Paling kanan, Miftahul Arifin, Aktivis BEM Nusantara & Aktivis BEM JATIM. (FT/IST)
“Khitthah NU adalah ‘harga mati’ yang harus dipegang erat-erat. Revitalisasi tersebut tidak hanya dilakukan oleh perorangan, namun harus diterapkan secara masif digelorakan oleh seluruh PCNU se-Jatim.”
Oleh: Miftahul Arifin*

‘SIRKUS’ politik para pengurus Nahdlatul Ulama (NU) Wilayah Jawa Timur, harus segera dihentikan. Sudah cukup menyedihkan, dan harus menjadi pelajaran bersama. Konferwil NU di PP Lirboyo, yang digelar akhir pekan ini, harus menjadi momentum perbaikan. Hentikan ‘menari-nari politik’ di atas nama besar NU demi syahwat kepentingan pribadi.

Belakangan ini, kita dipertontonkan dengan ulah politik praktis pengurus NU Jatim, yang menurut hemat kami, kelewat asyik bercumbu-ria demi kepentingan politik tertentu. Sudah begitu atas nama umat, atas nama jumhur kiai. Ini sungguh memukul hati nahdliyyin. Jejak ‘perang terbuka’ di media massa, media sosial, tidak mudah dihapus, kecuali dengan menghentikan syahwat politik praktis tersebut.

Sebagai pengurus NU, mestinya paham, urusan politik praktis bukan domainnya. NU sebagai jamiyah diniyah tidak ada urusan dengan parpol atau pilbup, pilgub, pilpres dan pil-pil yang lain. Politik NU adalah politik kebangsaan, kenegaraan, lebih konsentrasi kepada pemberdayaan umat. Kalau pengurusnya terus menari-nari di atas ‘gendang’ politik praktis, maka, alamat umat terabaikan atau, lebih buruk lagi, umat dipasangi bandrol untuk dijual ke sana-ke mari.

Konferwil Jadi Miqot Perbaikan

Lihatlah bagaimana hiruk pikuk Pilgub kemarin. Memilih calon kepala daerah (Bupati, Gubernur dll) adalah hak segala anak bangsa, Mestinya sebagai pengurus NU, mampu melihat sensitivitas kelompok kepentingan untuk kemudian memberikan pengayoman kepada seluruh umat tanpa terkecuali. Bukan justru menari-nari sendiri. Sadar atau tidak, menduduki posisi strategis di organisasi sebesar NU, adalah rentan perpecahan, karena di situ, besar kepentingan.

Semoga semua itu menjadi koreksi bersama. Konferwil NU bisa menjadi miqot (awal) perbaikan. Akan lebih baik dan bijak, jika semua sadar untuk melakukan perubahan secara total agar arah NU ke depan benar-benar teguh memegang prinsip khitthah nahdliyyah yang telah diputuskan pada Muktamar di Sukorejo, Situbondo. Inilah jalan yang harus diikuti para pengurus NU.

Karenanya, bagi kami, khitthah NU adalah ‘harga mati’ yang harus dipegang erat-erat. Revitalisasi tersebut tidak hanya dilakukan oleh perorangan, namun harus diterapkan secara masif digelorakan oleh seluruh PCNU se-Jatim.

Terakhir, harapan kami selaku Generasi Muda NU, menginginkan kepengurusan hasil Konferwil NU nanti, benar-benar mencerminkan NU yang khitthah. “NU harus diisi tokoh-tokoh yang bijak dalam diplomasi sehingga antara pembicaraan, sikap dan tindakan, sama. Dengan begitu, NU untuk semua kepentingan, tidak hanya dimonopoli satu kepentingan saja.” Selamat ber-Konferwil semoga bermanfaat untuk umat, Amin. (*)

*Miftahul Arifin adalah Aktivis BEM Nusantara & Aktivis BEM JATIM.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry