasi negatif di media sosial memecah fokus dan niat baik dalam membangun Jawa Timur. Mari kita jaga etika demokrasi dan ukhuwah sosial dengan memberikan kritik yang konstruktif dan tidak menyesatkan.”
Ini adalah seruan luhur. Kritik tentu sah dan sehat dalam demokrasi, tapi kritik yang membangun bukanlah tuduhan tak berdasar, apalagi provokasi yang menyesatkan. Jawa Timur memerlukan kedewasaan kolektif dalam berdemokrasi, bukan polarisasi yang mengoyak keutuhan sosial.
Sebagai penutup tulisan singkat ini, maka dapat disampaikan beberapa kesimpulan. Pertama, bahwa Kepemimpinan itu bukan sebuah panggung, Tapi sebuah Pengabdian. Kedua, bahwa Kepemimpinan sejati tidak dibentuk oleh popularitas atau pencitraan, tapi oleh kerja nyata, kedalaman berpikir, dan keberanian mengambil keputusan yang berpihak pada rakyat—meski tidak selalu menyenangkan semua pihak.
Ketiga, para masyayikh mendukung kepemimpinan Ibu Khofifah. Dengan seruan tegas: Teruskan Langkah dan perjuangan, Ibu Khofifah. Keempat, bahwa dalam kepemimpinan Ibu Khofifah, Jawa Timur tidak hanya dibawa menuju kemajuan besar saja, tapi rakyat Jatim juga dipimpin dengan nilai-nilai moral, spiritual, dan kebangsaan yang kuat. Beliau adalah contoh pemimpin perempuan muslimah yang teguh, cerdas, dan penuh pengabdian.
Khofifah adalah pemimpin seperti itu. Ia tidak lahir dari panggung sensasi, melainkan dari dapur ilmu, tradisi kepemimpinan perempuan Muslimah, dan doa para ulama. Maka kepada para penyebar hoaks dan fitnah, semoga Allah SWT memberikan peringatan dan hidayah. Dan kepada masyarakat Jawa Timur, mari tetap berpikir jernih dan tidak larut dalam agenda-agenda politik murahan.
Khofifah tidak berjalan sendiri—ia didoakan, dicintai, dan didukung oleh rakyat yang tahu siapa yang sungguh-sungguh bekerja. Serangan dan fitnah boleh datang silih berganti, tapi kebenaran dan prestasi akan tetap bersinar. Kita semua — rakyat Jawa Timur yang mencintai kemajuan dan kedamaian — wajib berdiri di barisan yang menjaga martabat demokrasi dan mendukung pemimpin yang bekerja dengan hati. Mari kita jaga Jawa Timur. Mari kita jaga Gubernur Khofifah. Wallahu A’lamu Bishawwab.*
*Dr H ROMADLON, MM adalah alumni S-3 UIN SATU Tulungagung. Pemberdaya Masyarakat di Bidang Sosial dan Pendidikan Islam. Wakil Ketua PW ISNU Jatim. Ketua Komisi Hubungan Ulama dan Umara MUI Provinsi Jatim. Ketua Yayasan Sosial dan Pendidikan Al-Huda Insan Kamila Grogol Kediri.