Tim Unusa yang siap menjadi First Aider untuk penanganan luka psikologis di pondok pesantren. DUTA/ist

SURABAYA | duta.co – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melalui  Direktorat Jenderal (Ditjen) Kesehatan Jiwa  mengampanyekan Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis (P3LP) dan Ayo Lakukan Deteksi Dini Skrining Kesehatan Jiwa Sekarang Juga.

Kampanye itu digelar di Aula Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair), Minggu (1/12/2024).

Kegiatan ini digagas  dengan tujuan meningkatkan pemahaman dan mendorong peran serta masyarakat, lintas program dan lintas sektor akan pentingnya kesehatan jiwa, serta memberikan pertolongan pertama bagi luka-luka psikologis yang terdapat pada sebagian banyak usia produktif muda.

Luka-luka tersebut bisa  ditangani dengan cara deteksi dini skrining kesehatan jiwa yang sekarang sangat mudah untuk diakses masyarakat.

Skrining kesehatan jiwa ini sangat penting karena  angka bunuh diri di Indonesia meningkat tajam hampir 800 persen.  Kasus ini sebetulnya tidak semua masyarakat mengetahui apa penyebabnya.

Kegiatan yang  baru pertama kali diselenggarakan ini melibatkan Dinas Kesehatan Surabaya, puskesmas dan institusi pendidikan dari berbagai kampus dan  program studi ilmu yang menaungi kesehatan jiwa di antaranya Fakultas Kedokteran, Fakultas Keperawatan, Fakultas Kebidanan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Psikologi dan Fakultas Kedokteran Gigi yang ada di Surabaya.

Dari sebegitu banyak instansi yang terlibat, salah satunya adalah Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa). Unusa membawa banyak perwakilan dari Fakultas Kedokteran, Fakultas Keperawatan dan Kebidanan dan Fakultas Kesehatan.

Hal itu karena Unusa merupakan institusi pendidikan yang memprioritaskan perhatiannya pada lingkungan pondok pesantren khususnya di bidang Kedokteran dan Kesehatan Pencegahan.

Direktur Jenderal Kesehatan Jiwa, Kemenkes RI, dr Imran Pambudi mengatakan sumbangsih usia produktif muda di Indonesia sebagian besar berasal dari pondok pesantren. “Karena itu penguatan kesehatan jiwa harus diupayakan betul di lingkungan pondok pesantren,” katanya.

Dikatakannya,  penguatan tersebut dimulai dari deteksi dini skrining kesehatan jiwa yang ada di pondok pesantren.  Kemudian dari skrining tersebut apabila ditemukan luka-luka psikologis diharapkan Unusa bisa  memberikan First Aider (penolong pertama) untuk individu-individu yang memang membutuhkan pertolongan kesehatan jiwa.

Dirjen Kesehatan Jiwa, dr Imran memberikan secara simbolis PIN First Aider kepada perwakilan dosen dan mahasiswa Unusa dan kampus lainnya.

Langkah yang Dilakukan

Dekan FK Unusa, Dr dr Handayani, MKes mengatakan Unusa akan segera membentuk tim kesehatan jiwa yang terdiri para dosen dan tendik Fakultas Kedokteran, Fakultas Kesehatan dan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan.

Tim ini  akan membuat banyak program di antaranya  Traning of Tutor kepada dosen dan tendik di semua fakultas. Kedua pelatihan First Aider untuk mahasiswa di lingkungan Unusa. Ketiga  bekerja sama dengan Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU), untuk melakukan pelatihan kepada kader Santri Husada dan membentuk kelompok First Aider di berbagai Pondok Pesantren.

“Kami berharap dengan langkah ini  Unusa bisa  mendukung Direktorat Kesehatan Jiwa Kemenkes RI untuk membangun masyarakat yang sehat fisik dan juga sehat jiwa atau mentalnya, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia ke depan” tuturnya.

Dosen FK Unusa, dr Hafid Algristian, SpKJ menambahkan ada tiga desain yang sudah dikonsep untuk pertolongan pertama pada luka psikologis di pondok pesantren. Yang pertama adalah deteksi dini ini meliputi kondisi stres mulai dari yang ringan hingga yang berat. “Kira akan lihat dengan mendeteksi beberapa gejala terkait dengan gangguan kesehatan,” ujarnya.

Yang kedua dengan melakukan iintervensi pada kasus-kasus yang kaitannya dengan kesehatan reproduksi. Diakui dr Hafid, santri dan santriwati melewati masa ppuberstas di pondok. Sehingga perlu diberikan edukasi tentang seksual agar tidak terjadi kkasus kekerasan seksual yang dampaknya bisa mengalami luka psikologis bagi pelaku dan korban. “Sehingga pengetahuan tentang seks perlu diberikan agar tidak salah arah,” tuturnya.

Dan yang ketiga pembentukan kader Santri Husada Peduli Jiwa. Santri Husada Peduli Jiwa itu yang  nantinya bisa mengenali tanda-tanda dan gejala awal dari gangguan kejiwaan yang dialami para santri. Mereka akan diajari bagaimana mengenali tanda-tanda itu secara sederhana.  ril/lis

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry