SURABAYA | duta.co – Pemain Timnas Rachmat Irianto menjadi perhatian tersendiri pada prosesi Wisuda Unesa ke-110 di Graha Unesa, Kampus Lidah Wetan Surabaya, Kamis (11/7/2024). Pemain kelahiran Surabaya, 3 September 1999 ini diwisuda sebagai Sarjana Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi (PJKR) bersama 1.500-an mahasiswa lainnya.
Pemilik posisi gelandang bertahan Persib Bandung ini menyelesaikan studi S1-nya 4,5 tahun di sela kesibukannya sebagai pesepakbola profesional. Wajah sumringah tampak terpancar dari putra Bejo Sugiantoro yang didampingi ayah dan ibunya.
“Ahmadulillah, senang dan lega, karena ini adalah yang saya tunggu-tunggu bersama keluarga. Saya sangat bersyukur mampu menyelesaikan program S1 di Unesa. Ini merupakan capaian yang luar biasa di tengah padatnya berkarier di Persib Bandung maupun Timnas,” ujarnya bangga usai proses wisuda.
Ditanya tentang obesesinya setelah menjadi sarjana, mantan pemain Persebaya Surabaya ini mengisyaratkan ingin lanjut ke jenjang S2. “Ya, ini kesempatan buat saya dan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Mudah-mudahan diberi kemudahan untuk bisa melanjutkan S2 di Unesa,” ungkapnya lagi.
Tak ketinggalan, sang ayah, Bejo Sugiantoro turut merasa bangga karena putranya telah diberi kesempatan bisa kuliah di Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIKK) Unesa dan berhasil merampungkan sebagai sarjana.
“Alhamdulillah, Rian (Rachmat Irianto, red) bisa selesai S1. Dan ini sudah ada tawaran lagi untuk melanjutkan S2. Semoga kesempatan ini tidak disia-siakan meski dia juga tetap harus menjadi pemain sepak bola yang dibutuhkan klub tempatnya bernaung maupun Timnas,” kata Bejo panggilan sang ayah.
Usai turun dari panggung utama, Rektor Unesa Prof Dr Nurhasan M Kes turut mengapresiasi capain Rachmat Irianto dan berharap lahirnya Rian-Rian berikutnya.
“Harapannya ke depan ada banyak Rian-Rian yang skillnya berbeda. Selain sepak bola nantinya ada yang di bola voly, ada tenis, tenis meja, dan cabang-cabang olahraga yang lain. Karena kami kekurangan dosen yang memiliki skill mumpuni di bidangnya untuk meningkatkan kualitas ilmu keolahrgaan dan kesehatan,” tandas Rektor.
“Jadi dosennya harus mempunya skill mumpuni level nasional. Untuk itu kami bulan Juli ini sedang melakukan rekrutmen dosen-dosen level nasional seperti panjat tebing, bahkan di bidang sport media, sport bisnis, sport low, dan banyak lagi yang kita butuhkan sebagai penguatan demi kepentingan bangsa,” pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Dekan FIKK Unesa, Dr Dwi Cahyo Kartiko S Pd M Kes juga memberi ucapan selamat kepada Rachmat Irianto.
“Rian ini kami beri beasiswa sampai S2. Jadi setelah wisuda ini, dia akan melanjutkan kuliah lagi. Bisa kuliah lagi S2 di Ilmu Keolahragaan atau Pendidikan Olahraga. Terserah mau milih yang mana. Setelah lulus nanti akan kami beri kesempatan sebagai dosen di FIKK. Karena kita butuh dosen yang betul-betul pemain (atlet sepak bola, red) atau praktisi yang bukan abal-abal; yang kalau mau passing, maung nendang itu sesuai. Kalau yang bukan ahlinya kan bisa salah. Tapi kalau Rian yang sudah bidangnya kan bisa memberikan contoh dengan baik,” jelas Dwi Cahyo Kartika kepada awak media.
Saat ditanya tentang proses ujian akhir yang ditempuh Rian, Dwi Cahyo menceritakan bahwa dia sendiri selaku dekan mengujinya bersama beberapa dosen lainnya. “Ekspektasi kami saat itu Rian akan luar biasa. Ternyata meski sebagai Kapten Timnas sewaktu ujian dia bisa nervous juga. Tapi setelah beberapa saat dia bisa menguasai keadaan dan proses berikutnya lancar dalam menjawab setiap pertanyaan penguji,” paparnya.
“Dengan lancar dia bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Pak Wakil Ketua Umum PSSI, yang itu membuat kami senang dan membanggakan. Kebetulan saat itu yang menguji para senior ada dari PSSI Pak Zainudin Amali, Pak Rektor Cak Hasan juga turut menguji, kemudian Wakil Rektor Senior Prof Sujarwanto, saya sendiri sebagai Dekan, dan Koorprodi Pak Ridwan. Dan Alhamdulillah nilai yang didapat maksimal A,” cerita Dwi Cahyo.
Apa sebenarnya dibahas dalam ujian akhir Rian? Dwi Cahyo menyampaikan bahwa Rian mengulas profiling dirinya sendiri sebagai atlet sepak bola. “Dia mengangkat profiling dirinya sendiri. Bagaimana latihan, bagaimana masuk TC, dan lain sebagainya sehingga bisa menjadi atlet profesional. Ini juga bagian dari apresiasi kami di kampus, karena tidak mudah menulis dirinya sendiri. Saya latihan bagaimana, proses latihannya bagaimana, dilatih Shin Tae-yong, dilatih pelatih lain bagaimana, dan kemudian dideskripsikan, dan akhirnya nanti bisa menjadi semacam biografi. Ketika nanti kuliah S2 profiling atlet ini akan semakin diperdalam sampai sedetil mungkin. Harapan nantinya, ketika ada atlet yang ingin seperti Rian maka tinggal mengambil profiling ini yang juga bisa jadi role model,” pungkas Dwi Cahyo. arm