Menteri Agama RI di DPR RI. foto/surabayapagi.com
“Salah satu gebrakan Nasaruddin Umar sebagai Menteri Agama adalah kerjasamanya dengan Komisi VIII DPR-RI menurunkan biaya ONH yang telah lama menjadi beban bagi banyak calon jamaah haji.”
Oleh Prof Dr H Masnun Tahir, MAg

TANGGAL 21 Oktober 2024 tercatat sebagai momen bersejarah yang sarat makna. Itulah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka resmi menyematkan jabatan dan amanah yang besar kepada anggota Kabinet Merah Putih.

Ada nama Prof Dr KH Nasaruddin Umar, yang diyakini membawa angin segar bagi Kementerian Agama. Di samping beliau sebagai ulama, juga intelektual, dan tokoh moderasi beragama, Nasaruddin tidak hanya dikenal karena kapasitas akademiknya, tetapi juga kepemimpinannya yang visioner dan pendekatannya yang inklusif.

Sebagai Menteri Agama yang baru dilantik dalam Kabinet Merah Putih, Prof Dr KH Nasaruddin Umar mengawali kepemimpinannya dengan langkah yang menggugah perhatian, yakni memperkenalkan Retretman, sebuah program yang terinspirasi langsung dari visi besar Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Sapaan pertama ini tidak hanya menjadi simbol penguatan relasi antara pemimpin dan jajaran aparatur, tetapi juga menandai komitmen Nasaruddin Umar untuk membawa Kementerian Agama ke arah yang lebih progresif, inklusif, dan efisien.

Bagi Nasaruddin Umar Retretman bukan hanya ruang untuk bersantai, tetapi juga menjadi momen membangun rasa kebersamaan dan kepercayaan antarpegawai. Dalam organisasi besar seperti Kementerian Agama, di mana tugas-tugas administratif dan pelayanan publik sering kali menuntut perhatian tinggi, solidaritas tim menjadi faktor kunci dalam keberhasilan pelaksanaan program.

Sebagai institusi yang menangani hal-hal terkait agama dan spiritualitas, Kementerian Agama memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan teladan. Retretman dapat menjadi sarana penyegaran mental dan spiritual bagi para pejabat kementerian agama, sehingga mereka dapat bekerja dengan semangat baru serta lebih sadar akan tanggung jawabnya dalam melayani masyarakat.

Prof Dr KH Nasaruddin Umar, dengan gaya komunikasi yang unik dan berkesan, juga dengan perpaduan kelembutan tutur kata dan ketegasan dalam prinsip, ia berhasil menciptakan kesan mendalam dalam sanubari aparatur Kementerian Agama. Gaya komunikasi ini tidak hanya mencerminkan kepribadiannya, tetapi juga menjadi salah satu kekuatan utama dalam memimpin kementerian yang sarat dengan tantangan.

Sebagai Menteri Agama, beliau bukan hanya dikenal sebagai ulama moderat dan intelektual yang mendalam dalam pemikiran keagamaan, tetapi juga sebagai sosok dengan kepercayaan diri yang teguh, keberanian moral, dan integritas yang tak tergoyahkan. Karakter ini menjadi modal utamanya dalam menghadapi tantangan besar di Kementerian Agama, termasuk perjuangan melawan korupsi yang sering menjadi sorotan publik, dengan melakukan penguatan ekosystem melalui kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan lembaga terkait lainnya.

Sebagai seorang ulama yang mendalam pemahamannya tentang agama, Nasaruddin Umar memiliki kemampuan untuk berbicara dengan bahasa yang sejuk dan penuh makna. Dalam setiap pesannya, ia selalu mengedepankan nilai-nilai kasih sayang dan penghormatan terhadap sesama.

Kelembutan ini terlihat dalam cara ia menyapa aparatur Kementerian Agama. Pilihan kata-katanya sering kali mengandung pesan moral yang membangun, tanpa kesan menggurui. Dengan pendekatan ini, ia mampu menciptakan suasana kerja yang nyaman dan harmonis, di mana setiap individu merasa dihargai dan didengarkan.

Prof Dr KH Nasaruddin Umar, menakhodai Kementerian Agama (Kemenag) melalui sebuah Rencana Strategis (Renstra) yang sangat jelas, terukur, dan penuh dengan visi untuk perubahan dalam periode 2024-2029. Rencana ini tidak hanya sekadar sebuah dokumen perencanaan, tetapi juga sebuah peta jalan yang menggambarkan langkah-langkah konkret yang harus diambil untuk mencapai tujuan yang lebih besar bagi masyarakat Indonesia, khususnya dalam konteks agama dan kebudayaan. Program kerja beliau menekankan pada keberlanjutan, transparansi, dan hasil yang dapat diukur, yang juga tercermin dalam indikator kinerja utama (IKU) untuk pejabat di lingkup Kementerian Agama, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Tiga bulan setelah beliau dilantik, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar menunjukkan kepemimpinan yang visioner dengan menciptakan berbagai inovasi yang berdampak langsung pada masyarakat, khususnya dalam bidang ibadah haji dan pendidikan agama. Di bawah kepemimpinannya, Kementerian Agama tidak hanya berfokus pada isu-isu keagamaan, tetapi juga pada upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui kebijakan-kebijakan progresif. Dua inovasi besar yang patut mendapat perhatian adalah penurunan biaya ongkos naik haji (ONH) serta pengembangan pendidikan berbasis toleransi dan kurikulum berbasis cinta.

Salah satu keberhasilan besar yang dicapai Nasaruddin Umar dalam kapasitasnya sebagai Menteri Agama adalah kerjasamanya dengan Komisi VIII DPR-RI untuk menurunkan biaya ongkos naik haji yang telah lama menjadi beban bagi banyak calon jamaah haji. Keputusan untuk menurunkan ongkos haji ini merupakan langkah strategis yang diambil untuk memastikan bahwa lebih banyak umat Muslim Indonesia dapat menunaikan ibadah haji tanpa terbebani oleh biaya yang tinggi.

Nasaruddin Umar dengan tegas menyampaikan bahwa biaya haji yang tinggi harus disikapi dengan bijak, mengingat ibadah haji adalah rukun Islam yang diwajibkan bagi setiap Muslim yang mampu. Melalui koordinasi dengan DPR-RI dan kementerian terkait, ia berhasil mencapai kesepakatan yang memungkinkan penurunan biaya haji, yang sebelumnya sangat mahal, menjadi lebih terjangkau. Langkah ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga memberikan kesempatan bagi lebih banyak umat Muslim untuk menjalankan ibadah haji.

Dalam konteks pendidikan, Nasaruddin Umar juga memperkenalkan pendidikan berbasis toleransi sebagai salah satu terobosan penting. Sebagai negara dengan keberagaman agama yang sangat tinggi, Indonesia membutuhkan pendekatan pendidikan yang dapat memperkuat hubungan antarumat beragama. Nasaruddin melihat bahwa pendidikan agama yang inklusif dan mengedepankan nilai toleransi sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan damai.

Pendidikan berbasis toleransi yang dirancang oleh Nasaruddin Umar bertujuan untuk menanamkan pemahaman bahwa perbedaan agama, suku, dan budaya adalah kekayaan bangsa yang harus dihargai dan dipelihara. Ini merupakan langkah yang sangat strategis, mengingat ketegangan sosial yang sering kali timbul akibat perbedaan pemahaman agama. Dengan pendekatan ini, diharapkan generasi muda dapat lebih menghargai keragaman dan membangun masyarakat yang lebih rukun serta saling mendukung.

Salah satu inovasi fenomenal yang diperkenalkan oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar terkait dengan pendidikan berbasis toleransi adalah kurikulum berbasis cinta. Kurikulum ini tidak hanya mengajarkan aspek akademik, tetapi juga menekankan pentingnya nilai-nilai moral dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan prinsip-prinsip agama yang mengajarkan kasih sayang, empati, dan pengertian terhadap sesama, kurikulum berbasis cinta dirancang untuk menciptakan suasana pendidikan yang lebih humanis dan penuh dengan nilai-nilai positif.

Konsep ini mengajarkan bahwa pendidikan agama tidak hanya sebatas pemahaman teori dan praktek ibadah, tetapi juga tentang membentuk karakter yang penuh cinta kasih kepada sesama manusia dan alam semesta. Kurikulum berbasis cinta ini diharapkan dapat menjadi pondasi bagi generasi masa depan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki hati yang penuh dengan kasih sayang dan toleransi.

Kemudian Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar pada 3 bulan awal kepemimpinan beliau telah memperkenalkan sejumlah kebijakan dan program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme di lingkungan Kementerian Agama. Salah satu inovasi yang cukup menarik dan berdampak signifikan adalah penerapan merit system dan talent pool dalam proses promosi jabatan di kementeriannya. Dua program ini tidak hanya mencerminkan komitmen Nasaruddin Umar untuk menciptakan pemerintahan yang lebih transparan dan akuntabel, tetapi juga untuk memastikan bahwa jabatan-jabatan penting di Kementerian Agama diisi oleh individu yang benar-benar kompeten dan memiliki potensi untuk berkembang.

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, sebagai Menteri Agama, yang senantiasa menjunjung tinggi prinsip independensi dalam menjalankan tugas-tugasnya. Prinsip ini sangat terlihat dalam cara beliau membuat keputusan yang selalu didasarkan pada nilai-nilai profesionalisme, integritas, dan objektivitas, tanpa terpengaruh oleh tekanan dari institusi atau individu tertentu. Sikap ini bukan hanya menunjukkan keteguhan beliau dalam menjunjung etika birokrasi, tetapi juga menggambarkan kekuatan karakter yang diperlukan untuk memimpin dengan adil dan bijaksana

Dalam beberapa kesempatan beliau menyampaikan delapan cita (asta cita) Presiden Prabowo Subianto sebagai panduan pembangunan ke depan. Berangkat dari itu, Menteri Agama juga merumuskan delapan pesan: (1) Internalisasi Nilai Agama; (2) Internasionalisasi Praktik Baik Kerukunan Umat Beragama; (3) Integritas Aparatur dan Reformasi Birokrasi; (4) Integrasi Sistem Informasi; (5) Agile seiring Transisi Kelembagaan; (6) Sukses Haji 2025; (7) Penuntasan Program Pendidikan Profesi Guru; dan (8) Kawal Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Delapan pesan Menteri Agama ini bukan sekadar seruan, tetapi pedoman moral dan operasional bagi seluruh aparatur di Kementerian Agama. Pesan-pesan ini mencerminkan visi besar Nasaruddin Umar untuk mentransformasi kementerian agama menjadi lembaga yang tidak hanya efisien, tetapi juga berkontribusi dalam membangun bangsa yang damai, sejahtera, dan bermartabat.

Dengan semangat kebersamaan, integritas, dan pelayanan, delapan pesan ini diharapkan mampu membawa Kementerian Agama menjadi garda terdepan dalam mengawal nilai-nilai agama dan kebangsaan di Indonesia.

Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, sebagai Menteri Agama, dikenal sebagai sosok yang sangat peka terhadap isu-isu sosial dan keagamaan. Kepeduliannya terhadap berbagai masalah yang mengemuka di masyarakat, baik dalam konteks agama maupun sosial, menjadikannya sebagai pemimpin yang tidak hanya fokus pada tugas administratif kementerian, tetapi juga pada pembangunan moral dan spiritual masyarakat. Salah satu pesan penting yang sering disampaikan oleh Nasaruddin Umar adalah untuk tidak “mengorang-lainkan orang lain”, yang memiliki makna mendalam terkait dengan sikap toleransi, empati, dan penghargaan terhadap sesama manusia.

Beliau juga sering menyampaikan bahwa tujuan kementrian agama adalah mendekatkan umat beragama kepada agamanya, semakin dekat umat beragama dengan agamanya maka semakin faham dengan agamanya, maka harmoni antar umat beragama akan terwujud, karena smua ajaran agama menghendaki kebaikan, cinta kasih, dan perdamaian. Jadi barometer keberhasilan kemenag ketika berhasil mendekatkan umat dengan agamanya.

Yang patut dibanggakan dari kepemimpinan Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar adalah di mana Presiden Prabowo telah menyatakan akan melakukan evaluasi berkala terhadap kinerja menteri dan wakil menteri dalam setiap enam bulan. Evaluasi ini bertujuan memastikan efektivitas dan efisiensi kerja kabinet, dengan kemungkinan reshuffle jika ditemukan kinerja yang tidak memuaskan.

Kementerian agama dibawah kepemimpinan Nasaruddin Umar menjawab dengan tegas harapan presiden, terbukti menurut survei terbaru dari Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA), Menteri Sosial Saifullah Yusuf dan Menteri Agama Nasaruddin Umar menempati posisi teratas dalam penilaian kinerja menteri Kabinet Merah Putih di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Saifullah Yusuf memperoleh persentase kinerja sebesar 29,91%, sementara Nasaruddin Umar berada di posisi kedua dengan 23,63%, yang dilansir JawaPos.com (16/1/25) yang bertajuk Survei 100 Hari Kerja: Performa Kinerja Pemerintah dan Dinamika Sosial dan Politik Nasional yang berlangsung sejak 5-10 Januari 2025.

Di antara Menteri atau pejabat negara yang dianggap bekerja optimal selama 100 hari kerja pemerintahan Prabowo-Gibran dalam urutan 5 besar adalah: (1) Saifullah Yusuf (Menteri Sosial) 29,91%; (2) Nasaruddin Umar (Menteri Agama) 23,63%; (3) Rini Widyanti (Menteri PAN-RB) 18,76%; (4) Teddy Indra Wijaya (Sekretaris Kabinet) 11,86%; dan (5) Hasan Nasbi (Kepala Kantor Komunikasi Presiden) 11,52%.

Penilaian positif terhadap kinerja Nasaruddin Umar mencerminkan apresiasi publik terhadap upaya menjalankan tugas kementerian agama yang telah memenuhi harapan semua elemen masyarakat.[]

*Prof Dr H Masnun Tahir, MAg adalah Rektor Universitas Islam negeri Mataram.

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry