SURABAYA | duta.co – Pengelola Museum Nahdlatul Ulama (NU) Surabaya, Senin (22/4/24) menggelar rapat untuk memodernisasi pengelolaan museum. Harapannya bisa lebih cepat menjamah generasi Z atau Gen-Z. Selama ini, diakui, bahwa, perkembangan teknologi berjalan begitu cepat. Museum NU harus mengikuti perkembangan itu.

“Tidak boleh lagi ada paradigma ‘asal hidup’. Museum NU harus melakukan terobosan baru alias modernisasi, sehingga visi dan misi besar Nahdlatul Ulama mudah dibaca dan dipelajari dari gedung ini. Banyak (sejarah) peninggalan para muassis NU yang bisa dibaca dengan baik,” demikian Mokhammad Kaiyis dalam rapat pengelolaan Museum NU, Senin (22/4).

Hadir dua putra pendiri Museum NU almaghfurlah Drs H Choirul Anam, masing-masing Nahidlul Umam dan Ahmad Hizbullah Fachry, Dr H Moh Mukhrojin, Dr Eko Pamudji, Dr H Muhammad Kholifi, Imam Budi Utomo dan (Ami), dan jurnalis muslimah Ami Haris.

Sejumlah program harus dikerjakan. Terutama terkait digitalisasi Museum NU. Begitu juga redesain, tata letak atau lay out sehingga lebih nyaman bagi para pengunjung. Selama ini, Museum NU menjadi jujugan bukan saja siswa-siswi MI/SD sampai Perguruan Tinggi, tetapi juga para pengamat luar negeri. Bahkan tidak sedikit Mahasiswa Kristen PETRA yang lulus setelah melakukan penelitian ‘Kebangsaan NU’.

“Ya! Kita juga bisa kerjasama dengan Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya untuk menembus Gen-z di se-Jatim. Juga banyak masukan dari para pengunjung, tetapi semua butuh anggaran. Sementara seluruh biaya operasional hanya mengandalkan Koperasi BISMA di bawah yayasan BISMA yang juga menaungi pendidikan TK, SDIT,” jelas Kaiyis.

Sejumlah gagasan harus menjadi prioritas pengelola. Misalnya, mewujudkan travel wisata yang pernah wacana dalam diskusi non-formal dengan pengelola Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy’ari (MINHA) Tebuireng, Jombang.

“Dalam pertemuan non-formal, sebelum diskusi di MINHA dimulai, ada keinginan membuat travel khusus ‘Sehari Mengenal NU’. Di sini kita bisa eksplore misi besar NU, baik soal kebangsaan (NKRI), keislaman ala ahlusunnah wal jamaah an-nahdliyah, mau pun (pemberdayaan) keummatan,” tambahnya.

Diakhir rapat, pengelola Museum NU sepakat mengajak pemerintah, minimal Dinas Pariwisata, untuk memahami betapa penting transformasi pengetahuan tentang kebangsaan kepada generasi Z. NU menjadi salah satu ‘gudang’ nasionalisme.

“Maka, kita harus menyuguhkan konsep baru yang cocok bagi Gen-Z. Melihat data pengunjung Museum kebanyakan gerasi milenial dan Gen-Z. Yang ada sekarang ini, sudah tidak update. Harus dilakukan perubahan besar-besaran, termasuk packaging atau kemasannya. Di sini mestinya pemerintah hadir,” tegas Nahid putra pertama Cak Anam.

Dr H Muhammad Kholifi menyambut baik pembenahan Museum NU. Apalagi, wisata religi, baginya adalah dunia yang sudah digeluti selama ini. “Museum NU harus menjadi miqat, titik awal (berangkat) para ziarah walisongo. Dari sini mereka akan mendapatkan banyak hal penting dari tata ziarah yang benar menurut Kanjeng Nabi sampai wirid khusus para walisongo, yang masing-masing berbeda,” tegas Kholifi. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry