
“Di balik keindahan alam Jawa Timur, ada luka yang lama tersembunyi: masih terdapat sekitar 78.000 anak usia sekolah di provinsi ini tidak pernah merasakan bangku pendidikan yang layak.”

Oleh Dr H ROMADLON, MM*
SEKOLAH Rakyat yang sedang disiapkan Gubernur Khofifah akan menjadi solusi nyata untuk mengentaskan sebanyak 78.000 Anak Jawa Timur yang masih terlantar pendidikannya. Komitmen Khofifah terhadap masa depan pendidikan Jawa Timur kembali dibuktikan melalui inisiatif “Sekolah Rakyat Ala Khofifah.”
Program ini lahir sebagai jawaban konkret atas keprihatinan terhadap 78.000 anak-anak Jawa Timur yang selama ini tercecer dari akses pendidikan formal. Dengan pendekatan berbasis komunitas dan semangat gotong royong, Sekolah Rakyat Khofifah bertekad membuka jalan bagi setiap anak untuk kembali meraih hak belajar, membangun masa depan yang lebih cerah, dan ikut menggerakkan roda kemajuan daerah.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa bergerak cepat mewujudkan Sekolah Rakyat, yang merupakan program andalan Presiden Prabowo Subianto, untuk menyelamatkan puluhan ribu anak putus sekolah. Untuk tahap awal rencananya Kota Batu dipilih sebagai pilot project, dengan lokasi pertama di UPT PPSPA Dinas Sosial Jatim.
Di balik keindahan alam Jawa Timur, ada luka yang lama tersembunyi: masih terdapat sekitar 78.000 anak usia sekolah di provinsi ini tidak pernah merasakan bangku pendidikan yang layak. Angka yang terasa dingin di atas kertas, namun berarti ribuan mimpi yang kandas sebelum sempat mekar.
Bagi Gubernur Khofifah, statistik ini bukan sekadar laporan; ini adalah panggilan jiwa. “Kami tak boleh biarkan anak-anak ini jadi korban sistem.” Demikian Khofifah Indar Parawansa.
Terlalu banyak anak yang terperangkap dalam lingkaran kemiskinan, tersebar dari desa terpencil hingga sudut kota besar. Beberapa terpaksa membantu orang tua mencari nafkah, sebagian lainnya kehilangan semangat karena tiada akses dan dukungan. Jika dibiarkan, generasi ini bisa menjadi “generasi hilang” yang membuat Jatim terperosok dalam stagnasi pembangunan.
Merespons kegentingan ini, Khofifah mempercepat program Sekolah Rakyat—sebuah terobosan yang menawarkan lebih dari sekadar kelas dan buku. Ini adalah ruang aman tempat anak-anak menemukan kembali harapan, martabat, dan masa depan. “Sekolah Rakyat harus jadi mercusuar harapan bagi mereka yang terpinggirkan.” Tambah Khofifah.
Belajar, hidup, dan tumbuh dalam satu ekosistem yang dibangun dengan pendekatan kasih sayang dan ketegasan sistem.
Darurat Pendidikan
Data Dinas Pendidikan Jatim 2024 menunjukkan potret buram: 78.000 anak usia sekolah tidak mendapatkan pendidikan memadai. Dari angka tersebut, 60% disebabkan kemiskinan, 25% karena kendala geografis, dan 15% akibat persoalan keluarga seperti kekerasan domestik atau perceraian.
Sekolah formal yang ada, meski terus dikembangkan, dinilai belum mampu menjangkau anak-anak di kantong-kantong rentan ini. Fenomena ini ditemukan tidak hanya di pelosok desa, tetapi juga di kawasan perkotaan yang padat dan kumuh. Mereka adalah anak-anak yang diam dalam statistik, menunggu tangan-tangan keberanian untuk merengkuh mereka keluar dari keterasingan. “78.000 anak Jawa Timur menunggu uluran tangan pendidikan.”
Sekolah Rakyat ala Khofifa
Program Sekolah Rakyat tidak dibangun dengan paradigma lama. Khofifah mengusung model asrama terpadu: para siswa mendapatkan tempat tinggal, makan tiga kali sehari, layanan kesehatan dasar, serta bimbingan karakter secara gratis. “Belajar gratis, hidup layak, dan keterampilan nyata: inilah hak semua anak.”
Lokasi pertama bertempat di UPT PPSPA Kota Batu, sebuah kompleks luas yang sebelumnya berfungsi sebagai panti sosial. Nantinya, tempat ini akan diadaptasi menjadi setara sekolah setingkat SMP, lengkap dengan ruang kelas, laboratorium sederhana, dan area pelatihan keterampilan.
Kurikulum di Sekolah Rakyat juga dirancang holistik. Selain mata pelajaran akademik, anak-anak akan dibekali pelatihan teknis berbasis potensi lokal—seperti pertanian, teknologi informasi, dan kerajinan tangan.
Tahap Pertama Fokus 10.000 Anak
Tahap pertama menargetkan 10.000 siswa, tersebar di 15 kabupaten/kota dengan angka putus sekolah tertinggi: Pacitan, Sumenep, Pamekasan, Bondowoso, hingga sebagian wilayah Surabaya. “Sekolah Rakyat bukan hanya sekolah, ini jembatan menuju masa depan.”
Mercusuar Harapan
Di tengah hawa sejuk Kota Batu, pada 16 April 2025, Gubernur Khofifah Indar Parawansa meninjau langsung cikal bakal proyek Sekolah Rakyat. Bukan sekadar kunjungan seremonial—Khofifah turun ke lapangan dengan mata tajam dan langkah cepat, memeriksa setiap sudut: dari kamar tidur para siswa, dapur umum, hingga toilet. Tak ada detail yang luput dari perhatiannya.
Ia menyapu pandangan ke seluruh area, seolah membayangkan kehidupan baru yang akan tumbuh di sana. Di hadapan para pejabat dinas dan relawan yang mendampingi, Khofifah dengan tegas menyampaikan instruksinya: “Kami tak boleh biarkan anak-anak ini jadi korban sistem. Sekolah Rakyat harus jadi mercusuar harapan,” tega Khofifah
Bukan hanya soal membangun fisik, Khofifah ingin membangun ekosistem yang memulihkan jiwa-jiwa kecil yang pernah disakiti oleh keadaan. Ia menetapkan tenggat waktu yang ketat: 30 hari. Dalam sebulan, renovasi ruang kelas, sanitasi, tempat tinggal, dan fasilitas pendukung harus tuntas.
Lebih dari itu, Khofifah menekankan satu hal penting yang kerap terabaikan: pemulihan mental anak-anak. Ia meminta agar setiap siswa mendapatkan akses kepada psikolog, konselor, serta pelatihan karakter berbasis kasih sayang. Karena bagi Khofifah, pendidikan sejati tak hanya mencerdaskan otak, tapi juga menyembuhkan hati.
“Jangan hanya mengejar renovasi fisik. Bangun juga ruang harapan dalam hati mereka,” tambahnya kepada tim di lapangan.
Kunjungan itu bukan hanya memeriksa progres proyek. Itu adalah deklarasi: bahwa di mata Khofifah, setiap anak yang terlantar adalah calon pemimpin bangsa yang pantang disia-siakan.
Tantangan Lapangan
Semangat Khofifah cepat menjalar. Sejumlah kabupaten/kota di Jawa Timur berlomba menawarkan gedung-gedung tak terpakai—seperti sekolah mati, panti sosial kosong, atau balai desa mangkrak—untuk disulap menjadi cabang Sekolah Rakyat.
Gelombang dukungan finansial pun mengalir. Petikemas Indonesia, Sampoerna Foundation, dan beberapa perusahaan besar lainnya menyatakan kesiapan membantu lewat program CSR mereka. Beberapa tokoh masyarakat bahkan membuka gerakan donasi sukarela untuk mendukung pembangunan fasilitas belajar dan beasiswa siswa.
Namun, di balik euforia tersebut, tantangan besar tetap membayang.
Koordinasi lintas dinas menjadi PR utama. Dinas Sosial, Pendidikan, PUPR, hingga Kesehatan harus berjalan dalam irama yang selaras—jika tidak, program akan tersendat. Standarisasi kelayakan asrama juga harus konsisten, agar semua Sekolah Rakyat, di manapun lokasinya, memiliki kualitas layanan yang sama layaknya mercusuar harapan.
Lebih kritis lagi, komitmen pendanaan jangka panjang menjadi taruhan. Sekolah Rakyat bukan proyek satu-dua tahun; ini butuh keberlanjutan finansial, keterlibatan swasta, gotong royong masyarakat, dan political will yang terus dijaga.
Karena itu, Khofifah mengingatkan: “Sekolah Rakyat ini milik kita semua. Kalau ingin menyelamatkan masa depan, kita harus menanamkan semangat kolektif: tak boleh ada yang jalan sendiri-sendiri.”
Misi ini bukan sekadar tentang membangun bangunan, melainkan membangun generasi. Satu tangan yang terulur hari ini, bisa menjadi awal perubahan besar untuk Jawa Timur, bahkan Indonesia, di masa depan.
Sebagai kesimpulan: Program Sekolah Rakyat bukan sekadar respons terhadap darurat pendidikan, melainkan investasi jangka panjang untuk memutus rantai kemiskinan struktural di Jawa Timur.
Jika berhasil, model ini akan menjadi tonggak penting dalam sejarah pendidikan inklusif Indonesia. Harapan itu terangkum dalam satu kalimat dari Khofifah: bahwa *”Dalam 3 tahun, kami targetkan 50% anak terlantar bisa kembali sekolah. Mereka adalah calon pemimpin masa depan yang harus diselamatkan,” tandas Khofifah.
Ditambahkannya, bahwa “Kini, saatnya seluruh elemen masyarakat bergandengan tangan. Kata Ibu Khofifah di negeri Indonesia ini : “Harus tidak boleh lagi ada anak yang ditinggalkan dalam perjalanan bangsa,” pungkasnya.
Dan, setiap anak berhak mendapat masa depan yang cerah. Mari kita jadi bagian dari perubahan hari ini. Wallahu A’lamu Bishawwab.
Dr H ROMADLON, MM adalah Pemberdaya SDM. Wakil Ketua PW ISNU Jatim. Ketua Komisi Hubungan Ulama dan Umara MUI Provinsi Jatim. Ketua Yayasan Sosial dan Pendidikan Al-Huda Insan Kamila Grogol Kediri.