Oleh Muhammad Ivana Putra

 

Saat ini pemerintah Indonesia sedang melakukan pembangunan infrastruktur berskala besar untuk mewujudkan Nawacita. Pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah mengundang investasi secara besar-besaran dan Pemerintah tampaknya juga cukup getol dalam menarik pemasukan negara melalui program pajak. Akan tetapi ditengah-tengah upaya masuknya investasi pembanguan tersebut, pemerintah Indonesia masih menghadapi permasalahan peningkatan jumlah tuna karya atau pengangguran yang nyaris tanpa solusi. Tentu dengan adanya permasalahan ini, Pemerintah Indonesia harus memiliki gagasan dan ide baru terkait produk-produk hukum maupun kebijakan briliant, agar dapat mengakomodir antara masukanya Investasi dengan penyerapan tenaga kerja yang besar.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia, investasi sendiri dikenal sebagai bentuk penanaman modal. Terkait penanaman modal, hal tersebut diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Pengertian bentuk penanaman modal, diatur pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, yang memberikan pengertian bahwa penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Tidak bisa dipungkiri, selama ini bentuk penanaman modal atau investasi yang masuk di Indonesia dilakukan oleh penanam modal atau investor-investor  dengan padat modal (uang), hal ini dilakukan baik itu investor asing maupun investor dalam negeri.

Bentuk penanaman modal dengan uang inilah, yang nantinya akan digunakan oleh para investor untuk melakukan pembelian alat-alat produksi, mesin-mesin, robot-robot produksi, biaya operasional awal dan pembuatan sarana/prasarana lainnya. Penanam modal yang dilakukan oleh investor di Indonesia dalam rangka menjalankan usahanya, dengan tujuan secara ekonomi akan menghasikan keuntungan bagi penanam modal tersebut. Salah satu cara agara mendapatkan keuntungan bagi usaha, adalah dengan mengalihkan tenaga kerjanya menggunakan mesin robot sebagai upaya efiesiensi dalam mejalankan bisnis. Dampak penggurangan dan perampingan tenaga kerja pada industri seperti inilah yang dirasakan oleh para buruh/pekerja. Hal ini bertentangan dengan sistem hubungan industrial pancasila, yang berlandasakan sistem ekonomi pancasila, yaitu sistem ekonomi gotong royong kerakyatan terpimpin.

Terinspirasi dari salah satu kandidat presiden Prancis, yaitu Benoit Hamon. Dimana dalam salah satu program kerjanya nanti akan memberlakukan pajak terhadap robot-robot yang digunakan industri. Tentu saja hal ini dapat menjadi gagasan maupun ide baru terkait kebijakan peraturan pemerintah Republik Indonesia, terutama pada aturan mengenai pemungutan pajak ditingkat pusat maupun daerah. Pembaharuan hukum terkait pemunggutan pajak terhadap robot yang digunakan oleh industri ini, harus berdasarkan dengan sistem hukum negara Republik Indonesia dengan dasar Pancasila. Oleh karena itu dalam melakukan pembaharuan hukum di bidang pajak, pembuat kebijakan tidak harus melakukan penerapan Transplantasi hukum maupun Mixing System pada pembaharuan produk hukum baru ini, meskipun dalam hal ide, konsep, dan solusinya sama terkait pengenaan pajak terhadap robot.

Selama ini Pajak dipungut berdasarkan atau dengan ketentuan undang-undang serta peraturan pelaksanannya, Pajak yang dipungut oleh negara, dapat dilakukan oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah. Selain itu merupakan kendala tersendiri terkait pemberlakuan Pajak terhadap Robot, yang pada nantinya pelaksaanya diakomodir oleh peraturan pemerintah pusat maupun melalui peraturan daerah. Salah satunya kendala tersebut, mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-XIII/2015 terkait penggenaan restribusi pajak kendaraan alat berat, yang menyatakan bahwa alat berat dan kendaraan bermotor memiliki karakteristik yang berbeda. Alat berat adalah kendaraan dan/atau peralatan yang digerakan oleh motor, sedangkan kendaraan bermotor dalam pengertiannya diatur oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya. Sehingga dari hal inilah, diperlukan kajian yang lebih dalam terkait apa definisi bagi “robot” produksi di perusahaan-perusahaan yang bisa dikenakan restribusi pemasukan pajak bagi negara.

Repotnya dalam ketentuan peraturan produk perundang-undangan di Republik Indonesia saat ini, belum ditemukan istilah maupun aturan ketentuan mengenai “robot” produksi yang digunakan oleh industri. Kemudian robot-robot produksi yang selama ini digunakan oleh Industri berskala besar, apakah mesin-mesin tersebut juga digerakan oleh motor seperti pada karakteristik peralatan pada Putusan MK No. 3/PUU-XIII/2015. Maka daripada itu tidak heran, apabila dalam kenyataan dilapangan robot-robot produksi pada industri, hanya membutuhkan satu orang tenaga operator untuk sekitar 5 (lima) maupun lebih untuk mengaswasi robot-robot yang telah terkomputerisasi tersebut bekerja. Ini adalah ironi nyata yang harus dipikirkan pemerintah Republik Indonesia maupun Pemerintah Daerah dalam rangka penuntasan pengangguran dan penyerapan tenaga kerja baru.

Jika kita bandingkan, antara robot dengan buruh/pekerja terhadap konstribusi pemasukan terhadap negara. Tentulah para buruh/pekerja ini lebih memiliki konstribusi daripada robot-robot yang digunakan pada insdustri. Sebagai contoh kebutuhan papan, pangan, dan sandang yang diperlukan oleh buruh/pekerja dalam keseharian, hampir semuanya telah dibebani pembayaran ppn 10%, laporan SPT Tahunan, belum lagi tarif pajak atas cukai rokok yang selama ini dibeli. Dalam rangka hari buruh internasional inilah merupakan moment baru yang harus diambil pemerintah, untuk membuat kebijakan baru. Apabila pekerja/buruh yang bekerja di perusahaan lebih berkonstribusi kepada pemasukan negara melalui pajak, harusanya begitu juga robot-robot yang bekerja di Industri-industri. Sehingga dengan terwujudnya kebijakan baru terkait pengenaan pajak terhadap robot-robot produksi, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah dapat menciptakan rasa keadilan sosial bagi kalangan buruh/pekerja diseluruh wilayah Republik Indonesia.

 

Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry