Tampak Orangtua korban, Miftahul Ulum didampingi kuasa hukumnya Ahmad Umar Buwang saat menghadiri sidang kedua di PN Mojokerto. (FT/IST)

LAMONGAN | duta.co – Penasehat Hukum (PH) keluarga korban, Ahmad Umar Buwang, SH sangat sependapat dengan analisa serta desakan Komnas Perlindungan Anak (KPA) agar Jaksa Penuntut menerapkan pasal 80 UU PA ayat (3) terkait kasus kematian santri asal Lamongan, ananda Gallan Tatyarka Raisaldy.

Buwang mengungkapkan, semoga desakan dari Komnas PA ini menjadi pelajaran yang sangat berharga buat lembaga pendidikan Ponpes Amanatul Ummah Pacet Mojokerto, agar tidak terlena dengan hanya menonjolkan prestasi semata.

“Pihak Ponpes, memang, sebelumnya sudah minta maaf kepada keluarga korban. Tapi para pelaku baru kemarin ikut sidang di PN, itu pun atas perintah ketua majelis,” tutur pria berambut gondrong yang akrab disapa Buwang tersebut, Senin (7/3/22).

Kasus meninggalnya anak klien saya ini, kata dia, pihak keluarga korban berharap proses ini berjalan tanpa adanya intervensi dari pihak mana pun. Karena perkara ini sudah menjadi perhatian publik, bahkan Komnas Anak ikut andil dalam perkara ini.

Buwang menambahkan, pihaknya juga yakin Jaksa Penuntut serta Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto juga akan obyektif dan selalu menjujung tinggi rasa keadilan bagi semua pihak.

“Kami meminta kejadian ini yang terakhir kalinya terjadi di lingkungan Pondok Pesantren Amanatul Ummah. Soal sanksi kepada para pelaku pihak keluarga berharap pengadilan akan memutus dengan seadil-adilnya,” ucapnya.

Sementara itu, Komnas Perlindungan Anak dalam rilis resminya mendesak Jaksa Penuntut dan Majelis PN Mojokerto untuk menerapkan pasal 80 UU PA ayat (3) kasus kematian santri asal Lamongan di Ponpes Amanatul Ummah Pacet Mojokerto.

Untuk menemukan kebenaran materil dan fakta hukum, delapan saksi fakta dari pihak Ponpes telah Majelis Hakim PN Mojokerto periksa, termasuk orangtua korban Miftahul Ulum pada persidangan hari Rabu (2/3) kemarin.

Di hadapan majelis hakim, orangtua korban Miftahul Ulum mengutarakan beberapa kejanggalan dalam kasus kematian putranya. Majelis hakim juga menjelaskan bahwa perkara kematian Gallan Tatyarka Raisaldy tidak bisa menggunakan versi.

Berhak Mendapat Perlindungan

Atas peristiwa ini dan fakta-fakta hukum, serta berdasarkan keterangan saksi fakta, demi keadilan bagi keluarga korban dan dalam perspektif perlindungan anak yakni pelaku juga masih tergolong usia remaja.

“Komnas Perlindungan Anak mendesak Jaksa Penuntut dan Majelis PN Mojokerto untuk menerapkan pasal 80 ayat (3) yakni, pelaku dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan atau denda paling banyak Rp 200 juta,” ujar Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, Senin (7/3).

Lebih jauh Arist menjelaskan, dalam penanganan perkara anak berkonflik dengan hukum, anak baik sebagai apalagi anak sebagai korban harus mendapat perlindungan khusus.

“Penanganan perkaranya juga berlaku khusus. Hakim serta jaksa harus dan mesti sensitif terhadap anak. Anak dalam perkara apapun berhak mendapat perlindungan,” ucap Arist.

Arist mengungkapkan, untuk mengawal penegakan hukum atas perkara ini, Komnas Perlindungan Anak (PA) akan terus mengawal proses hukum dengan segera membentuk Tim Litigasi dan Rehabilitasi Sosial Anak.

“Komnas Perlindungan Anak akan beri atensi khusus untuk mengawal kasus ini dengan melibatkan pekerja sosial dan peduli anak termasuk ada psikolog di dalamnya,” terang Arist.

Atas peristiwa kematian Gallan, Komnas Perlindungan Anak juga akan meminta pertanggungjawaban sosial dari pemilik Ponpes sekaligus pengelola Ponpes atas kematian Santri asal Lamongan tersebut.

“Komnas PA akan terus mendampingi dan selalu memantau, kita harus perjuangkan agar pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal. Saya berharap tidak ada intervensi dari manapun, semuanya jangan lepas tangan,” imbuh Arist. ard

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry