
BANDUNG | duta.co – Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) mengambil langkah agresif memperluas akses riset di perguruan tinggi dengan strategi ganda—meningkatkan alokasi dana riset secara signifikan serta menyederhanakan regulasi untuk memperkuat ekosistem inovasi.
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof. Stella Christie, menyampaikan bahwa pihaknya telah “melipatgandakan 80 persen” dana riset, sebuah upaya ambisius untuk mengakselerasi pengembangan sains, teknologi, dan inovasi di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan dalam sesi “Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri (KSTI) Indonesia 2025” yang digelar pada Jumat (8/8/2025). Dalam kesempatan itu, Prof. Stella menekankan bahwa dana riset tersebut dirancang untuk langsung mengalir ke tangan peneliti di perguruan tinggi, tanpa perantara birokrasi yang berbelit.
Menurut Prof. Stella, salah satu terobosan penting adalah mekanisme penyaluran dana hibah riset secara langsung kepada peneliti yang berhasil memenangkan kompetisi “grand research”, sehingga memungkinkan peneliti menerima dana pribadi secara langsung. Hal ini tidak hanya mempercepat penerimaan dana, tetapi juga meningkatkan akuntabilitas dan fleksibilitas penelitian. “Kami mempermudah dan memperbolehkan peneliti mendapat uang langsung atau dana langsung bagi pribadinya ketika memenangkan grand research,” ujar Stella.
Tidak hanya itu, penerapan skema dana hingga total Rp 1,8 triliun menjadi wujud nyata dari komitmen pemerintah terhadap penguatan riset. Selain peningkatan nominal dana, Kemendiktisaintek juga berupaya merombak sistem administrasi, membuat birokrasi riset menjadi lebih ringan dan efisien. “Kami juga memperbaiki secara keseluruhan agar beban administrasi bagi peneliti itu berkurang,” tambahnya.
Aspek regulasi juga mendapat perhatian serius. Kemendiktisaintek menyiapkan serangkaian insentif yang dimaksudkan untuk memperkuat daya tarik riset di lingkungan akademis. Rancangan regulasi ini bertujuan menciptakan ekosistem riset yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan peneliti, sekaligus memacu inovasi yang berorientasi pada penguatan ekonomi nasional.
Prof. Stella meyakini bahwa ekosistem riset adalah fondasi strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Ia mencontohkan bagaimana perguruan tinggi top dunia berhasil mentransfer penelitian mereka ke dalam inovasi ekonomi besar. Contoh paling menonjol dirujuk pada Stanford University, yang sejak didirikan pada 1930 telah melahirkan lebih dari 40.000 perusahaan. Tak hanya itu, alumni Stanford sekarang mempekerjakan lebih dari 5,4 juta orang dan menciptakan dampak ekonomi tahunan hingga USD 2 triliun.
Inspirasi Global untuk Riset Nasional
“Contoh perguruan tinggi top dunia yang berhasil mengembangkan riset dan mendorong peningkatan ekonomi. Seperti Stanford University… Stanford memberikan dampak perekonomian USD 2 triliun per tahun,” jelas Prof. Stella di konvensi tersebut. Ia juga mengutip Massachusetts Institute of Technology (MIT), yang pada 2014 telah melahirkan sekitar 30.000 perusahaan yang bersama-sama mempekerjakan 4,6 juta orang, serta mencetak output ekonomi tahunan sebesar USD 2 triliun.
Tidak luput dari perhatiannya adalah kontribusi University of Kansas, yang tercatat menciptakan dampak ekonomi sekitar USD 7,8 miliar per tahun bagi wilayah Kansas serta mendukung sekitar 88.000 lapangan kerja. Data-data ini disajikan untuk menunjukkan bagaimana inovasi kampus global berfungsi sebagai katalisator ekonomi dan diharap menjadi inspirasi bagi kebijakan riset nasional.
Langkah-langkah tersebut mencerminkan upaya Kemendiktisaintek untuk membangun riset yang bukan hanya akademis, tetapi juga berdampak nyata terhadap perekonomian dan daya saing nasional. Dengan dana lebih besar, birokrasi yang direduksi, dan regulasi yang memberi insentif, perguruan tinggi diberi kesempatan lebih luas untuk mengejar penelitian berkualitas dan relevan dengan kebutuhan masyarakat serta industri.
Rencana penyaluran dana sebesar Rp 1,8 triliun ini diharapkan menjadi pemicu bagi lahirnya inovasi teknologi domestik, memperkuat kolaborasi antara akademisi dan sektor swasta, serta mempercepat transformasi riset menjadi produk dan layanan bernilai tambah. Dengan demikian, Indonesia berpotensi menggemakan keberhasilan global seperti Stanford maupun MIT – melalui inovasi yang tumbuh dari kampus menuju pasar dan masyarakat.(*)